“Selagi dicobai dengan berat dalam penderitaan, sukacita
mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam
kemurahan” (2Kor. 8:2).
Selagi aku berjalan memasuki
area pasar aku melihat sekeping uang receh, dan bukan hanya satu kali aku
melihat uang receh yang dibiarkan begitu saja, sungguh kamu adalah jenis uang
yang tak berharga di mata manusia yang membuatnya, kata hatiku. Bukan itu saja
cobalah jika kita belanja di beberapa pusat perbelanjaan dikala kembalian yang
seharusnya Rp.100 atau 200 pasti akan diganti dengan satu buah permen bahkan bila
kembaliannya Rp. 50 tidak berharga dan
bernilai di negeri ini, padahal seharusnya nilai terkecil dari uang kita adalah
Rp. 1 tapi apakah ada uang senilai itu? Bahkan kini uang receh lebih identik
uang cuma-cuma dan khusus rakyat kecil yang sangat kecil dimata manusia,
seperti maaf, pengemis dan pengamen. Masih ingatkah kita pada tahun yang lewat,
uang receh pernah membuktikan dapat membangun solidaritas dan menumbuhkan kasih
kepada sesama lewat pengumpulan “koin peduli”.
Sekeping uang receh kecil
nilainya, namun ketika digabungkan dengan recehan lainnya, itu bisa memberikan
arti yang sangat besar dan dapat menolong orang-orang yang menderita. Namun
itulah sifat kita yang senantiasa menganggap remeh dan enteng akan hal-hal
kecil bahkan dalam pelayanan kepada Yesus, kita senantiasa memilih untuk
menjadi pelayan yang terlihat besar, ada kata pepatah cina mengatakan langkah
seribu mil diawali oleh satu langkah.
0 komentar:
Post a Comment