KITA ADA BUKAN KARENA KEBETULAN
“Mata-Mu melihat selagi aku bakal
anak dan dalam Kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum
ada satupun daripadanya” (Mzm. 139:16)
Adakah aku dapat
memilih dalam hidup ini? Mengapakah aku terlahirkan seperti apa adanya kini?
Untuk apakah aku terlahir di dunia ini?, beruntai ragam pertanyaan hinggap
dalam benakku, aku terpana kala ku menengok setiap detik kejadian yang telah
terjadi dalam setiap hirupan napas kehidupan. Apakah semua itu adalah karena
faktor kebetulan, seperti halnya sebuah teori “big bang” yang terkenal dalam
pengetahuan manusia? Ah, aku tak mempercayai akan teori itu. Dalam cermin ku
lihat bayang diriku dan aku bertanya siapakah aku? Aku bingung! Tak dapat
menjawab sebuah pertanyaan sederhana tersebut. Manakala ku lihat sebuah
bangunan gedung, ada decakan kagum dalam hati begitu megah dan kokohnya
bangunan itu, milik siapakah dan siapakah yang membuatnya? Yakinlah bangunan
itu tidak berdiri dengan sendirinya, ia pasti ada yang membuatnya, untuk apa
bangunan itu di buat dan dalam proses pembuatannya pasti melalui suatu proses
rancangan dan perencanaan yang sangat teliti serta begitu detail hingga
akhirnya terbentuk suatu bangunan yang indah, kuat dan kokoh.
Aku kembali
pada diriku, apakah aku terlahir karena faktor kebetulan? Jawabnya tidak! Kita
ada ada bukan karena suatu kebetulan, kelahiran kita bukanlah suatu kesalahan
atau kesialan dan kehidupan kita bukanlah sesuatu yang tidak diharapkan oleh
alam. Tetapi Allah yang menciptakan kita telah merencanakan keberadaan kita,
Dia sungguh mengharapkan kelahiran kita. Jauh sebelum kita ada dalam benak
kedua orangtua, kita sudah ada dalam pikiran-Nya. Allah merancang setiap senti
tubuh kita, dengan terencana dan penuh ketelitian, Dia memilih ras, warna
kulit, rambut, mata, serta setiap karakteristik lainnya. Semua yang Dia
tentukan untuk kita adalah yang sesuai dengan tujuan yang Dia maksudkan kepada
kita.
Sama halnya
sebuah bangunan yang dibuat dan tercipta pasti ada fungsi dan tujuan dari
pemiliknya untuk apa bangunan itu dibuat? Begitupula dengan diri kita, Allah
membentuk dan menciptakan kita adalah yang sesuai dengan tujuan yang Dia
maksudkan kepada kita.
“Tulang-tulangku
tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat tersembunyi dan aku
direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah” (Mzm. 139:15). Dia adalah
Allah yang Mahaperkasa, Ia membuat kita dilahirkan serta berapa lama kita hidup
di dunia ini. Dia terlebih dahulu merencanakan hari-hari kita dibentuk dan
diproses, dengan ketelitian yang luarbiasa Ia memilih waktu-waktu yang tepat
untuk kehidupan kita baik saat di lahirkan, proses menjalani kehidupan, hingga
batas akhir kehidupan kita. Allah tidak membiarkan satu bagian pun terjadi
secara untung-untungan, Dia telah merencanakan semuanya untuk tujuan-Nya. Allah
tidak serampangan dalam penciptaan-Nya, Dia adalah Kasih, kita adalah
masterpiece dari semua ciptaan-Nya. Oleh karenanya alam semesta yang Ia
ciptakan di percayakan penguasaan dan pengelolaannya kepada kita.
Terpikirkankah oleh kita mengapa Allah melakukan semua ini? Mengapa Dia
bersusah payah menciptakan alam semesta ini untuk kita? Semua itu karena Dia
adalah Mahakasih dan Allah mengasihi kita lebih dari apa pun yang Dia ciptakan.
Kita diciptakan sebagai sasaran khusus dari kasih Allah! Allah menjadikan kita
supaya Dia dapat mengasihi kita. Kasih Allah begitu sempurna dan sulit bagi
kita untuk merangkainya dalam susunan kalimat. Kasih Allah kepada kita begitu
dasyat hingga meredam hangat murka-Nya.
BAGAIMANA AKU MEMANDANG
KEHIDUPAN
“Untuk
segala sesuatu ada waktunya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya” (Pkh.
3:1)
Sekali lagi
aku menengok kebelakang apa yang telah terjadi dalam kehidupanku? Ada apakah
dengan kehidupan ku, hari-hari yang terlampaui seakan tak nampak sisi indah
dari perjalanan kehidupanku ini. Tak seperti indahnya gugusan alam yang permai,
relung jiwa terbelit akan kefanaan yang terbujur dalam indahnya gepita dunia
yang kupandang dari kasat mataku. Apabila kupandang jauh sebelum aku mengenal
Dia yang kini aku bertekuk lutut di haribaan kaki-Nya, aku melihat begitu
nyaman dan indahnya kehidupan yang terjadi. Hari-hariku nampak terpenuhi
kemudahan, segala yang diinginkan manusia telah hinggap dan hadir dalam
kehidupanku walau bagi sebagian orang tentu masih kurang dibandingkan dengan
milik mereka. Aku telah memiliki sebuah keluarga yang lengkap dan sarana serta
prasana yang hinggap pun telah lengkap. Tempat bernaung untuk melindungi dari
hujan dan teriknya panas mentari telah kumiliki, dalam hal sarana penunjang
lainnya pun aku miliki. Mengapa saat aku memilih Engkau sebagai Tuhanku dan
menyakini-Mu yang akan selalu melindungi Engkau berbuat seperti ini? Itulah
suara keluh hati manakala ku melihat apa yang terjadi dalam kehidupanku.
Satu
persatu Kau lucuti sarana dan prasana yang kumiliki, hingga akhirnya apa yang
menjadi kebanggaan dalam diri dan kehidupanku tak bersisa. Pahit ku rasakan
manakala melihat apa yang telah terjadi, usaha yang kubangun jauh sebelum
mengenal-Mu kini telah hancur, bangunan yang telah aku rencanakan hilang begitu
saja, kini apa yang telah kumiliki semua lenyap bagaikan dilahap bumi.
Adakah yang tersisa dalam hidupku? Tidak!
Bahkan kini pekerjaan yang telah datang menghampiri kehidupan, terlucuti sudah!
Bagaimana dengan diri ini dalam menghadapi hari-hari ku kedepan? Ada secungkil
kegelisahan dan kekhawatiran hinggap di dalam hati. Inikah suatu perjalanan
hidup yang telah dirancangkan Tuhan untuk ku dan keluargaku? Ah, mengapa Tuhan!
suatu pekikan celoteh keraguan menerpa dalam ragam kehidupanku. Hanya sebatas
itukah aku mempercayai Tuhanku? Apakah hanya karena masalah ini aku menjadi
lemah? Tidakah aku rasakan betapa Tuhan senantiasa bekerja dalam kehidupanku
dengan penuh Kasih-Nya, pandanglah hidup ini dengan mata rohanimu, begitu
batinku berkata. Lanjutnya, ingatlah hari-harimu semua telah Ia rancang dengan
penuh hikmat dan tak satupun dari rancangan-Nya yang mendatangkan kemalangan
bagi hidupmu, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan
apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan
damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari
depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11). Jatuh bangunnya kehidupan kita Ia
telah rancangkan jauh sebelum kita mengalaminya, Ia melihat semua yang terjadi
dalam kehidupan kita, dan Ia menanti bagaimana kita menjalani proses itu.
Masihkah kau mempercayai-Nya hai jiwaku yang meradang, ataukah kau hatiku masih
menyimpan kepiluaan?
APAKAH PENDORONG AKU HIDUP?
“Karena siapakah yang mengetahui apa
yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia,
yang ditempuhnya seperti bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada
manusia apa yang akan terjadi di bawah matahari sesudah dia?” (Pkh. 6:12).
Kehidupan
setiap orang senantiasa didorong oleh sesuatu, dalam hal ini aku bertanya pada
diriku, apakah yang menjadi daya pendorong dalam kehidupanku? Mungkinkah kini
aku di dorong oleh suatu masalah, tekanan, kekecewaan atau oleh ingatan yang
menyedihkan, rasa ketakutan bahkan kehilangan kepercayaan diri. Yah! ragam gejolak
kehidupan senantiasa mewarnai setiap langkah hidup seorang manusia, tak peduli
ia seorang presiden, raja, pejabat penting, pengusaha bahkan rakyat jelata
pasti mengalami gejolak dalam langkah kehidupannya. Seperti halnya samudera
raya tidak selalu menampakkan ketenangan, ia pasti akan membawa gelombang baik
besar maupun kecil untuk membawakan kebaikan atau bahkan keburukkan, namun
dalam hal seperti itulah yang akan nampak kemegahan dari akhir segala proses.
Tidak satupun yang akan terhindar dari gejolak kehidupan karena hal itu adalah
suatu bahan yang sangat baik untuk menjadikan manusia semakin dewasa dalam
menyingkapi kehidupan. Ada banyak kondisi nilai dan emosi yang senantiasa dapat
mendorong kehidupan setiap kita, apakah faktor-faktor yang menjadi pendorong
dalam kehidupan kita?
Di Dorong Oleh Rasa Bersalah
“Dan aku melihat bahwa segala jerih
payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati seseorang terhadap
yang lain. Ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pkh. 4:4)
Aku dan
Anda adalah produk dari sebuah perjalanan masa lalu, keberadaan kita kini tak
terlepas dari apa yang telah terjadi di masa lalu. Masa yang berada di belakang
adalah suatu sejarah yang telah terukir dalam kehidupan kita. Yah! Kita harus
mengakuinya bahwa kita adalah produk dari masa lalu yang mungkin sarat akan
banyak kesalahan. Namun banyak dari kita menghabiskan seluruh hidup dengan
berlari dari rasa penyesalan dan menyembunyikan rasa malu. Orang-orang semacam
ini senantiasa didorong oleh rasa bersalah dan akhirnya di manipulasi oleh
ingatn-ingatan mereka. Pada akhirnya mereka membiarkan masa lalunya
mengendalikan masa depan mereka. Seringkali secara tidak langsung mereka
menghukum diri sendiri dan merusakkan keberhasilan mereka sendiri.
Tujuan
Allah tidak dibatasi oleh masa lalu kita, ingatlah bagaimana Allah mengubah
Musa dari seorang pembunuh menjadi seorang pemimpin yang besar, mengubah Gideon
yang pengecut menjadi seorang pahlawan yang pemberani, serta Rasul Paulus yang
seorang penganiaya yang kejam menjadi pemimpin yang setia dan penuh kasih.
Yakinlah Dia pun mampu melakukan hal-hal yang ajaib dalam kehidupan kita, Allah
adalah ahli dalam memberi sesuatu awal yang baru, “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya
ditutupi” (Mzm. 31:1).
Di Dorong Oleh Kebencian dan
Kemarahan
“Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh
oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati” (ayub. 5:2)
Kadang
dalam hidup kita mengalami hal-hal yang menyakitkan hati, baik di tempat
pekerjaan, rumah tangga, gereja dan dimanapun kita berada. Hal itu adalah suatu
dinamika dalam kehidupan ataupun warna yang menjadikan kehidupan ini penuh
dengan corak dan ragamnya. Namun lebih dari itu permasalahan-permasalahan yang
timbul semua itu adalah suatu sarana dari Tuhan untuk membentuk salah satu
karakter di dalam diri kita. Permasalahan itu timbul adalah sebagai alat
pengasah agar kita lebih dewasa lagi dan juga lebih tajam dalam menanggapi
pelbagai persoalan hidup.
Namun
kebanyakan dari kita senantiasa mempertahankan kepahitan dan tidak pernah
sembuh darinya, bukannya melepaskan
penderitaan melalui pengampunan bahkan sebaliknya mengulangi berkali-kali dalam
pikiran akar kepahitan itu. Yang akhirnya menyebabkan borok di dalam hatinya
semakin tumbuh berkembang menjadi suatu “kanker” yang mematikan hatinya. Banyak
dari kita menanggapi akan “kepahitan” dengan perasaan benci dan menyimpan
kemarahan, adapula yang mencetuskannya dengan kemarahannya kepada orang lain,
kedua tanggapan itu sangat salah. Tuhan meminta kita untuk menanggapi setiap
permasalahan dengan kebenaran-Nya bukan dengan reaksi yang negatif, respon dan
tanggapilah setiap permasalahan dengan kebenaran Tuhan.
Kebencian
selalu lebih melukai diri kita sendiri ketimbang orang yang kita benci.
Sementara itu orang yang menyakiti hati kita mungkin telah melupakan
perbuatannya dan melanjutkan kehidupan mereka, namun percayalah apabila kita
selalu mengabadikan masa lalu maka penderitaanlah yang akan kita peroleh.
Ingatlah masa lalu adalah masa lalu, kita tidak dapat mengubah masa lalu kita.
Apa yang telah terjadi dimasa lalu adalah sebuah sejarah dalam kehidupan kita,
dan kita hidup dimasa kini dan masa yang akan datang. Maka mulailah tanamkan
dalam hati kita suatu sifat penuh pengampunan dan muliakanlah Tuhan kita
melalui sikap hati yang penuh pengampunan karena sesungguhnya dengan mempunyai
sikap hati seperti itu kita pun telah melayani Tuhan dan memuliakanNya dengan nilai-nilai
dari sikap hidup kita.
Di Dorong Oleh Rasa Takut
“Di dalam kasih tidak ada ketakutan;
kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman
dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh. 4:18)
Kehidupan
perekonomian adalah suatu dasar dalam kehidupan, namun bukanlah hal yang
mendasar dan hakiki dalam kehidupan kita namun dalam kenyataan faktor ekonomi
senantiasa menjadi faktor yang kuat yang mendasari pola kehidupan manusia yang
bahkan menjadi salah satu faktor pemicu stres yang mencondongkan hati manusia
kepada ketakutan dan lengah pada pengharapan Tuhan. Di iklim ekonomi yang serba
tidak menentu ini banyak sudah perusahaan yang menutup usahanya dan banyak pula
yang memutuskan hubungan kerja alias PHK yang tentunya berdampak pada kehidupan
itu sendiri. Banyak akhirnya manusia berputus asa dan mengalami ketakutan dalam
menggapai hari esok.
Ketakutan
dapat pula diperoleh dari suatu peristiwa yang menimbulkan traumatik,
harapan-harapan yang tak masuk akal yang tercanangkan dalam impian kalbunya
yang pada kenyataannya tak menjadi nyata, ataupun akibat dari faktor genetika.
Orang-orang yang didorong oleh ketakutan seringkali kehilangan kesempatan-kesempatan
besar oleh karena mereka takut untuk menanggung resiko. Sebaliknya mereka
senantiasa mencari titik aman, menghindari resiko-resiko dan berupaya keras
untuk mengamankan status quo. Padahal hidup mengandung berbagai ragam resiko
dan permasalahan mengapa kita mesti takut untuk menghadapi kehidupan ini?
Ketakutan adalah sebuah penjara yang dibangun oleh diri sendiri yang akan
menghalangi kita untuk menjadi yang Allah inginkan. Kita harus berjuang keras agar
kita jangan hidup nyaman dalam zona aman, namun kita harus dapat hidup diluar
zona aman. Seperti halnya Rasul Paulus yang dengan penuh keyakinan berani hidup
bersama Tuhan Yesus dengan melepaskan segala sesuatu yang membuatnya hidup
dalam kenyaman, tetapi ia lebih rela hidup menderita di dalam Yesus.
Di Dorong Oleh Materialisme
“Siapa mencintai uang tidak akan
puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan
penghasilannya. Inipun sia-sia” (Pkh. 5:10)
Keinginan
untuk memilki menjadi sasaran dalam kehidupan, dorongan untuk selalu menjadi
lebih dari yang lain senantiasa didasari oleh suatu dogma bahwa apabila
memiliki sesuatu yang lebih banyak dibandingkan yang lain akan membuat kita
menjadi lebih bahagia, lebih penting, dan lebih aman. Akan tetapi semua itu
adalah suatu yang sia-sia, pada dasarnya hal-hal seperti itu hanyalah bersifat
sementara dan hanya memberikan kebahagian yang sementara, tidak kekal namun
hal-hal yang bersifat temporer. Memuaskan suatu kepuasan tidak akan pernah ada
ujungnya malah akan membuat hati kita semakin menderita dan malah jauh dari kebahagian.
Juga suatu mitos yang salah dimana dikatakan bahwa jika kita mendapat lebih
banyak maka hidup akan lebih nyaman dan menjadikan kita akan lebih penting.
Nilai diri kita tidaklah sama dengan apa yang kita miliki, kita tidak di nilai
dan di tentukan dari berapa banyak barang berharga yang kita punyai, berapa
banyak dari uang yang kita miliki, kendaraan, tanah, rumah dan sebagainya yang
bersifat fana. Namun realita di kehidupan akhir zaman ini manusia di ukur oleh
berapa banyak harta benda yang dimiliki. Sama halnya pada zaman Nuh dimana
manusia bersaing dalam pengumpulan harta bahkan parahnya menjadikan mereka lupa
kepada yang telah menciptakannya, mereka bertuhankan pada apa yang mereka
miliki bahkan ada yang mentuhankan dirinya sendiri dikarenakan kelebihan harta
yang dimilikinya. Pengkhotbah mengatakan bahwa tidak ada yang baru di kolong
langit ini semua sudah pernah ada dan tidak ada yang dikatakan baru sebab semua
telah terjadi sebelumnya hanya waktu dan zamannya yang berbeda.
Mitos yang
paling umum mengenai uang adalah apabila kita memiliki uang yang banyak maka
akan membuat kita lebih aman dalam mengarungi bahtera kehidupan, karena dengan
uang kita dapat berbuat apa yang kita inginkan. Kekayaan dapat hilang dalam
sekejap melalui beberapa faktor yang tidak bisa kita kendalikan. Seperti halnya
Ayub yang begitu saleh dan kaya raya pada zamannya namun Tuhan menguji
keimanannya melalui harta benda yang ia miliki bahkan melalui jiwa-jiwa yang ia
kasihi, dengan kuasa Tuhan dalam satu hari, Ia lenyapkan apa yang Ayub telah
kuasai. Allah yang memberi maka bagi Allah amat mudah untuk mengambilnya
kembali, bagi Dia tidak ada satu pun kuasa yang dapat menghalangi kuasa-Nya.
Belajar dari Ayub bahwa harta benda, jiwa yang di kasihi bahkan tubuh tidaklah
berarti dengan kemuliaan Tuhan, Ayub menanggapi semua permasalahan dengan
respon yang penuh kebenaran Tuhan dan lewat nilai yang Ayub keluarkan dari
permasalahan yang Tuhan ijinkan terjadi maka kemuliaan Tuhan telah Ayub
tegakkan. Belajar dari Ayub, rasa aman yang sesungguhnya hanya dapat ditemukan
di dalam apa yang tidak pernah dapat diambil dari kita yaitu hubungan kita
dengan Allah.
KEHIDUPAN YANG MEMILIKI TUJUAN
“Sebab
Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu,
demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan
kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer.
29:11)
Ibarat
seorang pelancong yang hendak bepergiaan tentulah ia sebelum melakukan kegiatannya
ia pasati akan merencanakan, mempersiapkan dan juga apa tujuan ia pergi ke
tempat yang tersebut. Tentu semua itu harus melalui tahapan-tahapan yang
terencana agar diperoleh hasil yang optimal. Begitupula manakala kita
mendapatkan suatu pekerjaan baru banyak dari pewawancara yang menginterview
senantiasa menanyakan tujuan daripada kita melamar di perusahaan tersebut. dan
hal seperti itupun berlaku di dalam mengarungi kehidupan ini, dimana kita harus
mengerti, memahami, dan mengetahui akan tujuan kita hidup di dunia ini. Sebab
itu tidak ada hal yang lebih penting daripada mengetahui tujuan-tujuan Allah
bagi kehidupan kita, tanpa tujuan kehidupan bagaikan gerakkan tanpa makna,
tanpa arah dan peristiwa tanpa alasan, percayalah tanpa suatu tujuan kehidupan
ini menjadi tidak bermakna.
Karena
apabila kita telah mengenali akan tujuan hidup itu sendiri, ia akan menjadi Ruh
yang membimbing, menguatkan, dan memberikan spirit yang sangat besar manakala
kita menghadapi pelbagai badai dari kehidupan. Tujuan hidup ibarat blue print
bagi kehidupan kita, ia dapat menjadi suatu landasan dalam menjalani kehidupan
ini. Kenalilah tujuan hidup kita karena dengan mengenali tujuan itu kita akan
beroleh manfaat yang besar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini, apa saja
manfaat yang dapat kita peroleh apabila kita mengetahui akan tujuan hidup ini?
Memberi Makna Bagi Kehidupan
Kita
Ibarat
sebuah produk yang di buat oleh manusia, semisal sebuah kendaraan roda empat
atau mobil. Tentunya kendaraan yang tercipta itu adalah berguna dan bermanfaat
sebagai sarana penunjang dalam kegiatan sehari-hari, melindungi dari hujan dan
terik matahari, mempermudah dalam mencapai ke tempat yang di tuju juga
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengendara dan banyak lagi tujuan dari
sebuah kendaraan tercipta.
Apalagi
dengan manusia yang diciptakan Allah untuk memiliki makna bagi dirinya maupun
alam sekitar, apabila kehidupan memiliki makna, kita bisa menanggung hamper
segala hal. Namun tanpa makna, tidak sesuatu pun yang dapat kita menanggungnya.
Tetapi lebih dari itu semua tanpa Allah, kehidupan tidak memilki makna, tanpa
makna, kehidupan tidak memiliki arti atau harapan. Harapan sam pentingnya
seperti udara dan air bagi kehidupan kita, karena harapan adalah sauh yang kuat
dalam menggapai tujuan kehidupan itu sendiri.
Ayub
mengatakan, “Hari-hariku berlalu lebih
cepat daripada torak, dan berakhir tanpa harapan” (Ayub. 7:6).
Harapan
muncul manakala ada tujuan, jika kita merasa putus asa, bertahanlah!
Perubahan-perubahan yang sungguh mengagumkan akan terjadi dalam kehidupan
apabila kita menjalaninya dengan suatu tujuan dalam memenuhi kehendakNya. Dalam
hal ini saya pun pernah mengalami bagaimana saya hamper menyerah dan berputus
asa dari apa yang terjadi dalam kehidupan saya dimana baru saja saya mendapatkan
sebuah pekerjaan. Dimana pekerjaan itu amat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup
kami sekeluarga namun entah kenapa saya diputuskan dari pekerjaan tersebut
dengan alas an yang tidak rasional dan sulit dipercaya. Kami sempat khawatir
dan kalut bagaimana kami akan bertahan hidup, bagaimana kami membayar sekolah
anak, makan, bayar kontrakkan rumah? Tetapi kami sekeluarga meyakini bahwa
apapun yang Tuhan putuskan pasti adalah baik bagi kita. Dan kami di ingatkan
bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil bagi mereka yang mengasihi dan
mempercayai akan kuasaNya, “Bagi Dialah,
yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan,
seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Ef. 3:20).
Memudahkan Kehidupan Kita
“Mengapa kamu berseru kepada-Ku
Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakana?” (Luk. 6:46).
Hidup tanpa
adanya tujuan yang jelas mengakibatkan kita tidak memiliki dasar untuk
pengambilan keputusan, membagi waktu, dan menggunakan seluruh potensi yang kita
miliki, kita akan cenderung membuat pilihan-pilihan berdasarkan situasi tekanan
dan suasana hati pada saat itu. Pada dasarnya orang-orang yang tidak dapat
mengenali tujuan senantiasa berusaha untuk melakukan terlalu banyak hal dan
akhirnya hal itulah yang menyebabkan rasa tertekan, kelelahan dan konflik.
Dengan adanya tujuan hidup kita dapat menentukan apa yang harus dikerjakan dan
apa yang tidak perlu dikerjakan. Tujuan akan menjadi patokan yang dapat kita
gunakan untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan mana yang penting dan mana yang
tidak.
Sebagai
ilustrasi saya akan menceritakan sedikit suatu kisah dari aKtor laga hongkong
yaitu Jet Lie dimana bagi sebagian penggemar film kungfu mandarin tentu sangat
mengenal tentang seorang Jet Lie, namun tahukah Anda bagaimana ia dapat beroleh
ketenaran di Hollywood?
Jet Lie
adalah satu-satunya aktor laga besar Asia yang dapat menyaingi Jackie Chan.
Namun demikian, ketika ia hendak mengembangkan karirnya di Hollywood, ia hanya
dianggap sebagai aktor kecil yang tidak ada apa-apanya. Setelah berjuang
panjang, akhirnya ia ditawari main dalam sebuah film produksi Hollywood dengan
bayaran yang jauh dari standarnya, hanya $1 juta US Dollar. Awalnya ia ragu
untuk mengambil pekerjaan itu, setelah lam berpikir akhirnya ia pun menerima
tawaran tersebut namun apa yang terjadi selanjutnya, ia hanya akan menerima
honor $75.000 US Dollar, bahkan terakhir turun menjadi $50.000 US Dollar, tentu
saja angka sebesar itu tidak ada apa-apanya bagi Jet Lie mungkin malah habis
untuk membayar kuasa hukum, manajer dan biay promosi. Tetapi dengan kerendahan
hati ia tetap menerima bayaran itu.
Sekalipun
dalam film pertamanya di Hollywood ia hanya mendapat peran sebagai penjahat dan
walaupun dalam film itu bertaburan bintang-bintang besar Hollywood namun,
akting Jet Lie di film tersebut sungguh menonjol dan mendapatkan apresiasi yang
luarbiasa besar di kalangan sineas maupun penonton yang menonton film tersebut.
Kungfu China yang ia peragakan pada film tersebut sungguh sempurna dan luarbiasa
mendekati kenyataan dan membuat decak kagum serta histeria penonton.
Setelah
itu, produser datang dengan sendiri kepada Jet Lie dengan sikap hangat dan
tulus, serta menawarkan kembali kerjasama dan memberikan peran utama dalam
produksi film berikutnya dan tentunya dengan bayaran yang fantastis yaitu
sebesar $17 juta US Dollar, bayangkan berapa kali lipat honor yang Jet Lie
peroleh? Disinilah Jet Lie memperlihatkan akan nilai kehidupannya dimana ia
tidak mengambil keputusan disaat dirinya yang merupakan aktor besar Asia hanya
diberi honor kecil tapi ia pantang untuk berlaku sombong namun dengan yakin ia
menerima tawaran tersebut dan apa yang diperoleh selanjutnya? Jet Lie mengenali
Tujuan Hidupnya dengan merespon dari apa yang terjadi dengan menanggapi hal tersebut
dengan sikap bersahaja tanpa bereaksi aroganisme, ia menyakini kesempatan ini
datang dari Tuhan dan sesuai dengan Tujuan-Nya.
Dari
ilustrasi di atas tentulah Jet Lie pun sebelum mengambil keputusan pastilah
terjadi komplik dalam dirnya sendiri juga dari orang-orang disekitarnya,
situasi-situasi yang di rencanakan Allah dalam pencapaian tujuan-Nya senantiasa
mengandung dua pilihan untuk mengikuti kehendak-Nya ataukah mengikuti kehendak
kita. Dari itu semua kita harus peka akan kehendak Allah dalam mengambil
keputusan dalam setiap segi kehidupan kita, tetaplah kerjakan bagian kita dan
kita serahkan hasil akhirnya kepada keputusan Allah, jadikan tanda tangan Allah
sebagai akhir dari doa kita, yaitu “Jadilah Kehendak Allah bukan kehendak
kita”.
Dan juga
mustahil bagi kita untuk berlaku sesuai dengan keinginan semua orang, kita
hanya cukup waktu untuk melakukan hanya kehendak Allah. Lakukanlah dan kerjakan
apa yang harus kita perbuat dengan optimal dan perbuatlah semua itu untuk
pencapaian tujuan-Nya. Kehidupan yang memiliki tujuan membawa pada gaya hidup
yang lebih sederhana dan jadwal yang lebih terkendali, “Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula
yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak” (Ams. 13:7).
Membuat Kehidupan Memiliki
Fokus
“Sebab itu janganlah kamu bodoh,
tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Ef. 5:17).
Tujuan akan
memusatkan usaha dan energi kita pada hal-hal penting, kita akan menjadi
efektif karena bersikap selektif. Sudah merupakan sifat dasar manusia yang
senantiasa dibingungkan oleh hal-hal kecil dalam kehidupan dan menjadikan
hal-hal itu menjadi hal besar yang mengganggu kehidupannya. Pada akhirnya
berdampak kepada sebuah keputus asaan dab banyak orang akhirnya menjalani kehidupan
dalam putus asa secara diam, bersikap stagnan dalam menyingkapi problematika
yang sedang terjadi.
Yakinlah
tanpa tujuan yang jelas, kita akan terjerumus pada kehidupan yang
terombang-ambing tanpa kita menyadarinya, kita akan terus mengubah arah, pekerjaan,
hubungan, gereja, lingkungan dan senantiasa berharap setiap perubahan yang kita
lakukan akan menghentikan kebingan atau kekosongan di dalam hati. Kita mungkin
akan berpikir, mungkin sekarang akan berbeda dengan kondisi yang telah di ubah,
tetapi benarkah semua itu sudah memecahkan masalah yang sesungguhnya? Tentulah
tidak sebab hal itu hanya bersifat sementara tidak mengenai akar permasalahan
yang sesungguhnya, tetapi fokus pada tujuan akan mendatangkan keberhasilan yang
sesungguhnya.
Ibarat
cahaya, fokus memiliki kekuatan yang menyebar dan kekuatan atau pengaruh.
Tetapi kita dapat memanfaatkan energinya dengan dengan selalu focus kepada
tujuan. Ibarat sebuah kaca pembesar apabila sinar matahari yang melewatinya dan
di fokuskan kepada sebuah kertas maka kertas tersebut akan terbakar. Dan
apabila sebuah cahaya lebih difokuskan lagi seperti halnya sinar laser, maka ia
akan dapat memotong sebuah baja.
Kekuatan
dari sebuah kehidupan adalah fokus pada tujuannya dan tetap berpegang kepada
apa yang menjadi kehendak-Nya, intinya kita pun harus peka akan apa yang
menjadi kehendak Allah dalam setiap persoalan yang Ia perhadapkan kepada kita
baik kecil maupun besar. Berhentilah untuk bermain-main dan untuk mencoba melakukan segala hal, bahkan
kurangi kegiatan-kegiatan yang baik serta hanya melakukan hal-hal yang penting.
Jangan pernah mengacaukan antara aktivitas dengan produktivitas, dengan kata
lain kita dapat sibuk tanpa memilki tujuan, tetapi untuk apakah hal itu?
Untuk
memudahkannya saya akan menceritakan sebuah ilustrasi ;
Alkisah,
ada seorang mahasiswi yang lulus dengan nilai terbaik “Cum Laude”. Setelah
setahun mencari pekerjaan kesana-kemari, ternyata tak kunjung juga ada
pekerjaan yang cocok. Merasa dirinya adalah lulusan terbaik, ia senantiasa
meminta gaji yang lebih tinggi dari harga pasaran. Walaupun telah banyak
dinasehati oleh orangtuanya, ia selalu berkata bahwa ia adalah lulusan terbaik
dan layak mendapatkan gaji yang tinggi dan sesuai dengan kepintarannya.
Merasa
perkataannya tidak mempan kepada putrinya yang keras kepala, suatu hari, ia
mengajak putrinya untuk menemaninya berjualan buah-buahan di kiosnya di pasar.
Ketika seorang pembeli menanyakan harga buah apael per kilo, ibu itu menjawab
“Sembilan belas ribu rupiah, tidak kurang” sementara harga pasaranya lima belas
ribu. Akhirnya, beberapa pembeli pun mengurungkan niat untuk membeli walaupun
mereka tertarik akan buah apael yang ibu itu jual.
Melihat hal
itu si anak yang sedari tadi memperhatikan ibunya berjualan dengan sedikit
kesal bertanya dan terjadilah dialog seperti ini;
Anak : “Kenapa tidak dikasih kurang sedikit saja,
bu?”
Ibu : “Buah apel kita adalah yang terbaik”
Anak : “Tapi saya melihatnya sama saja, lagi pula
buah apel….yah… hanyalah buah apel!” dengan agak kesal.
Ibu : ”Tidak, buah apael kita tetap yang
terbaik, kita pantas menjualnya lebih mahal” tukas ibunya tegas.
Waktu terus
berlalu, ketika hari mulai siang para pedagang menurunkan harga buah apel
menjadi 12 ribu. Meskipun banyak yang tertarik pada buah apael yang di jual ibu
tersebut, namun ia tetap pada pendiriannya untuk menjual apel sesuai dengan
kehendaknya dan tidak mengikuti harga pasar. Dan ia selalu beragumen kepada
setiap calon pembelinya bahwa apelnya adalah yang terbaik. Ketika waktu telah
semakin siang, para pedagang beranjak pulang karena barang dagangannya telah
terjual habis. Kini tinggal kios ibu itu saja yang masih buka, dan melihat
kejadian itu putrinya semakin kesal kepada perilaku ibunya dan terjadilah
obrolan kembali;
Anak : “Kenapa ibu tidak mengikuti harga pasaran
yang berlaku?” setengah mengeluh
Ibu : “Buah apel kita adalah yang terbaik!”
Anak : “Tapi bu! Coba lihat sepanjang waktu kita
tidak menjual sedikitpun, padahal banyak kesempatan yang telah ada sepanjang
hari tadi”
Ibu : “Biar saja toh apel kita tetap yang
terbaik, siapa peduli!”
Dikarenakan
hari semakin sore akhirnya si ibu memutuskan untuk menutup kiosnya, saat mereka
hendak berbenah, ada orang yang lewat depan kios mereka dan melihat buah apel
yang bagus dan kebetulan ia ingin membelikan buah apel untuk istri dan anaknya.
Dan ia pun menawar buah apel itu 10 ribu perkilo, pemilik kios setuju dan
akhirnya apel itu dijual dengan harga 10 ribu per kilo. Merasa aneh dengan
perilaku ibunya, putrid ibu tersebut pun akhirnya bertanya dengan nada kesal;
Anak : “kita sia-sia menghabiskan banyak waktu
disini, toh akhirnya buah apel itu dijual dengan harga 10 ribu perkilo saja.
Kenapa tidak sedari pagi dijual pada harga pasaran saat kesempatan datang silih
berganti?”
Ibu : “kenapa kamu juga menyia-nyiakan waktu
kamu satu tahun? Kenapa kamu tidak menerima pekerjaan dengan gaji standar dari
dulu? Kalau kemudian terbukti kamu yang terbaik, kamu dapat mengajukan kenaikan
gaji”
Akhirnya
putrinya tersadar, ternyata tindakan ibunya adalah untuk menyadarkan
dirinya.
Memotivasi kehidupan
“Tetapi Allah yang kaya dengan
Rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita.
Telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati
oleh kesalahan-kesalahan kita – oleh kasih karunia kamu diselamatkan” (Ef.
2:4-5).
Tujuan
selalu menghasilkan keinginan yang kuat, tidak ada yang bisa membangkitkan
energi seperti tujuan yang jelas. Sebaliknya keinginan yang kuat akan memudar
bila kita tidak mempunyai tujuan. Seperti halnya saat kita hendak bangun dari
tempat tidur tanpa adanya tujuan yang kuat maka kita tidak akan pernah bangkit
dari tempat tidur. Tujuan itu bagaikan suplemen bagi tubuh manusia, dalam
menjalani kehidupan ini tujuan adalah multi vitamin yang dibutuhkan dalam memompa
semangat hidup, tujuan hidup itu sendirilah yang akan memotivasi kita untuk
selalu berkarya di dalam hidup.
Inilah suatu sukacita yang sejati dalam hidup,
apabila kehidupan kita dipakai Tuhan untuk tujuan kemuliaan-Nya baik dalam
keadaan baik maupun buruk dan dengan sadar kita menyadari bahwa apapun yang
terjadi Tuhan sedang berkarya untuk memakai kehidupan kita sebagai alat
pencapaian maksud dan tujuan-Nya. Kesadaran itulah yang menjadi landasan yang
sangat kuat untuk tetap setia dan berkarya dalam hidup hanya untuk Tuhan,
bukannya sakit-penyakit atau kehidupan yang sulit yang ditanggapi dengan
beragam keluhan yang bersifat mementingkan diri sendiri, yang akhirnya
membawakan kita untuk mengatakan bahwa dunia tidak mau memberikan segalanya
untuk kebahagian kita. Suatu pikiran yang sempit apabila kita hanya menuntut
hak saja kepada Tuhan tanpa kita menjalankan kewajiban kita selaku orang yang
sudah Ia pilih. Alangkah bijaksana dan sungguh suatu perbuatan yang menyukakan
Allah apabila di dalam hidup kita berkata “Allah ku yang amat baik dan teramat
baik, apapun yang Engkau perbuat dalam kehidupanku adalah hal yang terbaik
untukku. Apabila duka maupun sukaku adalah menyenangkan
hati-Mu perbuatlah itu menurut kehendak-Mu dan apa saja yang Engkau ingin aku
perbuat untuk-Mu katakanlah Tuhan”.
Sebuah
ilustrasi :
Seorang
ahli biologi Amerika pernah mendapatkan sebuah rekaman video pengintai yang
sangat menarik. Sejenis burung yang besarnya seperti burung gereja sedang
mencari makan dipantai. Tiba-tiba muncul seekor ular menyerangnya. Siburung
kecil kaget dan mencakar kepala ular dengan salah satu jari kakinya. Walau
demikian, selisih kekuatan ular dan cakaran burung yang berbeda sangat jauh,
membuat cakaran burung kecil tersebut seolah tidak terasa apa-apa bagi ular,
seranganya pun terus berlanjut. Si burung kecil hanya bisa terus-menerus
mencakar kepala ular.
Sesuatu
yang aneh adalah, jari cakar si burung kecil selalu jatuh pada titik yang tetap
tidak bergeser sedikitpun. Entah berapa berlalu, akhirnya burung kecil itupun
berhasil meloloskan diri dari incaran ular. Sebaliknya ular tersebut terkulai
lemas di atas pantai, tidak pernah bergerak sedikitpun alias mati.
Pesan :
Walau fisik
burung kecil dan sangat jauh
dibandingkan ular tidak berarti bahwa dengan keadaan fisik seperti itu is
mengeluh dan akhirnya hanya menerima nasib saja. Tetapi dengan dilandasi tujuan
hidup yang kuat, burung itu melawan kelemahannya dengan terus berusaha tanpa
mengenal putus asa. Tujuan yang kuat telah memberikannya energi yang berlipat
ganda untuk dapat mengalahkan ketidakberdayaannya, ia telah mengalahakan tuan
menyerah, si pengeluh dan putus asa. Ia telah menjadi tuan atas dirinya sendiri
bukan menjadi budak dari ketidak berdayaan.
MEMANDANG KEHIDUPAN DARI SUDUT
PANDANG ALLAH
“Sedang kamu tidak tahu apa yang
akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang
sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (Yak. 4:14)
Bagaimana
kita mendefinisikan kehidupan akan menentukan masa depan kita. Sudut pandang
kita akan sangat mempengaruhi cara kita dalam memanfaatkan waktu, membelanjakan
uang, menggunakan talenta, dan menilai suatu hubungan. Tentu kita pernah
mendengar sebagian orang mengatakan bahwa hidup adalah bagaikan putaran sebuah
roda dimana, suatu saat kita berada diatas, dilain saat kita berada dibawah dan
dilain masa kita hanya berputar-putar saja. Ada pula yang menggambarkan bahwa
kehidupan ini bagaikan sebuah opera, dimana suatu saat kita melakoni peran si
baik, di saat lain membawa peran si jahat atau menjadi apapun yang dikehendaki
sutradara. Ada juga yang mengambarkan ibarat sebuah permainan kartu dimana kita
harus memainkan kartu yang dibagikan kepada kita. Berbagai perspektif tentang
kehidupan dari masing-masing orang biasanya selalu berbeda satu sama lain. Apa
yang kita gambarkan mengenai kehidupan adalah metafora kehidupan kita sendiri
dan itulah pandangan tentang kehidupan yang kita pegang secara sadar maupun
tidak sadar di dalam pikiran. Hal itu akan menentukan kepada haran-harapan,
nilai-nilai, hubunga-hubungan, sasaran-sasaran dan prioritas-prioritas kita.
Pandangan
tentang kehidupan yang salah akan mengaburkan dari tujuan Allah yang semula,
dimana kita dijadikan serupa menurut gambar Anak-Nya. Dimana kesempurnaan Anak
adalah menyempurnakan kehendak Bapa di dalam kehidupan. Untuk memenuhi
tujuan-Nya Allah menciptakan kita dan kita harus menentang pandangan umum yang
keliru tentang kehidupan dan menggantikannya dengan metafora Alkitab tentang
kehidupan. Dimana dalam hal ini Alkitab berkata, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah; apa
yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2).
Alkitab
memberikan tiga metafora yang mengajarkan kepada kita pandangan Allah tentang
kehidupan: kehidupan adalah sebuah ujian, kehidupan adalah sebuah kepercayaan, dan
kehidupan adalah sebuah penugasan sementara. Pemikiran-pemikiran
seperti hal inilah yang seharusnya tertanam dalam pikiran kita yang pada
akhirnya akan memberikan nilai dari kita dalam mengarungi kehidupan ini.
Kehidupan Adalah Sebuah Ujian
“Berbahagialah orang yang bertahan
dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota
kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (Yak.
1:12).
Sepertihanya
saat kita sekolah senantiasa kita akan mengahadapi ujian sebelum akhirnya kita
layak untuk naik ke tingkat kelas berikutnya. Begitu pula hakekatnya kehidupan
kita di bumi ini adalah ujian. Metafora kehidupan ini terlihat dalam seluruh
kisah-kisah yang terdapat di Alkitab. Allah terus-menerus menguji karakter,
iman, ketaatan, kasih, intgritas, dan kesetiaan manusia. Bagaimana Allah
menguji Nuh untuk melaksanakan tugasnya membuat suatu bahtera nun jauh jaraknya
dari pinggir pantai bahkan tempat Nuh diatas bukit. Dan juga Nuh tidak
mendapatkan tanda-tanda akan datangnya air bah hingga 120 tahun lamanya barulah
hal itu tergenapi. Namun adakah Nuh mengeluh dan mempertanyakan maksud dan
tujuan dari perintah Tuhan? Tidak, Nuh tetap teguh untuk taat dan mematuhi
perintah Tuhan walaupun tidak ada dasar yang dapat dipercaya melalui nalarnya,
namun iman adalah bukan suatu keyakinan yang harus dapat dipercayai apabila
terbukti oleh nalar. Begitupula dengan
Abraham yang diperintahkan Tuhan untuk mempersembahkan anak yang
diharapkannya yaitu Ishak, apakah Abraham menolak dan mengeluh? Tidak, Abraham
memilih untuk taat padahal apabila kita lihat betapa terjadi gejolak yang
begitu dasyat pasti terjadi dalam batin Abraham, dalam Alkitab kita dapat
mengetahui awal dan akhir dari suatu kisah, namun jika kita berusaha untuk
masuk dalam kontek suatu kisah yang dilukiskan dalam Alkitab seperti contoh
ujian pada Abraham. Kita pasti akan merasakan betapa sulit untuk dilukiskan
bagaimana gejolak yang terjadi baik pada diri kita, istri kita maupun anak
kita. Dapatkah kita pun tegar dan ikhlas untuk menuruti perintah Tuhan?.
Alkitab
adalah suatu kitab yang menampilkan setiap kisah apa adanya, baik hal yang
buruk maupun yang baik semua terkabarkan. Orang-orang pilihan Tuhan yang
berhasil dalam ujian maupun yang gagal semua Nampak dengan jelas, dimana adam
dan hawa gagal dalam ujian ketaatan dari Tuhan, Daud yang gagal manakala
diperhadapkan dengan ujian syahwatnya hingga ia berzina dengan Betsyeba, tetapi
Alkitab juga member tauladan kepada kita dari orang-orang yang lulus dalam
ujian besar, seperti Yusuf dan Daniel.
Oleh Tuhan,
karakter senantiasa dikembangkan dan ditunjukkan melalui ujian-ujian dan
seluruh kehidupan adalah ujian. Allah terus-menerus mengamati tanggapan kita
pada orang-orang, pada masalah, pada keberhasilan, pada konflik, pada penyakit,
pada kekecewaan, dan bahkan pada cuaca! Allah bahkan mengamati
tindakan-tindakan yang paling sederhana seperti kita membantu seseorang
menyeberang jalan, memungut sampah yang ada dijalan, memberi tumpangan, memberi
segelas minuman bahkan berlaku sopan kepada juru sapu dijalan.
Ujian yang
sangat penting adalah bagaimana kita bertindak manakala tidak dapat merasakan
kehadiran Allah dalam kehidupan. Hala seperti itu pasti akan kita alami dimana
Allah dengan sengaja mundur dan kita pun tidak merasakan kedakatan-Nya.
Sesungguhnya Allah tidak meninggalkan kita sendirian, Ia tetap ada bersama
kita, namun diamnya Allah adalah untuk menguji karakter kita, untuk menunjukkan
akan kelemahan dan ketidak berdayaan kita namun lebih dari itu semua ujian ini
adalah bermakna besar untuk mempersiapkan kita guna menghadapi taggung jawab
yang lebih besar. Hati kita lah yang Tuhan lihat dimana dengan ujian ini Ia
melihat bagaimana respon hati kita, masihkah mempercayai-Nya ataukah berpaling
daripada-Nya, “Demikianlah juga ketika utusan-utusan raja-raja Babel datang kepadanya untuk menanyakan tentang tanda
ajaib yang tselah terjadi di negeri, ketika itu Allah meninggalkan dia untuk
mencobainya, supaya diketahui segala isi hatinya” (2Taw. 32:31).
Disaat kita
memahami bahwa kehidupan adalah ujian, kita pasti lebih menyadari bahwa tidak
ada hal yang tidak penting di dalam setiap segi kehidupan kita. Baik kejadian
besar, bahkan kejadian terkecil pun memiliki arti yang penting bagi
pengembangan karakter kita. Tiap hari adalah merupakan hari yang penting dan
detik ke detik adalah suatu kesempatan yang Allah berikan untuk memperdalam
karakter, menunjukkan kasih, atau untuk selalu bergantung kepada Allah.
Pastilah beberapa ujian terasa sangat berat dilalui, sementara ujian lainnya
bahkan tidak kita perhatikan, tetapi semuanya mengandung makna kekal.
Dalam
ujian-ujian kehidupan itu, Allah tidak pernah sedikit pun meninggalkan kita. Ia
setia menemani kita dalam proses semua itu, Ia sangat ingin agar kita lulus
dari ujian demi ujian. Dan dalam hal memberikan ujian kehidupan, Ia tidak memberikan
ujian yang melampaui batas kemampuan kita, dengan kasih karunia-Nya yang
berlimpah Ia berikan kepada kita untuk dapat melampaui semua ujian tersebut. “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah
setia dank arena itu Ia tidak akan mencobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu
kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat
menanggungnya” (1kor. 10:13).
Kehidupan Adalah Sebuah
Kepercayaan
“Mazmur Daud. Tuhanlah yang empunya
bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mzm. 24:1).
Apapun yang
kita miliki adalah semua pemberian Allah demikian juga dengan tenaga,
kepandaian, kesempatan, hubungan, dan kekayaan kita. Allah memberkan kepercayaan
itu semua kepada kita agar mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Kitalah
penatalayan dari segala sesuatu yang diberikan Allah kepada kita. Allahlah
pemilik segala sesuatu dan semua orang di muka bumi, kita tidak pernah memiliki
apapun selama kediaman singkat di bumi.
“Yang akhirnya
dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat
dipercayai” (1Kor. 4:2).
Bumi adalah milik Allah sebelum kita datang dan Allah akan meminjamkannya
kepada orang lain setelah kita meninggal. Kita diperintahkan Allah untuk
memelihara dan mengelola bumi ini, bumi beserta segala isinya dikuasakan penuh
kepada manusia oleh karenanya Ia memperlengkapi kita dengan akal pikiran.
Kepercayaan yang di emban manusia kelak semua itu harus kita pertanggung
jawabkan. Pada akhir kehidupan kita di dunia kita akan di evaluasi dan diberi
upah sesuai dengan seberapa baik kita telah mengurus apa yang Allah percayakan
kepada kita. Ini berarti segala sesuatu yang kita kerjakan baik ringan maupun
berat, bahkan tugas-tugas harian yang sederhana, memiliki implikasi kekal jika
kita memperlakukan segala sesuatu sebagai suatu kepercayaan. Allah menjanjikan
tiga imbalan dalam kekekalan pertama, kita akan diberi peneguhan Allah. Kedua,
kita akan menerima promosi dari Allah. Ketiga, kita akan dihormati dengan suatu
perayaan. “Maka kata tuannya itu
kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau
telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab
dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. “
(Mat. 25:21).
“Jadi, jikalau kamu tidak setia
dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu
harta yang sesungguhnya?” (Luk. 16:11).
Banyak orang gagal menyadari bahwa uang merupakan sebuah ujian dan sekaligus
kepercayaan dari Allah. Allah menggunakan keuangan untuk mengajar kita
mempercayai-Nya, dan bagi bagi banyak orang, uang adalah ujian terbesar. Allah
melihat bagaimana kita menggunakan uang untuk menguji bagaimana kita layak
dipercayai. Inilah kebenaran yang sangat penting, Allah berfirman bahwa ada
hubungan langsung antara cara kita menggunakan uang kita dengan kualitas
kehidupan rohani kita. Bagaimana kita mengelola uang kita (kekayaan dunia)
menentukan seberapa banyak Allah bisa mempercayai kita dengan berkat-berkat
rohani (Kekayaan Rohani). Kehidupan merupakan ujian dan kepercayaan, dan
semakin banyak Allah member kepada kita, semakin banyak tanggung jawab yang Dia
harapkan dari kita.
Kehidupan Adalah Penugasan Sementara
“Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku
ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!” (Mzm.
39:4).
Kehidupan
dibumi ini begitu singkat dan kita tak pernah tahu kapan batas waktu usia kita.
Bahkan Alkitab mengibaratkan bahwa kehidupan di bumi ini seperti kehidupan
sementara di sebuah negeri yang asing. Bumi adalah bukan merupakan rumah tetap
atau tujuan akhir namun bumi hanyalah seumpamaan adalah rumah transit untuk
menuju rumah yang sebenarnya. Kehidupan di bumi adalah suatu penugasan
sementara, untuk itulah kita harus memanfaatkan secara maksimal kehidupan
singkat di bumi ini. Ingatlah kehidupan yang sesungguhnya menanti kita di alam
kekekalan, jadi janganlah kita menjadi terikat dengan kehidupan di bumi.
Mintalah agar Allah membantu kita melihat kehidupan di bumi sebagaimana Dia
melihatnya.
“Kewarganegaraan kita adalah di
dalam surga, dan dari situ juga kita menentikan Tuhan Yesus Kristus sebagai
Juruselamat” (Flp. 3:20).
Orang-orang percaya sejati memahami benar bahwa kehidupan memiliki nilai jauh
lebih besar dari sekedar beberapa tahun hidup di bumi ini. Identitas dan
kewarganegaraan kita yang sesungguhnya adalah surga, di dalam kekekalan. Jadi
untuk apa kita berlomba di dunia ini untuk memperoleh kekayaan yang lebih dan
ingin memiliki semuanya, berhentilah untuk memncemaskan soal-soal dunia yang
fana. Allah berbicara dengan sangat jelas bahayanya jika kita hidup hanya untuk
sekarang, dan memakai nilai-nilai, prioritas-prioritas, serta gaya hidup dunia
sekeliling kita.dan jika kita lebih bersahabat dengan dunia ini, Allah dengan
jelas mengatakan bahwa hal itulah adalah suatu perzinahan rohani.
“Hai kamu orang-orang yang tidak setia!
Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan
Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya
musuh Allah” (Yak. 4:4).
“Sebab kami tidak memperhatikan yang
kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah
sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:18).
Bumi bukanlah kediaman terakhir
bagi kita, dan kita sebagai pengikut-pengikut Yesus akan senantiasa mengalami
kesulitan, penderitaan dan penolakan di dalam dunia ini. Hal ini juga
memperjelas mengapa beberapa janji Allah tampaknya tidak digenapi,beberapa doa
tampaknya tidak dijawab, dan beberapa keadaan tampaknya tidak adil, ini
bukanlah akhir kisah. Untuk menjaga agar kita tidak merasakan cukup banyak
kesedihan dan ketidak puasan di dalam kehidupan, yakni keinginan-keinginan yang
tidak pernah terpenuhi di kehidupan ini. Kita tidak benar-benar bahagia disini
karena memang seharusnya tidak! Bumi bukanlah rumah terakhir kita; kita
diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih baik. Seekor ikan tidak pernah bahagia
hidup di daratan, karena ikan dijadikan untuk hidup di air, seekor elang tidak
pernah bisa merasa puas jika hewan itu tidak dibolehkan terbang. Kita tidak
akan pernah benar-benar merasa puas di bumi, karena kita dijadikan untuk
sesuatu yang lebih dari itu. Kita akan memiliki saat-saat bahagia di sini,
tetapi tidak ada yang sebanding dengan apa yang Allah telah rencanakan bagi
kita. Menyadari bahwa kehidupan di bumi hanyalah suatu penugasan sementara
seharusnya mengubah nilai-nilai kita secara radikal. Nilai-nilai kekal, dan
bukan nilai-nilai sementara, yang seharusnya menjadi faktor-faktor penentu bagi
keputusan-keputusan kita.
“Saudara-saudaraku yang kekasih, aku
menasehati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri
dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa” (1Ptr. 2:11).
Jangan pernah mengira bahwa tujuan
Allah bagi kehidupan kita adalah kekayaan materi atau keberhasilan popular
sebagaimana yang didefinisikan oleh dunia adalah salah besar. Kehidupan yang
berkelimpahan tidak ada kaitannya dengan kelimpahan materi, dan kesetiaan
kepada Allah tidak menjamin keberhasilan dalam karier atau bahkan pelayanan.
Jangan pernah memusatkan perhatiaan pada mahkota-mahkota yang sementara. Paulus
sangat setia, tetapi berakhir dipenjara. Yohanes pembaptis setia, tetapi ia mati
dipenggal. Jutaan orang yang setia mati menjadi martir, kehilangan segalanya,
atau mencapai ajal tanpa ada hasil apapun, tetapi akhir kehidupan bukanlah
akhirnya!. Bagi Allah, pahlawan-pahlawan iman yang paling besar bukanlah
orang-orang yang mencapai kemakmuran, keberhasilan dan kuasa di dalam kehidupan
ini. Tetapi orang-orang yang memperlakukan kehidupan ini sebagai suatu
penugasan dan melayani dengan setia, sambil mengharapkan upah yang dijanjikan
kepada mereka di kekekalan. Masa hidup kita di bumi bukanlah kisah lengkap
kehidupan kita, kita harus menanti sampai di surga baru barulah kita dapat
melihat sisa bab-bab itu. Benarlah, dibutuhkan iman yang kuat untuk hidup di
bumi sebagai orang asing. Mulailah sedari sekarang untuk menyingkirkan dan
menjauhkan prinsip-prinsip dunia dalam kehidupan kita, benar! Tidakalah mudah
menjalankan namun tidaklah menjadi beban yang berat apabila kita senantiasa
memohonkan kekuatan kepada Allah dan terus-menerus memperbaiki hubungan
dengan-Nya.
========TUHAN YESUS
MEMBERKATI========
Sumber :
Alkitab, Kamus Alkitab Browning, The Purpose Driven Life (Rick Warren),
Modul-modul kelas pemuridan – Gereja Lokal.
0 komentar:
Post a Comment