Home » » KEHIDUPAN MERUPAKAN UJIAN, KEPERCAYAAN DAN PENUGASAN

KEHIDUPAN MERUPAKAN UJIAN, KEPERCAYAAN DAN PENUGASAN


KITA ADA BUKAN KARENA KEBETULAN

“Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam Kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun daripadanya” (Mzm. 139:16)

Adakah aku dapat memilih dalam hidup ini? Mengapakah aku terlahirkan seperti apa adanya kini? Untuk apakah aku terlahir di dunia ini?, beruntai ragam pertanyaan hinggap dalam benakku, aku terpana kala ku menengok setiap detik kejadian yang telah terjadi dalam setiap hirupan napas kehidupan. Apakah semua itu adalah karena faktor kebetulan, seperti halnya sebuah teori “big bang” yang terkenal dalam pengetahuan manusia? Ah, aku tak mempercayai akan teori itu. Dalam cermin ku lihat bayang diriku dan aku bertanya siapakah aku? Aku bingung! Tak dapat menjawab sebuah pertanyaan sederhana tersebut. Manakala ku lihat sebuah bangunan gedung, ada decakan kagum dalam hati begitu megah dan kokohnya bangunan itu, milik siapakah dan siapakah yang membuatnya? Yakinlah bangunan itu tidak berdiri dengan sendirinya, ia pasti ada yang membuatnya, untuk apa bangunan itu di buat dan dalam proses pembuatannya pasti melalui suatu proses rancangan dan perencanaan yang sangat teliti serta begitu detail hingga akhirnya terbentuk suatu bangunan yang indah, kuat dan kokoh.
Aku kembali pada diriku, apakah aku terlahir karena faktor kebetulan? Jawabnya tidak! Kita ada ada bukan karena suatu kebetulan, kelahiran kita bukanlah suatu kesalahan atau kesialan dan kehidupan kita bukanlah sesuatu yang tidak diharapkan oleh alam. Tetapi Allah yang menciptakan kita telah merencanakan keberadaan kita, Dia sungguh mengharapkan kelahiran kita. Jauh sebelum kita ada dalam benak kedua orangtua, kita sudah ada dalam pikiran-Nya. Allah merancang setiap senti tubuh kita, dengan terencana dan penuh ketelitian, Dia memilih ras, warna kulit, rambut, mata, serta setiap karakteristik lainnya. Semua yang Dia tentukan untuk kita adalah yang sesuai dengan tujuan yang Dia maksudkan kepada kita.
Sama halnya sebuah bangunan yang dibuat dan tercipta pasti ada fungsi dan tujuan dari pemiliknya untuk apa bangunan itu dibuat? Begitupula dengan diri kita, Allah membentuk dan menciptakan kita adalah yang sesuai dengan tujuan yang Dia maksudkan kepada kita.

 “Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat tersembunyi dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah” (Mzm. 139:15). Dia adalah Allah yang Mahaperkasa, Ia membuat kita dilahirkan serta berapa lama kita hidup di dunia ini. Dia terlebih dahulu merencanakan hari-hari kita dibentuk dan diproses, dengan ketelitian yang luarbiasa Ia memilih waktu-waktu yang tepat untuk kehidupan kita baik saat di lahirkan, proses menjalani kehidupan, hingga batas akhir kehidupan kita. Allah tidak membiarkan satu bagian pun terjadi secara untung-untungan, Dia telah merencanakan semuanya untuk tujuan-Nya. Allah tidak serampangan dalam penciptaan-Nya, Dia adalah Kasih, kita adalah masterpiece dari semua ciptaan-Nya. Oleh karenanya alam semesta yang Ia ciptakan di percayakan penguasaan dan pengelolaannya kepada kita. Terpikirkankah oleh kita mengapa Allah melakukan semua ini? Mengapa Dia bersusah payah menciptakan alam semesta ini untuk kita? Semua itu karena Dia adalah Mahakasih dan Allah mengasihi kita lebih dari apa pun yang Dia ciptakan. Kita diciptakan sebagai sasaran khusus dari kasih Allah! Allah menjadikan kita supaya Dia dapat mengasihi kita. Kasih Allah begitu sempurna dan sulit bagi kita untuk merangkainya dalam susunan kalimat. Kasih Allah kepada kita begitu dasyat hingga meredam hangat murka-Nya.   

BAGAIMANA AKU MEMANDANG KEHIDUPAN

“Untuk segala sesuatu ada waktunya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya” (Pkh. 3:1)

Sekali lagi aku menengok kebelakang apa yang telah terjadi dalam kehidupanku? Ada apakah dengan kehidupan ku, hari-hari yang terlampaui seakan tak nampak sisi indah dari perjalanan kehidupanku ini. Tak seperti indahnya gugusan alam yang permai, relung jiwa terbelit akan kefanaan yang terbujur dalam indahnya gepita dunia yang kupandang dari kasat mataku. Apabila kupandang jauh sebelum aku mengenal Dia yang kini aku bertekuk lutut di haribaan kaki-Nya, aku melihat begitu nyaman dan indahnya kehidupan yang terjadi. Hari-hariku nampak terpenuhi kemudahan, segala yang diinginkan manusia telah hinggap dan hadir dalam kehidupanku walau bagi sebagian orang tentu masih kurang dibandingkan dengan milik mereka. Aku telah memiliki sebuah keluarga yang lengkap dan sarana serta prasana yang hinggap pun telah lengkap. Tempat bernaung untuk melindungi dari hujan dan teriknya panas mentari telah kumiliki, dalam hal sarana penunjang lainnya pun aku miliki. Mengapa saat aku memilih Engkau sebagai Tuhanku dan menyakini-Mu yang akan selalu melindungi Engkau berbuat seperti ini? Itulah suara keluh hati manakala ku melihat apa yang terjadi dalam kehidupanku.
Satu persatu Kau lucuti sarana dan prasana yang kumiliki, hingga akhirnya apa yang menjadi kebanggaan dalam diri dan kehidupanku tak bersisa. Pahit ku rasakan manakala melihat apa yang telah terjadi, usaha yang kubangun jauh sebelum mengenal-Mu kini telah hancur, bangunan yang telah aku rencanakan hilang begitu saja, kini apa yang telah kumiliki semua lenyap bagaikan dilahap bumi.

 Adakah yang tersisa dalam hidupku? Tidak! Bahkan kini pekerjaan yang telah datang menghampiri kehidupan, terlucuti sudah! Bagaimana dengan diri ini dalam menghadapi hari-hari ku kedepan? Ada secungkil kegelisahan dan kekhawatiran hinggap di dalam hati. Inikah suatu perjalanan hidup yang telah dirancangkan Tuhan untuk ku dan keluargaku? Ah, mengapa Tuhan! suatu pekikan celoteh keraguan menerpa dalam ragam kehidupanku. Hanya sebatas itukah aku mempercayai Tuhanku? Apakah hanya karena masalah ini aku menjadi lemah? Tidakah aku rasakan betapa Tuhan senantiasa bekerja dalam kehidupanku dengan penuh Kasih-Nya, pandanglah hidup ini dengan mata rohanimu, begitu batinku berkata. Lanjutnya, ingatlah hari-harimu semua telah Ia rancang dengan penuh hikmat dan tak satupun dari rancangan-Nya yang mendatangkan kemalangan bagi hidupmu, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11). Jatuh bangunnya kehidupan kita Ia telah rancangkan jauh sebelum kita mengalaminya, Ia melihat semua yang terjadi dalam kehidupan kita, dan Ia menanti bagaimana kita menjalani proses itu. Masihkah kau mempercayai-Nya hai jiwaku yang meradang, ataukah kau hatiku masih menyimpan kepiluaan?            

APAKAH PENDORONG AKU HIDUP?

“Karena siapakah yang mengetahui apa yang baik bagi manusia sepanjang waktu yang pendek dari hidupnya yang sia-sia, yang ditempuhnya seperti bayangan? Siapakah yang dapat mengatakan kepada manusia apa yang akan terjadi di bawah matahari sesudah dia?” (Pkh. 6:12).

Kehidupan setiap orang senantiasa didorong oleh sesuatu, dalam hal ini aku bertanya pada diriku, apakah yang menjadi daya pendorong dalam kehidupanku? Mungkinkah kini aku di dorong oleh suatu masalah, tekanan, kekecewaan atau oleh ingatan yang menyedihkan, rasa ketakutan bahkan kehilangan kepercayaan diri. Yah! ragam gejolak kehidupan senantiasa mewarnai setiap langkah hidup seorang manusia, tak peduli ia seorang presiden, raja, pejabat penting, pengusaha bahkan rakyat jelata pasti mengalami gejolak dalam langkah kehidupannya. Seperti halnya samudera raya tidak selalu menampakkan ketenangan, ia pasti akan membawa gelombang baik besar maupun kecil untuk membawakan kebaikan atau bahkan keburukkan, namun dalam hal seperti itulah yang akan nampak kemegahan dari akhir segala proses. Tidak satupun yang akan terhindar dari gejolak kehidupan karena hal itu adalah suatu bahan yang sangat baik untuk menjadikan manusia semakin dewasa dalam menyingkapi kehidupan. Ada banyak kondisi nilai dan emosi yang senantiasa dapat mendorong kehidupan setiap kita, apakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam kehidupan kita? 

Di Dorong Oleh Rasa Bersalah

“Dan aku melihat bahwa segala jerih payah dan segala kecakapan dalam pekerjaan adalah iri hati seseorang terhadap yang lain. Ini pun kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pkh. 4:4)

Aku dan Anda adalah produk dari sebuah perjalanan masa lalu, keberadaan kita kini tak terlepas dari apa yang telah terjadi di masa lalu. Masa yang berada di belakang adalah suatu sejarah yang telah terukir dalam kehidupan kita. Yah! Kita harus mengakuinya bahwa kita adalah produk dari masa lalu yang mungkin sarat akan banyak kesalahan. Namun banyak dari kita menghabiskan seluruh hidup dengan berlari dari rasa penyesalan dan menyembunyikan rasa malu. Orang-orang semacam ini senantiasa didorong oleh rasa bersalah dan akhirnya di manipulasi oleh ingatn-ingatan mereka. Pada akhirnya mereka membiarkan masa lalunya mengendalikan masa depan mereka. Seringkali secara tidak langsung mereka menghukum diri sendiri dan merusakkan keberhasilan mereka sendiri.
Tujuan Allah tidak dibatasi oleh masa lalu kita, ingatlah bagaimana Allah mengubah Musa dari seorang pembunuh menjadi seorang pemimpin yang besar, mengubah Gideon yang pengecut menjadi seorang pahlawan yang pemberani, serta Rasul Paulus yang seorang penganiaya yang kejam menjadi pemimpin yang setia dan penuh kasih. Yakinlah Dia pun mampu melakukan hal-hal yang ajaib dalam kehidupan kita, Allah adalah ahli dalam memberi sesuatu awal yang baru, “Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi” (Mzm. 31:1).

Di Dorong Oleh Kebencian dan Kemarahan

“Sesungguhnya, orang bodoh dibunuh oleh sakit hati, dan orang bebal dimatikan oleh iri hati” (ayub. 5:2)

Kadang dalam hidup kita mengalami hal-hal yang menyakitkan hati, baik di tempat pekerjaan, rumah tangga, gereja dan dimanapun kita berada. Hal itu adalah suatu dinamika dalam kehidupan ataupun warna yang menjadikan kehidupan ini penuh dengan corak dan ragamnya. Namun lebih dari itu permasalahan-permasalahan yang timbul semua itu adalah suatu sarana dari Tuhan untuk membentuk salah satu karakter di dalam diri kita. Permasalahan itu timbul adalah sebagai alat pengasah agar kita lebih dewasa lagi dan juga lebih tajam dalam menanggapi pelbagai persoalan hidup.

Namun kebanyakan dari kita senantiasa mempertahankan kepahitan dan tidak pernah sembuh darinya, bukannya  melepaskan penderitaan melalui pengampunan bahkan sebaliknya mengulangi berkali-kali dalam pikiran akar kepahitan itu. Yang akhirnya menyebabkan borok di dalam hatinya semakin tumbuh berkembang menjadi suatu “kanker” yang mematikan hatinya. Banyak dari kita menanggapi akan “kepahitan” dengan perasaan benci dan menyimpan kemarahan, adapula yang mencetuskannya dengan kemarahannya kepada orang lain, kedua tanggapan itu sangat salah. Tuhan meminta kita untuk menanggapi setiap permasalahan dengan kebenaran-Nya bukan dengan reaksi yang negatif, respon dan tanggapilah setiap permasalahan dengan kebenaran Tuhan.

Kebencian selalu lebih melukai diri kita sendiri ketimbang orang yang kita benci. Sementara itu orang yang menyakiti hati kita mungkin telah melupakan perbuatannya dan melanjutkan kehidupan mereka, namun percayalah apabila kita selalu mengabadikan masa lalu maka penderitaanlah yang akan kita peroleh. Ingatlah masa lalu adalah masa lalu, kita tidak dapat mengubah masa lalu kita. Apa yang telah terjadi dimasa lalu adalah sebuah sejarah dalam kehidupan kita, dan kita hidup dimasa kini dan masa yang akan datang. Maka mulailah tanamkan dalam hati kita suatu sifat penuh pengampunan dan muliakanlah Tuhan kita melalui sikap hati yang penuh pengampunan karena sesungguhnya dengan mempunyai sikap hati seperti itu kita pun telah melayani Tuhan dan memuliakanNya dengan nilai-nilai dari sikap hidup kita.  
 
Di Dorong Oleh Rasa Takut

“Di dalam kasih tidak ada ketakutan; kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih” (1Yoh. 4:18)

Kehidupan perekonomian adalah suatu dasar dalam kehidupan, namun bukanlah hal yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan kita namun dalam kenyataan faktor ekonomi senantiasa menjadi faktor yang kuat yang mendasari pola kehidupan manusia yang bahkan menjadi salah satu faktor pemicu stres yang mencondongkan hati manusia kepada ketakutan dan lengah pada pengharapan Tuhan. Di iklim ekonomi yang serba tidak menentu ini banyak sudah perusahaan yang menutup usahanya dan banyak pula yang memutuskan hubungan kerja alias PHK yang tentunya berdampak pada kehidupan itu sendiri. Banyak akhirnya manusia berputus asa dan mengalami ketakutan dalam menggapai hari esok.
Ketakutan dapat pula diperoleh dari suatu peristiwa yang menimbulkan traumatik, harapan-harapan yang tak masuk akal yang tercanangkan dalam impian kalbunya yang pada kenyataannya tak menjadi nyata, ataupun akibat dari faktor genetika.

 Orang-orang yang didorong oleh ketakutan seringkali kehilangan kesempatan-kesempatan besar oleh karena mereka takut untuk menanggung resiko. Sebaliknya mereka senantiasa mencari titik aman, menghindari resiko-resiko dan berupaya keras untuk mengamankan status quo. Padahal hidup mengandung berbagai ragam resiko dan permasalahan mengapa kita mesti takut untuk menghadapi kehidupan ini? Ketakutan adalah sebuah penjara yang dibangun oleh diri sendiri yang akan menghalangi kita untuk menjadi yang Allah inginkan. Kita harus berjuang keras agar kita jangan hidup nyaman dalam zona aman, namun kita harus dapat hidup diluar zona aman. Seperti halnya Rasul Paulus yang dengan penuh keyakinan berani hidup bersama Tuhan Yesus dengan melepaskan segala sesuatu yang membuatnya hidup dalam kenyaman, tetapi ia lebih rela hidup menderita di dalam Yesus.    

Di Dorong Oleh Materialisme

“Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia” (Pkh. 5:10)

Keinginan untuk memilki menjadi sasaran dalam kehidupan, dorongan untuk selalu menjadi lebih dari yang lain senantiasa didasari oleh suatu dogma bahwa apabila memiliki sesuatu yang lebih banyak dibandingkan yang lain akan membuat kita menjadi lebih bahagia, lebih penting, dan lebih aman. Akan tetapi semua itu adalah suatu yang sia-sia, pada dasarnya hal-hal seperti itu hanyalah bersifat sementara dan hanya memberikan kebahagian yang sementara, tidak kekal namun hal-hal yang bersifat temporer. Memuaskan suatu kepuasan tidak akan pernah ada ujungnya malah akan membuat hati kita semakin menderita dan malah jauh dari kebahagian. Juga suatu mitos yang salah dimana dikatakan bahwa jika kita mendapat lebih banyak maka hidup akan lebih nyaman dan menjadikan kita akan lebih penting. Nilai diri kita tidaklah sama dengan apa yang kita miliki, kita tidak di nilai dan di tentukan dari berapa banyak barang berharga yang kita punyai, berapa banyak dari uang yang kita miliki, kendaraan, tanah, rumah dan sebagainya yang bersifat fana. Namun realita di kehidupan akhir zaman ini manusia di ukur oleh berapa banyak harta benda yang dimiliki. Sama halnya pada zaman Nuh dimana manusia bersaing dalam pengumpulan harta bahkan parahnya menjadikan mereka lupa kepada yang telah menciptakannya, mereka bertuhankan pada apa yang mereka miliki bahkan ada yang mentuhankan dirinya sendiri dikarenakan kelebihan harta yang dimilikinya. Pengkhotbah mengatakan bahwa tidak ada yang baru di kolong langit ini semua sudah pernah ada dan tidak ada yang dikatakan baru sebab semua telah terjadi sebelumnya hanya waktu dan zamannya yang berbeda. 

Mitos yang paling umum mengenai uang adalah apabila kita memiliki uang yang banyak maka akan membuat kita lebih aman dalam mengarungi bahtera kehidupan, karena dengan uang kita dapat berbuat apa yang kita inginkan. Kekayaan dapat hilang dalam sekejap melalui beberapa faktor yang tidak bisa kita kendalikan. Seperti halnya Ayub yang begitu saleh dan kaya raya pada zamannya namun Tuhan menguji keimanannya melalui harta benda yang ia miliki bahkan melalui jiwa-jiwa yang ia kasihi, dengan kuasa Tuhan dalam satu hari, Ia lenyapkan apa yang Ayub telah kuasai. Allah yang memberi maka bagi Allah amat mudah untuk mengambilnya kembali, bagi Dia tidak ada satu pun kuasa yang dapat menghalangi kuasa-Nya. Belajar dari Ayub bahwa harta benda, jiwa yang di kasihi bahkan tubuh tidaklah berarti dengan kemuliaan Tuhan, Ayub menanggapi semua permasalahan dengan respon yang penuh kebenaran Tuhan dan lewat nilai yang Ayub keluarkan dari permasalahan yang Tuhan ijinkan terjadi maka kemuliaan Tuhan telah Ayub tegakkan. Belajar dari Ayub, rasa aman yang sesungguhnya hanya dapat ditemukan di dalam apa yang tidak pernah dapat diambil dari kita yaitu hubungan kita dengan Allah.    

KEHIDUPAN YANG MEMILIKI TUJUAN

 “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11)

Ibarat seorang pelancong yang hendak bepergiaan tentulah ia sebelum melakukan kegiatannya ia pasati akan merencanakan, mempersiapkan dan juga apa tujuan ia pergi ke tempat yang tersebut. Tentu semua itu harus melalui tahapan-tahapan yang terencana agar diperoleh hasil yang optimal. Begitupula manakala kita mendapatkan suatu pekerjaan baru banyak dari pewawancara yang menginterview senantiasa menanyakan tujuan daripada kita melamar di perusahaan tersebut. dan hal seperti itupun berlaku di dalam mengarungi kehidupan ini, dimana kita harus mengerti, memahami, dan mengetahui akan tujuan kita hidup di dunia ini. Sebab itu tidak ada hal yang lebih penting daripada mengetahui tujuan-tujuan Allah bagi kehidupan kita, tanpa tujuan kehidupan bagaikan gerakkan tanpa makna, tanpa arah dan peristiwa tanpa alasan, percayalah tanpa suatu tujuan kehidupan ini menjadi tidak bermakna.
Karena apabila kita telah mengenali akan tujuan hidup itu sendiri, ia akan menjadi Ruh yang membimbing, menguatkan, dan memberikan spirit yang sangat besar manakala kita menghadapi pelbagai badai dari kehidupan. Tujuan hidup ibarat blue print bagi kehidupan kita, ia dapat menjadi suatu landasan dalam menjalani kehidupan ini. Kenalilah tujuan hidup kita karena dengan mengenali tujuan itu kita akan beroleh manfaat yang besar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini, apa saja manfaat yang dapat kita peroleh apabila kita mengetahui akan tujuan hidup ini?

Memberi Makna Bagi Kehidupan Kita

Ibarat sebuah produk yang di buat oleh manusia, semisal sebuah kendaraan roda empat atau mobil. Tentunya kendaraan yang tercipta itu adalah berguna dan bermanfaat sebagai sarana penunjang dalam kegiatan sehari-hari, melindungi dari hujan dan terik matahari, mempermudah dalam mencapai ke tempat yang di tuju juga memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengendara dan banyak lagi tujuan dari sebuah kendaraan tercipta.
Apalagi dengan manusia yang diciptakan Allah untuk memiliki makna bagi dirinya maupun alam sekitar, apabila kehidupan memiliki makna, kita bisa menanggung hamper segala hal. Namun tanpa makna, tidak sesuatu pun yang dapat kita menanggungnya. Tetapi lebih dari itu semua tanpa Allah, kehidupan tidak memilki makna, tanpa makna, kehidupan tidak memiliki arti atau harapan. Harapan sam pentingnya seperti udara dan air bagi kehidupan kita, karena harapan adalah sauh yang kuat dalam menggapai tujuan kehidupan itu sendiri.
Ayub mengatakan, “Hari-hariku berlalu lebih cepat daripada torak, dan berakhir tanpa harapan” (Ayub. 7:6)

Harapan muncul manakala ada tujuan, jika kita merasa putus asa, bertahanlah! Perubahan-perubahan yang sungguh mengagumkan akan terjadi dalam kehidupan apabila kita menjalaninya dengan suatu tujuan dalam memenuhi kehendakNya. Dalam hal ini saya pun pernah mengalami bagaimana saya hamper menyerah dan berputus asa dari apa yang terjadi dalam kehidupan saya dimana baru saja saya mendapatkan sebuah pekerjaan. Dimana pekerjaan itu amat dibutuhkan bagi kelangsungan hidup kami sekeluarga namun entah kenapa saya diputuskan dari pekerjaan tersebut dengan alas an yang tidak rasional dan sulit dipercaya. Kami sempat khawatir dan kalut bagaimana kami akan bertahan hidup, bagaimana kami membayar sekolah anak, makan, bayar kontrakkan rumah? Tetapi kami sekeluarga meyakini bahwa apapun yang Tuhan putuskan pasti adalah baik bagi kita. Dan kami di ingatkan bahwa bagi Tuhan tidak ada yang mustahil bagi mereka yang mengasihi dan mempercayai akan kuasaNya, “Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Ef. 3:20).

Memudahkan Kehidupan Kita

“Mengapa kamu berseru kepada-Ku Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakana?” (Luk. 6:46)

Hidup tanpa adanya tujuan yang jelas mengakibatkan kita tidak memiliki dasar untuk pengambilan keputusan, membagi waktu, dan menggunakan seluruh potensi yang kita miliki, kita akan cenderung membuat pilihan-pilihan berdasarkan situasi tekanan dan suasana hati pada saat itu. Pada dasarnya orang-orang yang tidak dapat mengenali tujuan senantiasa berusaha untuk melakukan terlalu banyak hal dan akhirnya hal itulah yang menyebabkan rasa tertekan, kelelahan dan konflik. Dengan adanya tujuan hidup kita dapat menentukan apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak perlu dikerjakan. Tujuan akan menjadi patokan yang dapat kita gunakan untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan mana yang penting dan mana yang tidak.

Sebagai ilustrasi saya akan menceritakan sedikit suatu kisah dari aKtor laga hongkong yaitu Jet Lie dimana bagi sebagian penggemar film kungfu mandarin tentu sangat mengenal tentang seorang Jet Lie, namun tahukah Anda bagaimana ia dapat beroleh ketenaran di Hollywood?
Jet Lie adalah satu-satunya aktor laga besar Asia yang dapat menyaingi Jackie Chan. Namun demikian, ketika ia hendak mengembangkan karirnya di Hollywood, ia hanya dianggap sebagai aktor kecil yang tidak ada apa-apanya. Setelah berjuang panjang, akhirnya ia ditawari main dalam sebuah film produksi Hollywood dengan bayaran yang jauh dari standarnya, hanya $1 juta US Dollar. Awalnya ia ragu untuk mengambil pekerjaan itu, setelah lam berpikir akhirnya ia pun menerima tawaran tersebut namun apa yang terjadi selanjutnya, ia hanya akan menerima honor $75.000 US Dollar, bahkan terakhir turun menjadi $50.000 US Dollar, tentu saja angka sebesar itu tidak ada apa-apanya bagi Jet Lie mungkin malah habis untuk membayar kuasa hukum, manajer dan biay promosi. Tetapi dengan kerendahan hati ia tetap menerima bayaran itu.
Sekalipun dalam film pertamanya di Hollywood ia hanya mendapat peran sebagai penjahat dan walaupun dalam film itu bertaburan bintang-bintang besar Hollywood namun, akting Jet Lie di film tersebut sungguh menonjol dan mendapatkan apresiasi yang luarbiasa besar di kalangan sineas maupun penonton yang menonton film tersebut. Kungfu China yang ia peragakan pada film tersebut sungguh sempurna dan luarbiasa mendekati kenyataan dan membuat decak kagum serta histeria penonton.
Setelah itu, produser datang dengan sendiri kepada Jet Lie dengan sikap hangat dan tulus, serta menawarkan kembali kerjasama dan memberikan peran utama dalam produksi film berikutnya dan tentunya dengan bayaran yang fantastis yaitu sebesar $17 juta US Dollar, bayangkan berapa kali lipat honor yang Jet Lie peroleh? Disinilah Jet Lie memperlihatkan akan nilai kehidupannya dimana ia tidak mengambil keputusan disaat dirinya yang merupakan aktor besar Asia hanya diberi honor kecil tapi ia pantang untuk berlaku sombong namun dengan yakin ia menerima tawaran tersebut dan apa yang diperoleh selanjutnya? Jet Lie mengenali Tujuan Hidupnya dengan merespon dari apa yang terjadi dengan menanggapi hal tersebut dengan sikap bersahaja tanpa bereaksi aroganisme, ia menyakini kesempatan ini datang dari Tuhan dan sesuai dengan Tujuan-Nya.

Dari ilustrasi di atas tentulah Jet Lie pun sebelum mengambil keputusan pastilah terjadi komplik dalam dirnya sendiri juga dari orang-orang disekitarnya, situasi-situasi yang di rencanakan Allah dalam pencapaian tujuan-Nya senantiasa mengandung dua pilihan untuk mengikuti kehendak-Nya ataukah mengikuti kehendak kita. Dari itu semua kita harus peka akan kehendak Allah dalam mengambil keputusan dalam setiap segi kehidupan kita, tetaplah kerjakan bagian kita dan kita serahkan hasil akhirnya kepada keputusan Allah, jadikan tanda tangan Allah sebagai akhir dari doa kita, yaitu “Jadilah Kehendak Allah bukan kehendak kita”.
Dan juga mustahil bagi kita untuk berlaku sesuai dengan keinginan semua orang, kita hanya cukup waktu untuk melakukan hanya kehendak Allah. Lakukanlah dan kerjakan apa yang harus kita perbuat dengan optimal dan perbuatlah semua itu untuk pencapaian tujuan-Nya. Kehidupan yang memiliki tujuan membawa pada gaya hidup yang lebih sederhana dan jadwal yang lebih terkendali, “Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula yang berpura-pura miskin, tetapi hartanya banyak” (Ams. 13:7).

Membuat Kehidupan Memiliki Fokus 
 
“Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan” (Ef. 5:17).

Tujuan akan memusatkan usaha dan energi kita pada hal-hal penting, kita akan menjadi efektif karena bersikap selektif. Sudah merupakan sifat dasar manusia yang senantiasa dibingungkan oleh hal-hal kecil dalam kehidupan dan menjadikan hal-hal itu menjadi hal besar yang mengganggu kehidupannya. Pada akhirnya berdampak kepada sebuah keputus asaan dab banyak orang akhirnya menjalani kehidupan dalam putus asa secara diam, bersikap stagnan dalam menyingkapi problematika yang sedang terjadi.

Yakinlah tanpa tujuan yang jelas, kita akan terjerumus pada kehidupan yang terombang-ambing tanpa kita menyadarinya, kita akan terus mengubah arah, pekerjaan, hubungan, gereja, lingkungan dan senantiasa berharap setiap perubahan yang kita lakukan akan menghentikan kebingan atau kekosongan di dalam hati. Kita mungkin akan berpikir, mungkin sekarang akan berbeda dengan kondisi yang telah di ubah, tetapi benarkah semua itu sudah memecahkan masalah yang sesungguhnya? Tentulah tidak sebab hal itu hanya bersifat sementara tidak mengenai akar permasalahan yang sesungguhnya, tetapi fokus pada tujuan akan mendatangkan keberhasilan yang sesungguhnya.
Ibarat cahaya, fokus memiliki kekuatan yang menyebar dan kekuatan atau pengaruh. Tetapi kita dapat memanfaatkan energinya dengan dengan selalu focus kepada tujuan. Ibarat sebuah kaca pembesar apabila sinar matahari yang melewatinya dan di fokuskan kepada sebuah kertas maka kertas tersebut akan terbakar. Dan apabila sebuah cahaya lebih difokuskan lagi seperti halnya sinar laser, maka ia akan dapat memotong sebuah baja.  

Kekuatan dari sebuah kehidupan adalah fokus pada tujuannya dan tetap berpegang kepada apa yang menjadi kehendak-Nya, intinya kita pun harus peka akan apa yang menjadi kehendak Allah dalam setiap persoalan yang Ia perhadapkan kepada kita baik kecil maupun besar. Berhentilah untuk bermain-main dan  untuk mencoba melakukan segala hal, bahkan kurangi kegiatan-kegiatan yang baik serta hanya melakukan hal-hal yang penting. Jangan pernah mengacaukan antara aktivitas dengan produktivitas, dengan kata lain kita dapat sibuk tanpa memilki tujuan, tetapi untuk apakah hal itu?
Untuk memudahkannya saya akan menceritakan sebuah ilustrasi ;
Alkisah, ada seorang mahasiswi yang lulus dengan nilai terbaik “Cum Laude”. Setelah setahun mencari pekerjaan kesana-kemari, ternyata tak kunjung juga ada pekerjaan yang cocok. Merasa dirinya adalah lulusan terbaik, ia senantiasa meminta gaji yang lebih tinggi dari harga pasaran. Walaupun telah banyak dinasehati oleh orangtuanya, ia selalu berkata bahwa ia adalah lulusan terbaik dan layak mendapatkan gaji yang tinggi dan sesuai dengan kepintarannya.

Merasa perkataannya tidak mempan kepada putrinya yang keras kepala, suatu hari, ia mengajak putrinya untuk menemaninya berjualan buah-buahan di kiosnya di pasar. Ketika seorang pembeli menanyakan harga buah apael per kilo, ibu itu menjawab “Sembilan belas ribu rupiah, tidak kurang” sementara harga pasaranya lima belas ribu. Akhirnya, beberapa pembeli pun mengurungkan niat untuk membeli walaupun mereka tertarik akan buah apael yang ibu itu jual.
Melihat hal itu si anak yang sedari tadi memperhatikan ibunya berjualan dengan sedikit kesal bertanya dan terjadilah dialog seperti ini;

Anak : “Kenapa tidak dikasih kurang sedikit saja, bu?”
Ibu    : “Buah apel kita adalah yang terbaik”
Anak : “Tapi saya melihatnya sama saja, lagi pula buah apel….yah… hanyalah buah apel!” dengan agak kesal.
Ibu    : ”Tidak, buah apael kita tetap yang terbaik, kita pantas menjualnya lebih mahal” tukas ibunya tegas.

Waktu terus berlalu, ketika hari mulai siang para pedagang menurunkan harga buah apel menjadi 12 ribu. Meskipun banyak yang tertarik pada buah apael yang di jual ibu tersebut, namun ia tetap pada pendiriannya untuk menjual apel sesuai dengan kehendaknya dan tidak mengikuti harga pasar. Dan ia selalu beragumen kepada setiap calon pembelinya bahwa apelnya adalah yang terbaik. Ketika waktu telah semakin siang, para pedagang beranjak pulang karena barang dagangannya telah terjual habis. Kini tinggal kios ibu itu saja yang masih buka, dan melihat kejadian itu putrinya semakin kesal kepada perilaku ibunya dan terjadilah obrolan kembali;
       
Anak : “Kenapa ibu tidak mengikuti harga pasaran yang berlaku?” setengah mengeluh
Ibu    : “Buah apel kita adalah yang terbaik!”
Anak : “Tapi bu! Coba lihat sepanjang waktu kita tidak menjual sedikitpun, padahal banyak kesempatan yang telah ada sepanjang hari tadi”
Ibu    : “Biar saja toh apel kita tetap yang terbaik, siapa peduli!”

Dikarenakan hari semakin sore akhirnya si ibu memutuskan untuk menutup kiosnya, saat mereka hendak berbenah, ada orang yang lewat depan kios mereka dan melihat buah apel yang bagus dan kebetulan ia ingin membelikan buah apel untuk istri dan anaknya. Dan ia pun menawar buah apel itu 10 ribu perkilo, pemilik kios setuju dan akhirnya apel itu dijual dengan harga 10 ribu per kilo. Merasa aneh dengan perilaku ibunya, putrid ibu tersebut pun akhirnya bertanya dengan nada kesal;
Anak : “kita sia-sia menghabiskan banyak waktu disini, toh akhirnya buah apel itu dijual dengan harga 10 ribu perkilo saja. Kenapa tidak sedari pagi dijual pada harga pasaran saat kesempatan datang silih berganti?”
Ibu    : “kenapa kamu juga menyia-nyiakan waktu kamu satu tahun? Kenapa kamu tidak menerima pekerjaan dengan gaji standar dari dulu? Kalau kemudian terbukti kamu yang terbaik, kamu dapat mengajukan kenaikan gaji”
Akhirnya putrinya tersadar, ternyata tindakan ibunya adalah untuk menyadarkan dirinya. 

Memotivasi kehidupan

“Tetapi Allah yang kaya dengan Rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita. Telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita – oleh kasih karunia kamu diselamatkan” (Ef. 2:4-5).

Tujuan selalu menghasilkan keinginan yang kuat, tidak ada yang bisa membangkitkan energi seperti tujuan yang jelas. Sebaliknya keinginan yang kuat akan memudar bila kita tidak mempunyai tujuan. Seperti halnya saat kita hendak bangun dari tempat tidur tanpa adanya tujuan yang kuat maka kita tidak akan pernah bangkit dari tempat tidur. Tujuan itu bagaikan suplemen bagi tubuh manusia, dalam menjalani kehidupan ini tujuan adalah multi vitamin yang dibutuhkan dalam memompa semangat hidup, tujuan hidup itu sendirilah yang akan memotivasi kita untuk selalu berkarya di dalam hidup.

 Inilah suatu sukacita yang sejati dalam hidup, apabila kehidupan kita dipakai Tuhan untuk tujuan kemuliaan-Nya baik dalam keadaan baik maupun buruk dan dengan sadar kita menyadari bahwa apapun yang terjadi Tuhan sedang berkarya untuk memakai kehidupan kita sebagai alat pencapaian maksud dan tujuan-Nya. Kesadaran itulah yang menjadi landasan yang sangat kuat untuk tetap setia dan berkarya dalam hidup hanya untuk Tuhan, bukannya sakit-penyakit atau kehidupan yang sulit yang ditanggapi dengan beragam keluhan yang bersifat mementingkan diri sendiri, yang akhirnya membawakan kita untuk mengatakan bahwa dunia tidak mau memberikan segalanya untuk kebahagian kita. Suatu pikiran yang sempit apabila kita hanya menuntut hak saja kepada Tuhan tanpa kita menjalankan kewajiban kita selaku orang yang sudah Ia pilih. Alangkah bijaksana dan sungguh suatu perbuatan yang menyukakan Allah apabila di dalam hidup kita berkata “Allah ku yang amat baik dan teramat baik, apapun yang Engkau perbuat dalam kehidupanku adalah hal yang terbaik untukku.   Apabila duka maupun sukaku adalah menyenangkan hati-Mu perbuatlah itu menurut kehendak-Mu dan apa saja yang Engkau ingin aku perbuat untuk-Mu katakanlah Tuhan”.

Sebuah ilustrasi :

Seorang ahli biologi Amerika pernah mendapatkan sebuah rekaman video pengintai yang sangat menarik. Sejenis burung yang besarnya seperti burung gereja sedang mencari makan dipantai. Tiba-tiba muncul seekor ular menyerangnya. Siburung kecil kaget dan mencakar kepala ular dengan salah satu jari kakinya. Walau demikian, selisih kekuatan ular dan cakaran burung yang berbeda sangat jauh, membuat cakaran burung kecil tersebut seolah tidak terasa apa-apa bagi ular, seranganya pun terus berlanjut. Si burung kecil hanya bisa terus-menerus mencakar kepala ular.
Sesuatu yang aneh adalah, jari cakar si burung kecil selalu jatuh pada titik yang tetap tidak bergeser sedikitpun. Entah berapa berlalu, akhirnya burung kecil itupun berhasil meloloskan diri dari incaran ular. Sebaliknya ular tersebut terkulai lemas di atas pantai, tidak pernah bergerak sedikitpun alias mati. 
 Pesan :
Walau fisik burung kecil dan sangat  jauh dibandingkan ular tidak berarti bahwa dengan keadaan fisik seperti itu is mengeluh dan akhirnya hanya menerima nasib saja. Tetapi dengan dilandasi tujuan hidup yang kuat, burung itu melawan kelemahannya dengan terus berusaha tanpa mengenal putus asa. Tujuan yang kuat telah memberikannya energi yang berlipat ganda untuk dapat mengalahkan ketidakberdayaannya, ia telah mengalahakan tuan menyerah, si pengeluh dan putus asa. Ia telah menjadi tuan atas dirinya sendiri bukan menjadi budak dari ketidak berdayaan.   

MEMANDANG KEHIDUPAN DARI SUDUT PANDANG ALLAH

“Sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (Yak. 4:14)

Bagaimana kita mendefinisikan kehidupan akan menentukan masa depan kita. Sudut pandang kita akan sangat mempengaruhi cara kita dalam memanfaatkan waktu, membelanjakan uang, menggunakan talenta, dan menilai suatu hubungan. Tentu kita pernah mendengar sebagian orang mengatakan bahwa hidup adalah bagaikan putaran sebuah roda dimana, suatu saat kita berada diatas, dilain saat kita berada dibawah dan dilain masa kita hanya berputar-putar saja. Ada pula yang menggambarkan bahwa kehidupan ini bagaikan sebuah opera, dimana suatu saat kita melakoni peran si baik, di saat lain membawa peran si jahat atau menjadi apapun yang dikehendaki sutradara. Ada juga yang mengambarkan ibarat sebuah permainan kartu dimana kita harus memainkan kartu yang dibagikan kepada kita. Berbagai perspektif tentang kehidupan dari masing-masing orang biasanya selalu berbeda satu sama lain. Apa yang kita gambarkan mengenai kehidupan adalah metafora kehidupan kita sendiri dan itulah pandangan tentang kehidupan yang kita pegang secara sadar maupun tidak sadar di dalam pikiran. Hal itu akan menentukan kepada haran-harapan, nilai-nilai, hubunga-hubungan, sasaran-sasaran dan prioritas-prioritas kita.

Pandangan tentang kehidupan yang salah akan mengaburkan dari tujuan Allah yang semula, dimana kita dijadikan serupa menurut gambar Anak-Nya. Dimana kesempurnaan Anak adalah menyempurnakan kehendak Bapa di dalam kehidupan. Untuk memenuhi tujuan-Nya Allah menciptakan kita dan kita harus menentang pandangan umum yang keliru tentang kehidupan dan menggantikannya dengan metafora Alkitab tentang kehidupan. Dimana dalam hal ini Alkitab berkata, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah; apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2).
Alkitab memberikan tiga metafora yang mengajarkan kepada kita pandangan Allah tentang kehidupan: kehidupan adalah sebuah ujian, kehidupan adalah sebuah kepercayaan, dan kehidupan adalah sebuah penugasan sementara. Pemikiran-pemikiran seperti hal inilah yang seharusnya tertanam dalam pikiran kita yang pada akhirnya akan memberikan nilai dari kita dalam mengarungi kehidupan ini.

Kehidupan Adalah Sebuah Ujian

“Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia” (Yak. 1:12)

Sepertihanya saat kita sekolah senantiasa kita akan mengahadapi ujian sebelum akhirnya kita layak untuk naik ke tingkat kelas berikutnya. Begitu pula hakekatnya kehidupan kita di bumi ini adalah ujian. Metafora kehidupan ini terlihat dalam seluruh kisah-kisah yang terdapat di Alkitab. Allah terus-menerus menguji karakter, iman, ketaatan, kasih, intgritas, dan kesetiaan manusia. Bagaimana Allah menguji Nuh untuk melaksanakan tugasnya membuat suatu bahtera nun jauh jaraknya dari pinggir pantai bahkan tempat Nuh diatas bukit. Dan juga Nuh tidak mendapatkan tanda-tanda akan datangnya air bah hingga 120 tahun lamanya barulah hal itu tergenapi. Namun adakah Nuh mengeluh dan mempertanyakan maksud dan tujuan dari perintah Tuhan? Tidak, Nuh tetap teguh untuk taat dan mematuhi perintah Tuhan walaupun tidak ada dasar yang dapat dipercaya melalui nalarnya, namun iman adalah bukan suatu keyakinan yang harus dapat dipercayai apabila terbukti oleh nalar. Begitupula dengan  Abraham yang diperintahkan Tuhan untuk mempersembahkan anak yang diharapkannya yaitu Ishak, apakah Abraham menolak dan mengeluh? Tidak, Abraham memilih untuk taat padahal apabila kita lihat betapa terjadi gejolak yang begitu dasyat pasti terjadi dalam batin Abraham, dalam Alkitab kita dapat mengetahui awal dan akhir dari suatu kisah, namun jika kita berusaha untuk masuk dalam kontek suatu kisah yang dilukiskan dalam Alkitab seperti contoh ujian pada Abraham. Kita pasti akan merasakan betapa sulit untuk dilukiskan bagaimana gejolak yang terjadi baik pada diri kita, istri kita maupun anak kita. Dapatkah kita pun tegar dan ikhlas untuk menuruti perintah Tuhan?.
Alkitab adalah suatu kitab yang menampilkan setiap kisah apa adanya, baik hal yang buruk maupun yang baik semua terkabarkan. Orang-orang pilihan Tuhan yang berhasil dalam ujian maupun yang gagal semua Nampak dengan jelas, dimana adam dan hawa gagal dalam ujian ketaatan dari Tuhan, Daud yang gagal manakala diperhadapkan dengan ujian syahwatnya hingga ia berzina dengan Betsyeba, tetapi Alkitab juga member tauladan kepada kita dari orang-orang yang lulus dalam ujian besar, seperti Yusuf dan Daniel.

Oleh Tuhan, karakter senantiasa dikembangkan dan ditunjukkan melalui ujian-ujian dan seluruh kehidupan adalah ujian. Allah terus-menerus mengamati tanggapan kita pada orang-orang, pada masalah, pada keberhasilan, pada konflik, pada penyakit, pada kekecewaan, dan bahkan pada cuaca! Allah bahkan mengamati tindakan-tindakan yang paling sederhana seperti kita membantu seseorang menyeberang jalan, memungut sampah yang ada dijalan, memberi tumpangan, memberi segelas minuman bahkan berlaku sopan kepada juru sapu dijalan.  
Ujian yang sangat penting adalah bagaimana kita bertindak manakala tidak dapat merasakan kehadiran Allah dalam kehidupan. Hala seperti itu pasti akan kita alami dimana Allah dengan sengaja mundur dan kita pun tidak merasakan kedakatan-Nya. Sesungguhnya Allah tidak meninggalkan kita sendirian, Ia tetap ada bersama kita, namun diamnya Allah adalah untuk menguji karakter kita, untuk menunjukkan akan kelemahan dan ketidak berdayaan kita namun lebih dari itu semua ujian ini adalah bermakna besar untuk mempersiapkan kita guna menghadapi taggung jawab yang lebih besar. Hati kita lah yang Tuhan lihat dimana dengan ujian ini Ia melihat bagaimana respon hati kita, masihkah mempercayai-Nya ataukah berpaling daripada-Nya, “Demikianlah juga ketika utusan-utusan raja-raja Babel datang kepadanya untuk menanyakan tentang tanda ajaib yang tselah terjadi di negeri, ketika itu Allah meninggalkan dia untuk mencobainya, supaya diketahui segala isi hatinya” (2Taw. 32:31).

Disaat kita memahami bahwa kehidupan adalah ujian, kita pasti lebih menyadari bahwa tidak ada hal yang tidak penting di dalam setiap segi kehidupan kita. Baik kejadian besar, bahkan kejadian terkecil pun memiliki arti yang penting bagi pengembangan karakter kita. Tiap hari adalah merupakan hari yang penting dan detik ke detik adalah suatu kesempatan yang Allah berikan untuk memperdalam karakter, menunjukkan kasih, atau untuk selalu bergantung kepada Allah. Pastilah beberapa ujian terasa sangat berat dilalui, sementara ujian lainnya bahkan tidak kita perhatikan, tetapi semuanya mengandung makna kekal.
Dalam ujian-ujian kehidupan itu, Allah tidak pernah sedikit pun meninggalkan kita. Ia setia menemani kita dalam proses semua itu, Ia sangat ingin agar kita lulus dari ujian demi ujian. Dan dalam hal memberikan ujian kehidupan, Ia tidak memberikan ujian yang melampaui batas kemampuan kita, dengan kasih karunia-Nya yang berlimpah Ia berikan kepada kita untuk dapat melampaui semua ujian tersebut. “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dank arena itu Ia tidak akan mencobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1kor. 10:13).

Kehidupan Adalah Sebuah Kepercayaan

“Mazmur Daud. Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mzm. 24:1).
Apapun yang kita miliki adalah semua pemberian Allah demikian juga dengan tenaga, kepandaian, kesempatan, hubungan, dan kekayaan kita. Allah memberkan kepercayaan itu semua kepada kita agar mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Kitalah penatalayan dari segala sesuatu yang diberikan Allah kepada kita. Allahlah pemilik segala sesuatu dan semua orang di muka bumi, kita tidak pernah memiliki apapun selama kediaman singkat di bumi.
“Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai” (1Kor. 4:2). Bumi adalah milik Allah sebelum kita datang dan Allah akan meminjamkannya kepada orang lain setelah kita meninggal. Kita diperintahkan Allah untuk memelihara dan mengelola bumi ini, bumi beserta segala isinya dikuasakan penuh kepada manusia oleh karenanya Ia memperlengkapi kita dengan akal pikiran. Kepercayaan yang di emban manusia kelak semua itu harus kita pertanggung jawabkan. Pada akhir kehidupan kita di dunia kita akan di evaluasi dan diberi upah sesuai dengan seberapa baik kita telah mengurus apa yang Allah percayakan kepada kita. Ini berarti segala sesuatu yang kita kerjakan baik ringan maupun berat, bahkan tugas-tugas harian yang sederhana, memiliki implikasi kekal jika kita memperlakukan segala sesuatu sebagai suatu kepercayaan. Allah menjanjikan tiga imbalan dalam kekekalan pertama, kita akan diberi peneguhan Allah. Kedua, kita akan menerima promosi dari Allah. Ketiga, kita akan dihormati dengan suatu perayaan. “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. “ (Mat. 25:21). 
“Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” (Luk. 16:11)

Banyak orang gagal menyadari bahwa uang merupakan sebuah ujian dan sekaligus kepercayaan dari Allah. Allah menggunakan keuangan untuk mengajar kita mempercayai-Nya, dan bagi bagi banyak orang, uang adalah ujian terbesar. Allah melihat bagaimana kita menggunakan uang untuk menguji bagaimana kita layak dipercayai. Inilah kebenaran yang sangat penting, Allah berfirman bahwa ada hubungan langsung antara cara kita menggunakan uang kita dengan kualitas kehidupan rohani kita. Bagaimana kita mengelola uang kita (kekayaan dunia) menentukan seberapa banyak Allah bisa mempercayai kita dengan berkat-berkat rohani (Kekayaan Rohani). Kehidupan merupakan ujian dan kepercayaan, dan semakin banyak Allah member kepada kita, semakin banyak tanggung jawab yang Dia harapkan dari kita.

Kehidupan Adalah Penugasan Sementara

“Ya TUHAN, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!” (Mzm. 39:4)

Kehidupan dibumi ini begitu singkat dan kita tak pernah tahu kapan batas waktu usia kita. Bahkan Alkitab mengibaratkan bahwa kehidupan di bumi ini seperti kehidupan sementara di sebuah negeri yang asing. Bumi adalah bukan merupakan rumah tetap atau tujuan akhir namun bumi hanyalah seumpamaan adalah rumah transit untuk menuju rumah yang sebenarnya. Kehidupan di bumi adalah suatu penugasan sementara, untuk itulah kita harus memanfaatkan secara maksimal kehidupan singkat di bumi ini. Ingatlah kehidupan yang sesungguhnya menanti kita di alam kekekalan, jadi janganlah kita menjadi terikat dengan kehidupan di bumi. Mintalah agar Allah membantu kita melihat kehidupan di bumi sebagaimana Dia melihatnya. 

“Kewarganegaraan kita adalah di dalam surga, dan dari situ juga kita menentikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat” (Flp. 3:20). Orang-orang percaya sejati memahami benar bahwa kehidupan memiliki nilai jauh lebih besar dari sekedar beberapa tahun hidup di bumi ini. Identitas dan kewarganegaraan kita yang sesungguhnya adalah surga, di dalam kekekalan. Jadi untuk apa kita berlomba di dunia ini untuk memperoleh kekayaan yang lebih dan ingin memiliki semuanya, berhentilah untuk memncemaskan soal-soal dunia yang fana. Allah berbicara dengan sangat jelas bahayanya jika kita hidup hanya untuk sekarang, dan memakai nilai-nilai, prioritas-prioritas, serta gaya hidup dunia sekeliling kita.dan jika kita lebih bersahabat dengan dunia ini, Allah dengan jelas mengatakan bahwa hal itulah adalah suatu perzinahan rohani.

 “Hai kamu orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah” (Yak. 4:4).
“Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2Kor. 4:18)

Bumi bukanlah kediaman terakhir bagi kita, dan kita sebagai pengikut-pengikut Yesus akan senantiasa mengalami kesulitan, penderitaan dan penolakan di dalam dunia ini. Hal ini juga memperjelas mengapa beberapa janji Allah tampaknya tidak digenapi,beberapa doa tampaknya tidak dijawab, dan beberapa keadaan tampaknya tidak adil, ini bukanlah akhir kisah. Untuk menjaga agar kita tidak merasakan cukup banyak kesedihan dan ketidak puasan di dalam kehidupan, yakni keinginan-keinginan yang tidak pernah terpenuhi di kehidupan ini. Kita tidak benar-benar bahagia disini karena memang seharusnya tidak! Bumi bukanlah rumah terakhir kita; kita diciptakan untuk sesuatu yang jauh lebih baik. Seekor ikan tidak pernah bahagia hidup di daratan, karena ikan dijadikan untuk hidup di air, seekor elang tidak pernah bisa merasa puas jika hewan itu tidak dibolehkan terbang. Kita tidak akan pernah benar-benar merasa puas di bumi, karena kita dijadikan untuk sesuatu yang lebih dari itu. Kita akan memiliki saat-saat bahagia di sini, tetapi tidak ada yang sebanding dengan apa yang Allah telah rencanakan bagi kita. Menyadari bahwa kehidupan di bumi hanyalah suatu penugasan sementara seharusnya mengubah nilai-nilai kita secara radikal. Nilai-nilai kekal, dan bukan nilai-nilai sementara, yang seharusnya menjadi faktor-faktor penentu bagi keputusan-keputusan kita.

“Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasehati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa” (1Ptr. 2:11)

Jangan pernah mengira bahwa tujuan Allah bagi kehidupan kita adalah kekayaan materi atau keberhasilan popular sebagaimana yang didefinisikan oleh dunia adalah salah besar. Kehidupan yang berkelimpahan tidak ada kaitannya dengan kelimpahan materi, dan kesetiaan kepada Allah tidak menjamin keberhasilan dalam karier atau bahkan pelayanan. Jangan pernah memusatkan perhatiaan pada mahkota-mahkota yang sementara. Paulus sangat setia, tetapi berakhir dipenjara. Yohanes pembaptis setia, tetapi ia mati dipenggal. Jutaan orang yang setia mati menjadi martir, kehilangan segalanya, atau mencapai ajal tanpa ada hasil apapun, tetapi akhir kehidupan bukanlah akhirnya!. Bagi Allah, pahlawan-pahlawan iman yang paling besar bukanlah orang-orang yang mencapai kemakmuran, keberhasilan dan kuasa di dalam kehidupan ini. Tetapi orang-orang yang memperlakukan kehidupan ini sebagai suatu penugasan dan melayani dengan setia, sambil mengharapkan upah yang dijanjikan kepada mereka di kekekalan. Masa hidup kita di bumi bukanlah kisah lengkap kehidupan kita, kita harus menanti sampai di surga baru barulah kita dapat melihat sisa bab-bab itu. Benarlah, dibutuhkan iman yang kuat untuk hidup di bumi sebagai orang asing. Mulailah sedari sekarang untuk menyingkirkan dan menjauhkan prinsip-prinsip dunia dalam kehidupan kita, benar! Tidakalah mudah menjalankan namun tidaklah menjadi beban yang berat apabila kita senantiasa memohonkan kekuatan kepada Allah dan terus-menerus memperbaiki hubungan dengan-Nya.       

========TUHAN YESUS MEMBERKATI========

Sumber : Alkitab, Kamus Alkitab Browning, The Purpose Driven Life (Rick Warren), Modul-modul kelas pemuridan – Gereja Lokal.

0 komentar:

Post a Comment

Blog Rankings

Arts Blogs - Blog Rankings