Siapa yang tak kenal dengan camilan
yang satu ini, tua, muda, baik dari golongan mengah kebawah maupun golongan
menengah keatas, hampir semua menyukainya. Baik sebagai teman “ngopi” maupun
menemani saat santai baik bersama teman maupun keluarga.
Yudi (50 thn) seorang warga di
kampung Bungur RT 02/05, Desa Tajur Halang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawabarat. Tak pernah membayangkan jikalau usaha kecil-kecilan yang ia
rintis pada tahun 2008 kini berkembang pesat hingga beromset jutaan rupiah.
Sebelum menemukan “hoki” di
usahanya, ia sempat jatuh bangun dalam pelbagai usaha yang pernah dijalaninya.
Dari kegemaran ia dan keluarganya yang “mengemil” keripik singkong buatan
sendiri, terpikirkan olehnya untuk mencoba membuka usaha keripik singkong.
Berkat keahliannya dalam meramu rasa keripik singkong, lelaki paruh baya ini
sampai pada gerbang kesuksesan. Kendati ditengah persaingan ketat pasar keripik
singkong, khususnya di Jabotabek, ia mampu bertahan bahkan terus melebarkan
sayapnya.
Pangsa pasar yang ia bidik adalah
menegah ke bawah. Namun tak jarang pembelimya dari kalangan menegah ke atas.
Meski begitu keripik singkong buatannya dibeli pemilik pabrik keripik singkong
“Kingkong”. Mereka membeli keripik singkong yang sudah jadi, kemudian diolah
lalu dikemas sendiri.
Kebanyakan keripik singkong milik
Yudi, dipasarkan ke pasar trdisional dan supermarket dengan harga yang
variatif, tergantung dari berat keripik singkong. Keripik singkong buatan Yudi
sangat digemari di pasaran dan mampu mengungguli keripik singkong yang lainnya,
dengan harga lebih mahal sekalipun. Hal ini adalah suatu pertanda, soal harga
lebih mahal bukan tolok ukur satu-satunya. Namun, faktor kualitas dari produk
itulah yang menjadi standar mutu,begitulah Yudi mengatakan.
Yudi mengungkapkan, keripik singkong
yang dipasarkannya menggunakan singkong dari jenis “Manggu” yang dibelinya
dengan harga Rp. 1200-1500 per kilogramnya, dari petani manggu di Sukabumi-Jawabarat.
Menurutnya kualitas singkong manggu adalah yang terbaik untuk dijadikan keripik
singkong. Karena jenis tersebut enak dan rasanya lezat, singkong ini
berkarakteristik permukaan yang agak kasar dengan warna lebih putih ketimbang
singkong pada umumnya. Namun kelemahannya, singkong jenis ini tak bisa bertahan
lama. Sehingga suplai bahan bakunya harus disesuaikan dengan kapasitas
produksi.
Untuk menjaga citarasa, Yudi masih
mempertahankan pengolahan dengan cara-cara tradisional. Dia sengaja menghindari
penggunaan mesin meskipun dengan mesin, pemotongan singkong bisa memproduksi
keripik lebih banyak. Yudi lebih suka merajang singkong setipis-tipis dengan
menggunakan tenaga-tenaga terampil. Dari mulai pemilihan singkong, pengupasan,
penggorengan hingga pengemasan, ia mengandalkan karyawannya yang kini berjumlah
35 orang. Walaupun digoreng dengan cara tradisional, dalam setiap hari, Yudi
mampu memproduksi 500 kg singkong untuk diolah menjadi 300 kg keripik. Ia
menjual keripik tersebut dalam kemasan 125 gram dengan kemasan yang berstandar
SNI dan khusus makanan, harga satu kemasannya adalah Rp. 3.000. Tiap hari hasil
produksinya ludes tak bersisa. Omset keripik singkong olahannya mencapai Rp.
7.200.000,-/hari.
Yudi merasa tak gentar menghadapi
persaingan, ia justru merasakan bahwa persainagan itu sangat diperlukan agar
kita jangan pernah lengah dan untuk terus menjaga kualitas, serta kita tak
pernah berpuasa diri. Juga terus berinovasi dalam produk dan penjualan dan yang
terutama terus memberikan perhatian kepada kepuasan konsumen. Dan lanjutnya,
rezeki masing-masing sudah ada yang mengatur tinggal kita berusaha dan
menemukan keunggulan dalam diri yang sudah ditetepkan oleh-Nya.
Sumber : Metro Bogor Post, selasa 17
September 2013
0 komentar:
Post a Comment