“Dan kamu,
bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi
didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan”. (Ef 6:4)
Seorang ayah
menulis surat untuk putranya, ia menulis dan memberikan surat ini di saat
anaknya terlelap tidur, beginilah suratnya:
Dengar, nak,
ayah mengatakan ini saat kamu tertidur lelap, kulihat begitu lelapnya engkau
tertidur dengan satu tangan tertindih pipimu. Ayah menyesal telah berlaku kasar
terhadapmu, ayah tak dapat mengontrol emosi sehingga memukul engkau, karena
engkau tak mau belajar dan beradu argumentasi denganmu serta merta ayah
menganggap engkau sungguh sudah keterlaluan hingga tak kuasa tanganku melayang
ke pipimu, maafkan aku anakku.
Saat kamu
selesai mandi pagi dan kamu hanya menggeletakkan handuk begitu saja, itu
membuat ayah marah karena kamu tak mau berdisiplin menyimpan barang pada
tempatnya. Dan ketika aku lihat di meja belajarmu masih saja bukumu berantakan
tak karuan, ayah pun marah padamu.
Bahkan saat
sarapan pagi, engkau dengan santai makan tanpa mengunyah dan engkau telan
makananmu, banyak sisa makanan yang berceceran, air minum yang tumpah sungguh
nak! cara kamu begitu
kacau dan itu membuat ayah marah. Pagi-pagipun ayah senantiasa marah kepada
engkau dan berharap agar engkau dapat hidup lebih tertib.
Kemudian hal
itu berulang di sore hari manakala engkau tengah asyik bermain dengan temanmu,
ayah mengelandang engkau dan membuatmu
malu terhadap teman-temanmu. Ayah lantas menyuruhmu mandi dan belajar mengulang
pelajaran, padahal kamu mengatakan sudah belajar tadi sepulang sekolah dan baru
nanti malam belajar kembali. Namun sore ini ia telah berjanji dengan teman-temanya
untuk bermain di lapangan. Ayah tetap berkehendak engkau berdisiplin dalam
hidup.
Hmm, nak entah
sampai kapan ayah tak memarahi kamu? Ayah terlampau menuntut engkau untuk hidup
secara dewasa dan berdisiplin penuh, namun ayah mengesampingkan bahwa engkau
masih anak-anak yang butuh bermain. Ayah terlampau berharap agar engkau setara
dengan orang dewasa dalam berlaku.
Masih ingatkah
engkau? Dimana saat ayah memukul engkau dan engkau menangis, itu membuat hati
ayah terluka, maaf kan ayah telah membuat hatimu terluka. Namun engkau tak
berkata sepatah katapun dan engkau dengan hangat memeluk dan mencium ku.
Sungguh nak! Pelukan dan ciuman engkau membuat taman hati yang kering menjadi
segar dan subur kembali. Arti peluk dan cium dari mu membuat hati dan jiwa ini
luluh, kekerasan hatiku meleleh semua berkat kasih Tuhan yang tersalurkan
melalui dirimu. Arti kecup dan ucapan selamat malam mu kepada ku sungguh telah
mengubah segalanya, hati kecilmu sebesar fajar di bukit yang luas.
Inilah sebuah
pengakuan dosa; jikalau ayah menceritakan semua ini saat kamu terjaga. Ayah
tahu engkau tidak akan memahaminya. Tetapi besok ayah akan menjadi ayah yang
sejati! Ayah akan menjadi sahabatmu; menderita di kala kamu menderita, dan
tertawa di kala kamu tertawa. Ayah akan menggigit lidah kalau hendak muncul
kata-kata tidak sabar. Ayah akan terus berkata, “Ia hanya seorang anak-anak
kecil”
0 komentar:
Post a Comment