“Orang
cerdik bertindak dengan pengetahuan, tetapi orang bebal membeberkan kebodohan”. (Ams 13:16).
Syahdan di suatu hutan belantara hiduplah seekor singa yang menjadi raja di
wilayah itu namun ia begitu lalim dalam memerintah kerajaannya. Ia begitu keji
tak ada kasih yang tercermin dalam kehidupannya. Ia membuat peraturan bahwa
rakyatnya setiap bulan harus memberikan persembahan khusus secara bergilir
yaitu mempersembahkan baik anggota keluarganya maupun setubuh rakyat tersebut.
Tepat bulan ini adalah giliran keluarga kijang yang harus memberikan
persembahan. Keluarga itu mempunyai lima anggota keluarga dimana kedua
suami-istri kijang itu telah lanjut usia sedangkan anak-anaknya dua masih kecil
dan satu yang telah dewasa. Ayah mereka telah sepakat untuk memberikan tubuhnya
sebagai persembahan, namun hal ini di cegah oleh anaknya yang dewasa, sebut
saja Monti. Monti teramat mengasihi kedua
orangtuanya dan juga adik-adiknya maka ia mengajukan kepada panitia kerajaan
bahwa yang akan menjadi persembahan kali ini adalah dirinya.
Monti mencari jalan keluar dari semua persoalan itu, siang malam ia
merenung dan berdoa kepada Tuhan untuk memimpin perjuangan hidupnya dan
kelangsungan hidup masyarakat sekitar dari kezaliman raja dan pemerintahannya.
Saat monti keluar pada dini hari disaat hati
ia galau, berjalanlah ia ke belakang hutan dan disana ia terhentikan oleh
sebuah sumur, ia melongok ke dalam sumur itu tampaklah bagaimana dalamnya, namun sumur itu begitu jernih sehingga bayangan dirinya
begitu jelas di bawah sana. Terlintas olehnya suatu rencana yang bagus dan ia
pun memohon kepada Tuhan untuk turut campur dalam rencananya dan memberikan
kekuatan akan rencana itu dan di akhir doanya ia membubuhi tanda tangan Tuhan
yaitu, jadilah kehendak-Mu bukan kehendak aku.
Esok harinya ia tidak langsung menuju ke istana namun ia sengaja memutar
arah dan membuat dirinya terlambat sampai di istana. Lama sang raja menanti
sarapan hingga ia kehilangan kesabaran dan menyuruh punggawanya menyusul ke
rumah keluarga kijang, namun sebelum para punggawa keluar untuk menjemput
Monti, datanglah Monti. Ia menghadap sang raja dan memohonkan ampunan atas
keterlambatanya.
Raja bertanya, “Mengapa kamu datang terlambat? Apakah kamu hendak
memungkiri apa yang telah menjadi ketetapan bagi mu? Tadinya apabila kamu tidak
datang maka aku akan mengambil seluruh keluargamu untuk ku jadikan santapanku”.
“Ampun, baginda raja yang sangat mulia dan engkau adalah raja yang perkasa.
Aku terlambat karena harus menghadap dahulu kepada seekor singa yang besar dan
kuat yang sebelum engkau menetapkan aku menjadi santapanmu, sebetulnya ia
dahulu yang telah menjadikan aku sebagai santapannya. Aku berkata kepadanya
bahwa aku bukan miliknya dan aku katakan bahwa aku milik engkau. Namun ia tak
mau tahu dan katanya, tidak tahukah kamu bahwa akulah yang terbesar dan
terkuat. Tidakkah kamu lihat dia telah tua dan tak mungkin dapat menang melawan
aku yang kuat dan gagah”.
Mendengar pembicaran Monti, sang raja pun merasa berang dan meminta kepada
Monti untuk membawa dia ke tempat singa itu. Monti dengan senang membawa sang
raja ketempat sumur itu, sesampainya disana Monti sengaja melongok ke bawah
sumur dan diikuti oleh sang raja singa. Singa itu melihat satu bayangan yang
mirip dengan dirinya, lantas ia mengaum dan aumannya di balas oleh bayangannya
sendiri. Raja itu tak menerima aumannya di balas lantas ia langsung menerjang
musuhnya yang tak lain adalah bayangannya sendiri. Dan singa itu harus membayar
mahal atas kesombongan dan kebodohannya, akhirnya ia mati mengenaskan di dalam
sumur.
0 komentar:
Post a Comment