I. Sumber-sumber
Ajaran Tuhan Yesus disajikan terutama
dalam keempat Kitab Injil. Walaupun dalam Kitab-kitab PB lainnya hanya sedikit
rujukan langsung pada ajaran-Nya, namun KisAH Para Rasul, Surat-surat Kiriman
dan Wahyu mengukuhkan inti ajaran-Nya seperti disajikan dalam Kitab-kitab
Injil. Berita Kitab-kitab PB dan tulisan-tulisan Kristen abad 1 dan 2
didasarkan pada ajaran Tuhan Yesus. Jadi tulisan-tulisan ini adalah merupakan
sumber data yg penting, kendati tidak secara langsung sebagai sumber data.
Semua usaha untuk membuktikan bahwa rasul-rasul, khususnya Paulus, memberitakan
suatu Injil yang bertentangan dengan ajaran Yesus, gagal total. Ada kesatuan
hakiki antara ajaran Tuhan Yesus, ajaran rasul Paulus dan gereja perdana.
Mengandaikan ada pertentangan antara
ajaran Yesus seperti yg disajikan dalam Injil Sinoptik dengan ajaran-Nya yg
disajikan dalam Injil Yoh, itu hanyalah lahiriahnya saja. Memang benar bahwa
Injil Yoh lebih banyak memberi perhatian kepada ajaran Yesus yg bersifat
‘metafisika’ dan mencatat banyak percakapan yg di dalamnya Tuhan Yesus langsung
berbicara mengenai diriNya sendiri dan hubungan-Nya dengan Allah. Juga benar
ada perbedaan aksen dan tekanan; tapi ajaran Yesus dalam Injil Sinoptik dan
dalam Yoh pada dasarnya adalah sama (bnd Mat 11:25-30; 12:50; 14:33; 16:16;
17:5; 25:34; 26:39,63-65; 27:43; 28:18-20; Mrk. 1:1,11; 2:5,10; 8:29,38; 9:7,37;
10:29-30; 12:6,35-37; 13:26,31-32; 14:36,61-64; 15:39; Luk 1:30-35; 2:49; 3:23,38;
9:23-26,35; 10:21-24; 22:69-71; 23:46; 24:36-53 dst, dengan isi Injil
keempat).
Setiap penulis Kitab Injil mempunyai
tujuan khusus, dan untuk mencapai tujuan itu masing-masing memilih sendiri dari
ajaran Yesus yang cocok dengan tujuan itu. Dengan cara kerja demikian
Kitab-kitab Injil saling melengkapi dan tidak bertentangan satu sama lain.
Kitab-kitab Injil bersama-sama memberikan laporan lengkap dan menakjubkan
tentang inti ajaran Yesus Kristus. Jika kita meneliti Kitab-kitab PB lainnya,
juga hidup dan ajaran gereja perdana, maka nampak jelas betapa teguhnya ajaran
dan praktik gereja perdana didasarkan pada ajaran Kristus yang disajikan dalam
keempat Injil Kanon.
II. Ajaran Kristus tiada taranya
Bahwa Tuhan Yesus berbicara dalam
bahasa yang lazim pada zaman-Nya (harfiah dan kiasan), dan bahwa bentuk
lahiriah ajaran-Nya sering senada dengan ajaran para rabi Yahudi dan guru-guru
agama lain pada zaman-Nya, disetujui secara luas. Tapi pokok ajaran Yesus
Kristus adalah total baru dan revolusioner. Ucapan orang-orang Yahudi yang
dikerahkan untuk menangkap Dia tetap benar, bahkan dalam arti yang lebih luas
dan dalam daripada pemahaman mereka, ‘Belum pernah seorang manusia berkata
seperti orang itu!’ (Yoh 7:46; bnd Mat 7:28-29; Mrk 1:22).
Justru sia-sia menganggap bahwa ajaran Yesus hanyalah merupakan perkembangan
wajar dari ajaran Yahudi yang terbaik pada zaman-Nya, atau paling tidak
mengungguli maupun menyamai karya persekutuan Qumran atau suatu sekte Yahudi yang
lain. Kesamaan antara ajaran-Nya dan ajaran-ajaran sekolah rabi atau
sekte-sekte agama di Palestina pada waktu itu, timbul dari kenyataan bahwa Dia
hidup dan mengajar dalam kerangka sejarah yang sama. Tapi pada dasarnya
ajaran-Nya bukan hanya baru tapi juga khas unik.
III. Metode pengajaran Kristus
Tuhan Yesus memakai beberapa metode
mengajar untuk menyesuaikan ajaran-Nya dengan keadaan-keadaan tertentu. Ia
membaca Kitab-kitab PL di sinagoge dan menerangkannya kepada jemaat (Luk
4:16-32); Ia mengajar di lapangan terbuka, seperti saat Ia mengucapkan
Khotbah di Bukit yg tak ada taranya itu, yg dialamatkan terutama kepada
murid-murid-Nya, tapi didengar juga oleh banyak pendengar lain (Mat 5:1-7:29;
Luk 6:17-49); Ia bicara langsung dan secara pribadi dengan orang-orang
tertentu (Mrk 10:21; Luk 10:39); Ia mengajukan
pertanyaan-pertanyaan untuk memaksa orang berpikir (Luk 10:26; 12:56-57;
Mat 24:45; Mr 4:21). Ia bersoal jawab dengan lawan-lawan-Nya
untuk menghilangkan pikiran-pikiran mereka yang salah. Dia terlibat dalam
perdebatan dimana Ia membuktikan kebebalan pikiran lawan-lawan-Nya dengan
logika yang tak dapat ditolak (Mrk 12:18-27; Luk 20:41-44). Ia
mengemukakan paradoks-paradoks dan ucapan-ucapan pendek yang tajam untuk
mengukir kebenaran-kebenaran luhur tertentu dalam hati murid-murid-Nya (Mat
5:3-4; Luk 9:24; 20:25). Ia sering mengutip PL (Mrk
12:24-27,35-37; Luk 4:4-8,12). Ia menggunakan alat peraga (Yoh
13:1-15; Mat 18:2-4; 21:18-22). Ia berbicara lebih akrab dan
gamblang dengan kelompok murid-murid-Nya (Mat 17:9-13; Mrk 12:43-44;
Yoh 13:1-17:26). Ia mengemukakan ucapan-ucapan penting yang mengandung
nubuat (Mat 24:5-44; Mrk 13:1-37; Luk 21:5-36). Ia sering
mengajarkan kepada murid-muridNya perihal diriNya dan Allah dengan artian
sungguh-sungguh ‘bersifat metafisika’ (Mat 11:25-27; Luk 10:21-22;
Yoh 5:16-47; 6:32-71) dan Ia sering mengajar dengan menggunakan
perumpamaan. Yang menyertai seluruh ajaran-Nya ialah kekuasaan-Nya yang khas.
Nabi-nabi PL berbicara dengan wibawa yang mereka terima, tapi Yesus Kristus
berbicara dengan wibawa ilahi, mutlak dan dari diriNya sendiri (lih J. N
Geldenhuys, Supreme Authority, 1953, ps 1).
IV. Jenis-jenis ajaran Tuhan Yesus
Tidaklah mungkin ‘mengebiri’ ajaran
Yesus menjadi seperti filsafat, teologi atau etika. Ajaran-Nya berbeda sekali
dari ajaran setiap orang sebelum dan sesudah Dia. Tapi kita dapat
mengklasifikasikan ajaran Yesus dengan judul judul berikut: etika (Mat 5; 6; 7; Luk 6:17-49;
11:37-54 dst), metafisika dan teologi (Mat 11:25-27; Luk 10:21-22;
Yoh 6:33-48; 8:58 dst), sosial (Luk 14:7-14; 20:19-25;
Mat 19:3-12 dst), penyelamatan (Mat 9:12-13;
11:28-30; 16:24-26; 20:28; Luk 9:23-24; 14:15-24; 15:1-32; 18:9-14;
19:9-10; Yoh 10:1-18 dst), eskatologi (Mat 24; 25; Mrk 13; Luk 21; Yoh
14:1-3, dll).
Dasar ajaran-Nya ialah ajaran-Nya yang
langsung maupun tak langsung mengenai diriNya sendiri. Seluruh ajaran-Nya
menyatu pada diriNya sendiri.
V. Tema utama
Berbeda dari semua guru agama yang
lain, Yesus tidaklah pertama-tama mengajarkan kebenaran-kebenaran mengenai
Allah dan agama. Inti ajaran-Nya ialah pengumuman mengenai diriNya sendiri
sebagai Anak Allah dan Juruselamat dunia. Hal itu bukanlah melulu sistem
teologi, tapi penyataan diri. Memang benar Ia tidak secara terbuka dan tidak
setiap saat mengumumkan diriNya adalah Mesias dan Anak Allah. Dan karena dalam
benak orang Yahudi terdapat konsep yang salah tentang watak dan tugas Mesias,
maka Ia sangat berhati-hati — tidak memaparkan secara luas kemesiasanNya kepada
mereka. Tapi penelitian yang cermat atas keempat Injil menyingkapkan, bahwa
sejak dari awal Yesus mengajarkan bahwa Dia adalah Anak Allah. Penting
diperhatikan bahwa dalam ucapan Yesus yang pertama sekali seperti dicatat dalam
Injil, Ia dengan lembut tapi pasti mengingatkan Maria bahwa BapakNya yang
sebenarnya ialah Allah (Luk 2:48-50); dan dalam ucapan-Nya yang terakhir
di kayu salib Ia menyerahkan diriNya kepada Allah, ‘Ya Bapak, ke dalam tanganMu
Ku-serahkan nyawa-Ku’ (Luk 23:46). Dan sesudah kebangkitan-Nya Ia
menugasi Maria Magdalena untuk menyampaikan pesan-Nya kepada murid-murid-Nya,
‘Aku akan pergi kepada BapakKu’ (Yoh 20:17).
Ciri paling khas ajaran Tuhan Yesus
ialah pengumuman-Nya bahwa Allah adalah Bapak. Memang dalam satu dua ayat PL
Allah telah dinyatakan sebagai Bapak, tapi dalam ajaran Yesus ini Allah
diperkenalkan lebih sebagai Bapak dari umat-Nya, Israel, ketimbang Bapak dari
pribadi orang percaya. Yesus mengumumkan Allah sebagai Bapak dalam cara baru
dan yang lebih bersifat pribadi. Dalam keempat Injil ada kurang lebih 150 acuan
dimana Yesus menyebut Allah sebagai Bapak. Ia mengajarkan bahwa Allah adalah
BapakNya sendiri dalam arti khas (Luk 2:49; 10:21-22; 20:41-44; 22:29; Mat
11:25-27; 15:13; 16:13-17,27; 21:37; 22:2; 26:29,63-64; 27:43; 28:18-20; Mrk
8:38; 12:6,35-37; 13:24-27; 14:61-62; Yoh 3:35; 5:18,22-23 dst). Ia
tak pernah menyamakan ke-Bapak-an Allah dalam hubungan terhadap diriNya sendiri
dengan ke-Bapak-an Allah dalam hubungan terhadap murid-murid-Nya atau terhadap
manusia lain pada umumnya. Tak pernah Dia berdoa kepada Allah dengan ucapan,
‘Ya, Bapak kami!’, tapi selalu langsung, ‘Ya, Bapak!’ (Mrk 14:36; Mat
11:25; Luk 10:21; Yoh 11:41; 17:1-26 dst).
Jika Yesus berbicara kepada
murid-murid-Nya, Ia tak pernah menyebut Allah sebagai ‘Bapak kita’, tapi selalu
‘BapakKu’ (Luk 10:22; Mat 11:27; 12:50; Yoh 20:17) atau
‘Bapak-mu’ (Mrk 11:25-26; Mat 5:45,48 dst). Pembatasan yang
demikian jelas perihal hubungan-Nya dengan Allah, bergema sepanjang ajaran-Nya,
baik dalam Injil-injil Sinoptik maupun dalam Injil keempat. Dalam hal ini Yesus
memang unik. Tidak seorang pun guru agama sebelum dan sesudah Dia yang
menyatakan hubungannya mutlak dengan Allah, seperti terungkap dalam kata-kata,
‘Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh BapakKu dan tidak seorang pun mengenal
Anak selain Bapak, dan tidak seorang pun mengenal Bapak selain Anak dan orang
yg kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya’ (Mat 11:27; bnd Luk
10:22; Mrk 8:38; Yoh 17:1-5 dst).
Tapi ajaran Yesus mengenai
ke-Bapak-an Allah tidak berhenti pada pengumuman hubungan-Nya yg khas dengan
Allah Bapak. Ia ajar juga murid-murid-Nya mempercayai Allah sebagai Bapak dari
semua orang percaya. Dalam Khotbah di Bukit lebih 14 kali Ia menyebut Allah
sebagai Bapak dari murid-murid-Nya (lih khususnya Mat 6:1-34; bnd Luk
6:36). Karena hubungan Allah dengan manusia inilah yang harus mendasari
hidup rohani pengikut-Nya, maka Yesus mengajar mereka berdoa kepada Allah
dengan ucapan ‘Bapak kami’ (Mat 6:9). Karena Allah adalah Bapak mereka,
mereka tak usah takut (Mat 10:28-30; 6:26-32); mereka dapat dan harus
berdoa dengan iman yang sungguh kepada-Nya (Mat 7:7-11; Luk 11:9-13).
Karena Allah sempurna dalam kasih dan kemurahan, maka mereka harus demikian
juga (Mat 5:43-48; Luk 6:36).
Ajaran Yesus mengenai ke-Bapak-an
Allah merupakan pukulan maut terhadap ajaran ahli-ahli Taurat, yang sudah
membebani agama demikian sarat dengan bentuk-bentuk lahiriah, upacara dan
peraturan. Justru Yesus berkata bahwa ajaran-Nya sedemikian barunya, jadi untuk
mendekati Allah tata cara lama harus dihapus dan diganti dengan tata cara baru,
yaitu melalui Dia (Mrk 2:22; Mat 9:14-17; Luk 5:33-39).
Dengan mengajarkan bahwa hubungan
antara Allah dan orang percaya adalah sama dengan hubungan antara seorang ayah
dan anak-anaknya, maka Yesus menjungkirbalikkan seluruh pengertian agama yang
ada. Karena Allah adalah Bapak yang panjang sabar dan mengasihi, maka masih ada
harapan bahkan bagi pendosa paling besar (bnd perumpamaan Anak yg Hilang, yang
diterima dengan welas asih dan dipulihkan ke dalam hidup baru oleh bapaknya yang
pengampun, Luk 15:11-32). Sebagai Bapak, Allah memperhatikan bahkan
ciptaan-Nya yang paling kecil sekalipun dan mengasuh semuanya (Mat 6:26;
10:29-30; Luk 12:24-27). Sebagai Bapak, Ia tahu kebutuhan yang
sesungguhnya dari anak-anak-Nya, karena itu orang percaya tak usah kuatir atau
takut (Luk 12:4-7,22-32). Sebagai Bapak, Ia tetap setia terhadap mereka,
bahkan di tengah-tengah suasana paling sukar dan berbahaya (Luk 12:11-12;
Mrk 13:11).
Tapi serentak Yesus juga mengajarkan
dengan gamblang bahwa Allah bukan hanya Bapak yang imanen dan hadir di
mana-mana, tapi Allah adalah juga dan sekaligus Tuhan yang transenden dan
mahakuasa atas langit dan bumi (Mat 11:25). Karena itu jika berdoa
kepada Allah, kita wajib berkata, ‘Bapak kami yang di sorga’ (Mat 6:9).
Dan karena Allah adalah Bapak yang mahakuasa yang menciptakan dan memelihara
segala sesuatu (Luk 10:21; Mat 19:26), maka tugas mulia dan luhur
bagi orang percaya ialah memuliakan atau
menguduskan nama Allah (Mat 5:16; 6:9; Mrk 12:17,30; Luk
8:39; Yoh 15:8). Melakukan kehendak Bapak bukan lagi menjadi beban
yg memberatkan, tapi hak istimewa penuh sukacita (bnd kata-kata jadilah
kehendakMu di bumi seperti di sorga’, Mat 6:10 dan Yoh 15:10-15). Yang
jadi pendorong bagi orang percaya untuk melayani sesamanya dan bahkan untuk
mengasihi musuhnya, ialah kerinduan menjadi anak-anak yg layak bagi Bapak
sorgawinya (Mat 5:44-48).
Ajaran Yesus mengenai ke-Bapak-an
Allah memaparkan kebenaran yang menakjubkan, yaitu bahwa demikian kasihnya
Allah memelihara orang percaya dan seluruh ciptaan, sehingga bahkan rambut di
kepala mereka pun Dia hitung (Mat 10:30), bunga bakung Dia perlengkapi
dengan keelokan dan burung terkecil sekalipun Dia asuh (Mat 6:26-30; 10:29).
Karena kasih yang demikian, maka tidak ada alasan bagi orang percaya untuk
kuatir akan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan lainnya, juga tentang hari yang
akan datang (Mat 6:25,34). Jika orang percaya menempatkan Allah sebagai
satu-satunya yg utama dalam hati dan hidupnya, maka Dia akan memelihara mereka
dalam setiap keadaan, bahkan keadaan yang paling gawat sekalipun (Mrk 13:11;
Luk 12:4-12; 21:18).
Pada pihak lain, juga sama jelas dan
gamblangnya, Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa menolak Dia dan tidak menaati
Allah Bapak, orang-orang yang menolak kasih karunia-Nya yang menyelamatkan,
akan langsung menghadap hukuman yang tidak terelakkan (Mat 8:12; 21:43-45;
22:13; 25:30,41-46*; Mrk 8:38; 12:9-12; 13:26* dab; Luk 13:27*
dab, 34 dab; Luk 19:27; 21:20-24*). Ia tidak membiarkan pendengarNya
ragu sedikit pun, bahwa tujuan akhir manusia tergantung pada sikap mereka
terhadap Dia dan perkataan-Nya (Mrk 8:38; 10:29* dab; Mrk 12:6-11*;
Luk 9:26*; Yoh 12:48; 14:6,21-24; 15:22* dab). Ia datang untuk
memberi nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Mrk 10:45*; Mat 20:28; 26:28*; Yoh 10:11*), dan
karena Allah Bapak sudah menyerahkan segala sesuatu kepada Dia, maka Ia
mengundang semua orang datang kepada-Nya untuk beroleh hidup yang kekal (Mat
11:27-28; 22:1-10; 25:1-12*; Yoh 6:35-37*). Mencari dan
menyelamatkan orang yang hilang adalah keinginan yang sungguh dan kesukaan
besar bagi BapakNya dan Dia sendiri (Mat 22:4,9*; Mrk 10:45*; Luk
12:32; 15:1-32; 19:10*; Yoh 3:16* dab); tapi barangsiapa menolak
penyelamatan ini, berarti mendatangkan pada dirinya kebinasaan yang kekal (Mrk
12:9*; Mat 22:7,13; 25:30,41,46*; Yoh 8:24*).
Sebagai Anak Manusia, yg kepada-Nya
telah diberikan kuasa atas alam semesta (Yoh 5:25*; bnd Dan 7:13*
dab), Yesus mengajarkan bahwa Dia-lah yang akan melaksanakan penghakiman pada
saatnya segala sesuatu akan digenapi. Dia akan berkata kepada orang-orang
benar, ‘Mari, hai kaum yg diberkati oleh BapakKu, terimalah Kerajaan yang telah
disediakan bagimu…’ (Mat 25:34*), dan kepada orang-orang fasik,
‘Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk…’ (Mat 25:41*).
Sikap orang terhadap Dia dan terhadap ‘saudara-saudara-Nya’, yg dinyatakan
dalam hidup harian orang itu, akan dijadikan patokan yang menentukan pada hari
penghakiman (Mat 25:31-46*; Mrk 9:37,41*; Luk 10:10-16*; Yoh
8:51; 12:26; 15:23* dab), sebab Yesus bukan tukang sulap, juga bukan melulu
Mesias orang Yahudi saja, tapi Anak Allah yg kepada-Nya telah diberikan segala
kuasa yang ada di sorga dan di bumi (Mat 11:27; 28:18-20*; Luk 10:22*;
Mrk 12:6*; Yoh 3:34-36; 5:17-27; 8:58; 10:30*).
VI. Tema-tema lain yg penting
Sesudah meneliti tempat paling mulia
yang diberikan kepada ke-Bapak-an Allah dalam ajaran Tuhan Yesus, marilah
meneliti tema-tema lain yang penting.
a. Kerajaan Allah
Mrk 1:15* mencatat Yesus memulai pelayanan-Nya
di muka umum dengan memberitakan kabar gembira dari Allah dalam kata-kata,
‘Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah
kepada Injil!’ Beberapa hari sebelumnya, yaitu sesudah Yesus dibaptiskan,
seruan dari sorga menyatakan kepada-Nya, ‘Engkau-lah Anak yg Ku-kasihi,
kepada-Mu-lah Aku berkenan’ (Mrk 1:11*). Untuk mengerti ajaran Yesus
tentang Kerajaan Allah, penting sekali memperhatikan hubungan erat antara
kesadaran-Nya akan ke-Anak-an-Nya yg khas dengan pemberitaan-Nya perihal kabar
baik tentang Kerajaan Allah.
Ungkapan ‘Kerajaan Allah’ atau
‘Kerajaan Sorga’ (ungkapan terakhir paling disukai Matius) dipakai oleh Yesus
dalam aneka ragam arti. Pada dasarnya ungkapan itu mengartikan pemerintahan yang
berdaulat, kuasa rajawi Allah, yang secara khas dimanifestasikan dalam
pelayanan Yesus, dan yang ditentukan akan ditegakkan genap seutuhnya pada saat
Anak Manusia dinyatakan dalam kemuliaan-Nya. Karena pemerintahan rajawi Allah
adalah atas hidup manusia, maka keselamatan ditawarkan kepada semua orang yang
bertobat dari dosa-dosanya dan yang percaya kepada Yesus Kristus; jadi Tuhan
Yesus memulai pelayanan-Nya di muka umum dengan memberitakan ini sebagai kabar
baik (Mrk 1:14-15*; Mat 4:17-23*).
Pada zaman Yesus pemikiran yang
merajai benak orang Yahudi tentang Kerajaan Allah ialah pemikiran materialistis
— keyakinan bahwa Allah akan membangun suatu kerajaan duniawi, dan melalui
Mesias — raja kerajaan duniawi itu — akan memerintah seluruh dunia dan akan
menjadikan Yahudi menjadi bangsa penguasa atas semua bangsa lain. Segi-segi
spiritual pemerintahan Allah seperti telah disinggung samar-samar dalam
beberapa bagian PL, dan yang disinggung lebih jelas di tempat-tempat lain,
umumnya dilupakan. Tapi Yesus tidak hanya mengumumkan sifat rohani pemerintahan
Allah, Ia juga memberikan kepada istilah ‘Kerajaan Allah’ makna baru yang
revolusioner. Kedaulatan ilahi yang Dia umumkan ialah kedaulatan BapakNya, dan
tak dapat dipisahkan dari diri dan pekerjaan Yesus sendiri sebagai Anak yg
dikasihi Allah (Mrk 1:11,15,17; 13:26*; Mat 7:21-27; 10:40; 11:27;
12:28-30*; Luk 10:16-24; 11:20-23; 21:27,31; 22:29-30*; Yoh 5:36;
10:30,37-38*).
Ajaran Yesus bahwa pemerintahan
rajawi Allah telah menjadi fakta nyata dalam diri Yesus sendiri dan dalam
pelayanan-Nya (Mrk 1:15; Mat 11:27; 12:28; 13:17*; Luk 4:21;
10:17-24; 11:20*), dan jika manusia mau bertobat dan percaya maka ia akan
beroleh bagian dalam berkat-berkat kemenangan yg menyertai Kerajaan itu (Mrk
1:15; 2:9-12; 10:45*; Mat 11:28; 22:10*; #/TB Luk 5:32; 7:48-50;
15:1-32; 18:13-14*; #/TB Yoh 10:9-10,27-29*). Tapi Ia juga
mengajarkan dengan tandas bahwa penggenapan tuntas seutuhnya Kerajaan Allah itu
masih akan datang (Mrk 13:24-27*; Mat 13:40-43,49-50; 24:29-31; 25:31-46*;
Luk 11:29-32; 21:25-31; 22:18,29-30*; Yoh 5:27-29; 14:2-3*).
Kerajaan Allah — dipandang sebagai
kumpulan dari semua berkat ilahi yang bisa diperoleh — dinyatakan oleh Yesus
sebagai harta yang sangat berharga untuk dimiliki dan yang tiada taranya (Mat
13:44-46*; Luk 12:31*). Karena itu Ia menghimbau pengikut-Nya supaya
bersedia menderita demi Dia, dan untuk mengorbankan bahkan hidup mereka sendiri
guna menjadi anggota yang sungguh dari Kerajaan itu (Mrk 8:34-38*; Luk
9:23-26; 12:4-9,32; 17:33*; Mat 16:24-27*; Yoh 15:18-21; 16:33;
21:18-19*).
Asas dari seluruh ajaran-Nya mengenai
Kerajaan Allah, ialah pernyataan-Nya yang tandas gamblang bahwa Dia Anak Allah
dan bahwa Bapak telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya (bnd Mat 5:10-11; 7:21-22; 10:32-40; 11:27;
28:18*; Mrk 12:6; 13:26*; Luk 10:22*; Yoh 10:27-30;
17:1-2*).
b. Anak Manusia
Yesus sering menyebut diriNya Anak
Manusia. Dalam Mrk 8:38; 13:26; 14:62*; Luk 17:24; 21:27* dst, Ia
memakai jelas sebutan .itu untuk menerangkan watak dan misi-Nya berkaitan
dengan penglihatan dalam Dan 7:13*
dab, ’…tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia
…. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal ….’ Dengan menyamakan diriNya ‘Anak
Manusia’ yang kepadaNya telah diberikan kuasa yang kekal untuk memerintah semua
bangsa, Yesus mengumumkan bahwa Dia-lah Mesias yang ditentukan Allah, dan bahwa
pada akhirnya Dia pasti menang, walaupun musuh-musuh-Nya kelihatannya menang
dan pengikut-Nya tak berdaya. Anak Manusia yg merendahkan diriNya menjadi
manusia sejati adalah serentak Pemenang yang kekal (Mat 24:30*).
Tuhan Yesus memberikan juga arti baru
dan yang lebih luas pada istilah PL ‘Anak Manusia’ itu. Ini jelas dari
kenyataan betapa seringnya Taurat memakai sebutan khas ini mengacu pada diriNya
berkaitan dengan keharusan-Nya menderita dan mati di kayu salib (Mrk 8:31;
9:31; 10:33; 14:21,41*; Luk
18:31; 19:10*; Mat 20:18,28; 26:45*). Melalui penyamaan diriNya
dengan manusia berdosa maka ‘Anak Manusia juga, datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi
banyak orang’ (Mrk 10:45*; bnd Yoh 10:11,15*). Tapi Ia juga
mengajarkan bahwa penderitaanNya akan disusuli kebangkitan-Nya (Mat
20:18-19*; Mrk 8:31; 10:33-34*; Luk 18:31-33*), dan bahwa
pada penggenapan segala sesuatu akan dinyatakan kemenangan akhir bagi diriNya
dan pengikut-Nya (Luk 21:25-28; 22:29-30*; Mrk 13:26-27; 14:24-25,62*;
lih Yoh 13:31-32*).
c. Ke-Mesias-an Yesus
Adalah jelas bahwa Yesus mengajar
murid-murid-Nya untuk mempercayai bahwa Dia-lah Mesias atau Kristus (artinya:
Raja yang diurapi) yang datang dari Allah. Tapi karena luasnya salah pemahaman
mengenai Mesias di antara orang Yahudi (bnd Yoh 6:15*), maka Ia melarang
keras membicarakan ke-Mesias-an-Nya di muka umum (Mrk 9:7-9*; Mat
16:20; 17:9*). Baru sesudah Ia menyelesaikan misi pelayanan-Nya di muka
umum dan setelah dekat waktu-Nya untuk menderita di kayu salib, Ia mengumumkan
secara terbuka peranan-Nya sebagai Raja Mesias, saat Ia dielu-elukan memasuki
Yerusalem (Mat 21:1-11*; Mrk 11:1-18*; Luk 19:1-48*; Yoh
12:12-50*). Di hadapan hakim-hakim yang mengadili-Nya dengan tegas Ia
menyatakan bahwa memang Dialah Kristus (Mat 26:63-64*; Mrk 14:61-62*;
Luk 22:69-71; 23:2-3*), tapi Dia bukan Mesias duniawi seperti yang
diharapkan orang Yahudi (Yoh 18:36*).
Penting diperhatikan, Ia tidak
mengajarkan bahwa karena Dia adalah Mesias maka Dia adalah Anak Allah.
Sebaliknya, dasar ajaran-Nya ialah bahwa Dia adalah Anak Allah dalam arti
mutlak (bnd Mat 27:43; 11:27; 24:36*; Mrk 13:32* dst), dan karena
Dia adalah Anak Allah maka Dia adalah Mesias yang sesungguhnya, yang diurapi
oleh Allah. Pertama-tama dan yang paling asasi Dia adalah Anak Tunggal dan Anak
Kekal dari Bapak.
d. Kematian Yesus
Menurut keempat Injil Yesus
mengajarkan bahwa Dia akan menderita sengsara dan akan mati. Ia memberi banyak
perhatian pada kematian-Nya yang akan menyusul itu, terutama pada masa-masa
akhir pelayanan-Nya (Mat 16:21; Mrk 8:31; 9:31; 10:33-34; Luk
9:22,44; 12:37*; Yoh 6:51; 10:11-18*). Tapi menjelang kurun waktu Mrk
2:20* Ia mulai mempersiapkan murid-murid-Nya untuk siap menerima kenyataan
yang akan terjadi, yakni bahwa Ia harus menderita dan mati. Ia menekankan bahwa
penderitaan-Nya adalah sesuai kehendak Allah dan dalam hal itu Dia sendiri
ikhlas memilih untuk menanggung sengsara dan mati demi umat-Nya (Mrk 10:45;
14:24*; Yoh 10:11-18*).
Ucapan Tuhan Yesus yang menetapkan
pelembagaan Perjamuan Kudus jelas menyatakan hakikat kematian-Nya di kayu salib
adalah pengorbanan. Ia memberikan raga-Nya untuk disiksa demi umat manusia, dan
darah-Nya untuk dicurahkan demi keselamatan yang kekal (Luk 22:19-20*; Mat
26:27-28*; Mrk 14:22-24*; bnd Yoh 14:2; 10:15; 19:30*).
Kematian-Nya memungkinkan tersedianya pengampunan dosa (Mat 26:27-28*),
dan perjanjian baru antara Allah dan manusia diadakan (Luk 22:20*).
Justru Yesus mengajarkan bahwa melalui kematian-Nya tersedia berkat abadi bagi
banyak orang dan tercipta hubungan baru antara Allah dan manusia melalui pengampunan dosa hasil karya
pengorbanan-Nya menyerahkan nyawa-Nya menjadi korban tebusan dosa. Bahasa yang
Dia gunakan untuk mengungkapkan hal ini jelas diwarnai gambaran Hamba Yahweh yang
menderita sengsara karena menanggung hukuman dosa banyak orang dan memberi
mereka kebenaran (Yes 52:13-53:12*).
e. Peristiwa peristiwa yg akan datang
Tapi Yesus tidak hanya mengajarkan
bahwa Dia akan menderita sengsara dan akan mati; banyak lagi yang Dia ajarkan
berkaitan dengan ihwal yang akan terjadi dalam waktu dekat dan pada masa depan
yg masih jauh.
Pertama, Ia mengajarkan bahwa kendati
Dia harus memberikan nyawa-Nya dan mati menjadi tebusan bagi banyak orang, Dia
akan bangkit dari antara orang mati (Mrk 9:9*, dst).
Kedua, berulang kali Dia ajarkan
bahwa kendati begitu besarnya kebencian dan kekuasaan musuh-musuh-Nya, dan
kendati nampaknya Ia seperti bertekuk lutut di bawah kuasa mereka, pada
akhirnya Dia-lah pemenang. Penelitian yang cermat akan ajaran-Nya berkaitan dengan
eskatologi dalam Mat 24*; Mrk
13*; Luk 21:5-36*, dan ucapan-ucapan-Nya yang lain, mengungkapkan
bahwa kemenangan-Nya atas seluruh kuasa kejahatan dan pernyataan kuasa
ke-Allah-an-Nya, dinyatakan-Nya sebagai sesuatu yang akan menjadi kenyataan
praktis dalam tahapan yang berurutan. Pada dasarnya kemenangan-Nya sudah
menjadi realitas mulia (Luk 10:17-22*; Mat 11:27; 28:18-20*; Yoh
6:35-39*). Tapi murid-muridNya masih harus menghadapi banyak cobaan sebelum
Ia datang dalam kemuliaan untuk kedua kalinya (Mat 10:16-23*; Mrk
13:5-13*; Yoh 16:33*; Luk 21:12-25,26*).
Yesus mempraucapkan bahwa dalam arti
tertentu murid-murid-Nya dan musuh-musuh-Nya akan segera mengalami kenyataan
peri keberjayaan-Nya, yang melalui-Nya Allah Bapak menyatakan kuasa
kedaulatan-Nya (Mat 10:23; 16:28*; Mrk 9:1*; Luk 22:69*
dst). Dan ini benar-benar digenapi dalam peristiwa-peristiwa yang menyertai
kematianNya (Mat 27:45,51* dab; Mrk 15:33,38* dab; Luk 23:44*
dab), dalam kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya (Mat 28:1-10*; Luk 24*;
Kis 1:9*), pada hari Pentakosta sebagai penggenapan janji-Nya mengenai
Roh Kudus (Kis 2:1-36*; bnd Yoh 16:7-22*; Luk 24:49*),
dalam pendirian gereja-Nya dan perkembangannya yang tak terhalangi itu (Kis
2:37-47* dan bg Kis yg lain), dalam hukuman yang menimpa musuh-musuh-Nya,
dalam kernusnahan Yerusalem dan Bait Suci, juga nasib bangsa Yahudi yg begitu
memilukan. Dalam semua peristiwa historis itu Kerajaan Allah dimanifestasikan
sesuai ajaran nubuat Yesus (#/TB Mr 12:9; 13:2,14-23*; #/TB Mat
21:43,44; 23:27-39; 24:1-25*; #/TB Luk 19:41-44; 21:5-6,20-24*).
Jika Yesus bicara tentang kedatangan
Kerajaan Allah dan penyataan kuasa ilahi-Nya, Dia sering menunjuk jauh ke masa
yg akan datang — jauh dari penyataan awal kuasaNya itu. Ia mengajarkan bahwa
Kerajaan Allah akan datang dalam kemuliaan yg sempurna, dan pada saat itu
kedaulatan pemerintahan Bapak akan dinyatakan dalam Anak meliputi alam semesta
dan segenap matra kehidupan (Mat 24:29-31; 25:31-34*; Mrk 13:24-27*;
Luk 21:25-27*; Yoh 5:28-29; 6:44; 14:2-3*). Dari
ucapan-ucapan-Nya dalam Mrk 13:7,10; 14:9*; Mat 24:14,36-51; 25:1-46*
(perhatikan khususnya Mat 24:14; 25:19*; Luk 19:11; 21:9,24*)
jelas Ia tidak pernah mengajarkan, bahwa kedatangan final Kerajaan Allah tidak
akan terjadi pada waktu itu.
Untuk mengamati ajaran Tuhan Yesus
mengenai masa yang akan datang, perlu kita perhatikan berbagai segi yang
dibicarakan-Nya perihal kedatangan Kerajaan Allah. Tentang beberapa hal Yesus
nampaknya menyatakan pemerintahan Allah kini dan di sini — pada satu sisi dalam
karya penyelamatan-Nya dan pada sisi lain dalam tindakan penghakimanNya. Pada
segi-segi lainnya yang terutama ditekankan ialah keadaan tragis yang akan
menimpa bangsa Yahudi, Yerusalem dan Bait Suci akibat terus-menerus menolak
Yesus sebagai Mesias. Tapi sebagai puncak gunung yang mengungguli semua puncak
gunung lainnya nampak jaya perkasa, demikianlah nubuat Tuhan Yesus menjangkau
masa yang akan datang, baik yang sudah dekat maupun yg masih jauh di depan,
mencakup yg lokal maupun nasional menuju penggenapan universal pada hari
terakhir. Pada saat itu Bapak akan membuktikan dan mensahihkan Yesus adalah
AnakNya sekali untuk selama-lamanya, dengan menyatakan dan memanifestasikan
kemuliaan Yesus yang kepada-Nya telah Bapak berikan pemerintahan-Nya yang kekal
meliputi alam semesta (bnd khususnya Luk 21:5-27* dan lih Geldenhuys,
hlm 522-545).
VII. Bukti-bukti yang membenarkan ajaran Yesus Kristus
Kebenaran ajaran Tuhan Yesus mengenai
masa yang akan datang telah dibuktikan oleh fakta-fakta historis. Masih banyak
lagi yang dapat dikemukakan untuk membuktikan kebenaran nubuat-Nya. Penggenapan
pra-ucapan-Nya dalam Luk 21:24* (bnd Mrk 13:2* dst) merupakan
contoh nubuat konkret yg digenapi tepat sekali. Sejak Yerusalem dimusnahkan
oleh tentara Romawi thn 70 M, wilayah kota lama — Yerusalem asli —‘
diinjak-injak oleh bangsa-bangsa (yg tidak mengenal Allah)’ (Luk 21:24*)
sepanjang sembilan belas abad yg lewat, sampai zaman kita.
Dengan cara-cara lain kebenaran
ajaran Tuhan Yesus sebagai keseluruhan juga sudah terbukti. Di atas
segala-galanya, Allah Bapak sendiri meneguhkan ajaran AnakNya sbb:
1. Mengumumkan dari sorga baik pada
waktu baptisan maupun pada pemuliaan di atas gunung, bahwa Yesus adalah Anak yang
dikasihi Allah dan yang kepada-Nya Allah berkenan (Mrk 1:11; 9:7* dab).
2. Memberi Yesus kuasa untuk
melakukan mujizat-mujizat yg tiada taranya, dan dengan demikian menyatakan
kuasa keilahian-Nya atas penyakit rohani dan penyakit badani (menyembuhkan
penyakit yang tak dapat disembuhkan juga mencelikkan orang buta); kuasa atas
alam (mengubah air menjadi anggur, menghentikan angin topan dsb); kuasa atas
kematian badani dan rohani (membangkitkan orang mati, mengampuni orang berdosa
dan mengubah hidup mereka).
3. Membangkitkan Yesus dari kematian
dan meninggikan Dia di tempat paling mulia di sebelah kanan-Nya.
4. Mujizat pada hari Pentakosta
pertama, yang mengubah murid-murid-Nya yang jumlahnya sangat kecil dan tak
berarti itu menjadi pembangun gereja.
5. Mengendalikan sejarah umat manusia
dan bangsa-bangsa sedemikian rupa, sehingga semua nubuat Yesus mengenai masa yang
akan datang sudah digenapi atau sedang dalam proses penggenapan. Ump, Tuhan
Yesus mengajarkan, walaupun pengikut-Nya akan mengalami banyak penderitaan, toh
gereja-Nya tidak akan lenyap, tapi sebaliknya akan terus memberitakan Injil di
wilayah yang makin luas ‘di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa;
sesudah itu barulah tiba kesudahannya’ (Mat 24:14*). Sewaktu Yesus
mengucapkan kata-kata emas itu, nampak — sejauh nalar manusiawi — segala
sesuatu menentang terjadinya nubuat ini. Tapi kendati semua kendala itu, dan
kendati waktu telah berlalu hampir 2.000 thn, gereja Tuhan terus dibimbing dan
dilindungi oleh Allah, dan kini gereja memberitakan Injil kepada lebih banyak
bangsa daripada tahun-tahun sebelumnya.
6. Terciptanya dan terpeliharanya PB,
yang bersama PL merupakan Firman Allah yang lengkap seutuhnya, dan yg
memproklamasikan Yesus sebagai pusat dari segala sesuatu, manunggal dengan
Bapak dan Roh Kudus (Mat 28:18-20*; 2Kor 13:14*).
7. Kebenaran ajaran Tuhan Yesus
terungkap nyata dan berakar teguh dalam hidup orang percaya dan gereja oleh Roh
Kudus yg tinggal dan menghidupinya. Dengan demikian janji-Nya yang diucapkan
dalam Yoh 15:26; 16:13-15* terus digenapi, dengan ucapan-Nya dalam Yoh
14:25-26*, ‘Semuanya itu Ku-katakan kepadamu, selagi Aku berada
bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus
oleh Bapak dalam nama-Ku, Dia-lah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu
dan yang telah Ku-katakan kepadamu’ (bnd Kis 1:4,5,8*).
KEPUSTAKAAN. A Edersheim, The Life and Times of Jesus the
Messiah, 2 jilid, 1883; J Klausner, Jesus ofNazareth, 1929; T. W Manson, The
Teaching of Jesus2, 1935; V Taylor, The Life and Ministry of Jesus, 1954; H. E.
W Turner, Jesus, Master and Lord’, 1954; G Bornkamm, Jesus of Nazareth, 1960; E
Stauffer, Jesus and His Story, 1960; J Jeremias, The Parables of Jesus2, 1963;
C. K Barrett, Jesus and the Gospel Tradition, 1967; D Guthrie, A Shorter Life
of Christ, 1970; C. H Dodd, The Founder of Christianity, 1970; J Jeremias, New
Testament Theology I: The Proclamation of Jesus, 1971; E Scweizer, Jesus, 1971;
H Conzelmann Jesus, 1973: A. M Hunter, The Work and Words of Jesus, 1973; E
Trocme, Jesus and His Contemporaries, 1973; G Vermes, Jesus the Jew, 1973; F. F
Bruce, Jesus and Christian Origins outside the New Testament, 1974; G. E Ladd,
A Theology of the New Testament, 1974, bg 1; G. N Stanton, Jesus of Nazareth in
New Testament Preaching, 1974; R. T France, The Man they Crucified: A Portrait
of Jesus, 1975. (RBC Ministry-2004)
0 komentar:
Post a Comment