Pada
saat khotbah di bukit yang begitu fenomenal, perkataan Yesus telah banyak
mengubahkan hati orang-orang yang mendengarkan dan mereka percaya akan
pengajarang-Nya. Dalam hal ini ada terselip sebuah visi yang Yesus inginkan
kepada para pengikut-Nya yaitu untuk menjadi garam dan terang dalam dunia ini.
Namun dalam hal ini kita selaku pengikut dari ajaran-Nya di tengah zaman yang
saakan bergerak begitu cepat, teknologi yang begitu berkembang pesat dan
terjadinya sebuh kultur yang di sadari ataupun tidak telah memacu kita dalam
hidup penuh dengan persaingan yang ketat.
Namun dalam hal ini sesungguhnya, dalam menjalani
kehidupan ini yang sangat berpengaruh adalah diri kita sendiri yang
menjalankananya. Faktor di luar kita seperti halnya, lingkungan terdekat kita
dan lingkungan luar kita baik berupa lingkungan teman, kantor, relasi bisnis,
komunitas dan lain sebagainya hanyalah unsur luar yang tidak akan membuat kita
berbuat dosa namun pengaruh mereka dapat menjadikan kita tergelincir ke dalam
dosa apabila hati kita tidak kuat. Begitu pula dengan penagaruh yang di bisikan
oleh yang tidak kelihatan oleh mata, semua itu hanyalah beberapa unsur yang
akan membuat kita tergelincir, namun sesungguhnya dalam kehidupan ini diri kitalah
yang menentukan semua jalan hidup ini. Tuhan sudah memberikan dua pilihan
akankah mengikuti jalan-Nya ataukah jalan kita sendiri. Konsekuensi dari
pilihan-pilhan yang telah kita tetapkan telah dapat kita ketahui hasil akhirnya
walaupun dalam nyata bentuk dan waktunya belaum terjadi, jika kita mengikuti
jalan-Nya tentunya keselamatan dan berkat-Nya akan terlahir namun apabila kita
mengikuti jalan kita maka akan dapat dipastikan kehancuranlah yang akan
diperoleh. Dimanakah kita mengetahui akan jalan-Nya? Semua itu dapat kita
peroleh dalam Alkitab yang mana adalah di dalamnya terdapat pengajaran tentang
bagaimana kita harus menjalani kehidupan ini.
Hidup
yang di harapkan Tuhan adalah kita menjadi garam dan terang dalam hidup ini,
kita selaku anak-Nya yang di lahirkan bukan dari benih yang fana tetapi dari
benih yang kekal seharusnya dapat memenuhi apa yang diinginkan oleh-Nya.
Namun mengapa dalam kenyataan hidup ini
seringkali kita menjadi orang yang kalah bahkan lebih menjadi orang yang sama
saja dengan orang-orang yang belum percaya bahkan kehidupan moral kita jauh
lebih buruk daripada mereka?. Apakah telah terjadi pergeseran budaya ataukah
tabiat kita yang memang telah berubah? Alkitab mengatakan bahwa kita adalah
umat yang lebih dari pemenang namun pada kenyataannya kita malah menjadi umat
yang mudah dikalahkan. Dalam dunia pekerjaan misalnya, kebanyakan dari kita
akan menjadi iri apabila rekan kerja kita beroleh kepercayaan dari pimpinan
kita dan bahkan kita rela menukarkan iman kita dengan seonggok kesenangan
sementara dengan menjatuhkan rekan kerja kita. Begitu juga dalam dunia bisnis,
tak sedikit dari kita malah mengikuti arus yang berlawanan dengan ajaran
Kristus, dimana kita mengikuti prinsip-prinsip nilai keduniawiaan hanya untuk
mengejar sebuah angka yang di targetkan. Padahal dimanapun Tuhan meletakkan
kita seharusnya kita menjadi terang yang memberikan cahaya dan sebagai penuntun
bagi mereka yang tersesat. Melalui penempatan diri kita, Tuhan mengharapkan
kita bersinar dimanapun Ia menempatkan kita. di dunia kerja jadilah kita
pekerja yang baik, di dunia bisnis jadilah pebisnis yang benar dan dimanapun
itu jadilah kita terang-Nya yang menerangi dunia ini.
Beberapa
indikasi yang harus kita hindari agar kita menjadi terang bagi-Nya. Dalam Alkitab
Tuhan mengajarkan kepada kita untuk hidup sesuai dengan jalan-Nya.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Alkitab hingga kini masih relevan sebagai
pedoman dalam berkehidupan.
1. KEKECEWAAN TERHADAP ALLAH
Banyak orang Kristen mengatakan
melalui tindakan mereka apa yang tidak berani diucapkan oleh mulut mereka.
Bahkan ekspresi wajah mereka saja sudah menunjukkan kesuraman dan kebosanan.
Perilaku demikian membuat orang sulit percaya bahwa iman mereka betul-betul
memberi mereka kepuasan. Bagaimana mungkin orang lain diharapkan percaya kepada
Allah yang bahkan tidak memenuhi harapan para pengikut-Nya? Alkitab mengatakan
ada pengikut-pengikut Kristus yang tidak otentik. Sekilas mereka terlihat
sungguh-sungguh, tetapi kenyataannya tidak. (Mat 7:21-23; 13:24-30; 1Yo
2:18-19) Namun adanya penyusup-penyusup yang berpura-pura ini bukanlah
realitas satu-satunya. Alkitab tidak menyembunyikan kenyataan bahwa orang yang
sungguh-sungguh beriman juga pernah kecewa terhadap Allah. Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru memberikan contoh orang-orang yang putus asa atau bahkan marah
kepada Allah karena Dia membiarkan mereka menderita pada saat-saat mereka
mengharapkan perlindungan dari Dia. (Bil 14:1-4; Mzm 73)
2. KEBINGUNGAN
Pada saat tertekan, bahkan juga pada waktu
makmur, orang Kristen sejati dapat dibingungkan sehingga beralih dari keyakinan
bahwa kesejahteraan utama mereka sesungguhnya tidak terletak di tangan orang
lain atau keadaan. Karena gangguan dan kebingungan yang terus-menerus muncul,
Alkitab menasihati umat Allah untuk senantiasa memperbarui pikiran mereka
dengan cara mengingat apa yang telah Allah lakukan untuk mereka. (Rm
12:1-2) Kitab Suci mendorong orang-orang percaya untuk memelihara
pengharapan dan iman mereka dengan mengasah ingatan mereka tentang apa yang
telah mereka ketahui. (2Ptr 1:1-15) Alasannya jelas. Terkikisnya
ingatan seringkali merusak karakter dan perilaku Kristiani. (Ul 6:10-12)
3. HUBUNGAN YANG BERBAHAYA
Yesus dikenal dari orang-orang yang
berkumpul dengan-Nya. Dia makan dan minum dengan orang-orang yang dijauhi oleh
para pemimpin agama. Tetapi Yesus makan dan minum dengan orang-orang demikian
bukanlah karena Dia tertarik mengikuti cara hidup mereka. Dia melakukan hal itu
untuk menjadi teman terbaik yang dapat dimiliki oleh seorang pendosa. Bila
dilandasi oleh motivasi yang salah, hubungan seperti yang dilakukan oleh Yesus
dapat menjadi sangat berbahaya. Tanpa tujuan-tujuan-Nya yang kuat dan penuh
kasih, tuduhan bahwa Dia adalah "sahabat orang berdosa" akan
mempunyai efek yang jauh lebih merusak. Rasul-Nya sendiri, yakni Paulus,
menulis mengenai hal tersebut: "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk
merusakkan kebiasaan yang baik. Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan
berbuat dosa lagi." (1Kor 15:33-34) Bahkan Raja Salomo yang bijaksana
membayar mahal untuk hubungan yang terlarang itu. (1Raj. 11:1-13)
Kekalutan yang dia alami membuat dia bertindak seperti seorang yang tidak
pernah mengenal Allah (Pkh 1-12).
4. KEBIASAAN-KEBIASAAN LAMA YANG TIDAK BERUBAH
Seorang Kristen sejati bisa saja
telah mengambil keputusan-keputusan iman yang mengubah cara mereka berpikir
tentang Allah dan tentang diri mereka, tetapi mereka belum dapat mengatasi
pergumulan dengan egoisme mereka. Secara moral mereka juga tidak lebih baik
dari orang non-Kristen. Kecenderungan mereka untuk cinta-diri tak berubah
sedikitpun. (Rm 7:14-25). Nafsu-nafsu yang menarik mereka
kepada perbuatan duniawi hampir sepasti gaya gravitasi. Bila orang Kristen
sejati tidak lagi hidup di bawah pimpinan Roh Kudus dan Firman Allah, (Gal
5:16-26) maka segera mereka akan kembali hidup mementingkan diri
sendiri, seperti halnya layang-layang yang jatuh ke bumi karena terhentinya
tiupan angin.
5. MENGANDALKAN DIRI
Allah meminta umat-Nya untuk
mempercayai-Nya sesuai dengan cara-cara yang Dia tetapkan, bukan sesuai kemauan
mereka. Dia menasihati mereka untuk tidak bergantung pada pengertian mereka
sendiri, tetapi menggunakan pertimbangan dan pemikiran terbaik mereka untuk
bersandar kepada Dia. Dia mengundang anak-anak-Nya untuk membiarkan Dia hidup
di dalam mereka. Mereka yang melupakan prinsip hidup bersandar pada Allah
seringkali masih menganggap diri mereka adalah orang Kristen sejati. Bahkan
murid-murid Kristus pun belajar dengan cara menyakitkan tentang bahaya
bersandar pada diri sendiri. Pada malam ketika Yesus ditangkap, Petrus, seorang
murid yang paling dekat dengan-Nya dan seorang nelayan yang paling keras
kepala, mengumumkan bahwa dia siap mengikuti Guru-Nya menuju penjara atau pun
kematian. (Luk 22:33) Tetapi hanya dalam beberapa jam kemudian dia
berkali-kali menyangkal bahwa dia pernah mengenal Yesus orang Galilea itu.
Keyakinan dirinya yang keliru itu dicatat sebagai peringatan bagi kita.
6. TIDAK BERDOA
Orang Kristen yang berpura-pura
biasanya terkenal munafik di dalam doa-doa mereka. (Mat 6:5-8). Orang Kristen sejati menggunakan doa
bukan untuk membuat orang lain terkesan tapi sebagai cara yang tulus untuk
berterima kasih, mengakui dosa, dan meminta tuntunan dan pertolongan. Mereka
tahu bahwa berdoa adalah syarat mutlak bagi siapapun yang ingin bertumbuh dalam
hubungan pribadi dengan Allah. Bila para pengikut Kristus tidak memperlihatkan
ketergantungan di dalam doa, maka mereka akan bertindak persis seperti
orang-orang lainnya. (Yak 4:1-6) Yesus memperingatkan
murid-murid-Nya mengenai kemungkinan terjadinya hal ini pada malam ketika Dia
ditangkap. Di sela-sela pergumulan doa-Nya, Dia berkata kepada mereka,
"Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam
pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah,." (Mat 26:41)
7. KECEROBOHAN
Raja Daud adalah seorang yang
mempunyai iman sejati. Karena dia mencintai hukum-hukum Allah, maka dia
berketetapan hati untuk menghindari kegagalan moral dan rohani. (Mzm 119:11) Alkitab sendiri mengakui bahwa dia
adalah seorang yang berkenan di hati Allah (Kis 13:22). Tetapi
catatan kerohaniannya yang gemilang tersebut tidaklah dapat mencegah Daud
menjadi seorang penzinah dan pembunuh. Suatu malam, ketika orang-orang pergi
berperang untuknya, dan ketika dia berdiri di atas sotoh rumahnya yang aman,
dia menggunakan kekuasaan jabatannya untuk mengambil istri orang lain. Dalam
kejatuhan tersebut, Daud belajar makna pernyataan ini: "Sebab itu siapa
yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan
jatuh,." (1Kor 10:12)
8. HATI YANG TIDAK TERUJI
Sebagai pengajar hati manusia, Yesus
mengingatkan kita bahwa motivasi yang tidak diuji dapat menimbulkan aneka
bentuk penipuan diri sendiri. Nabi Yeremia juga mengakui bahaya dari
"kegelapan batiniah" ketika dia menulis: "Betapa liciknya hati,
lebih licik dari segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat
mengetahuinya?" (Yer 17:9) Psikologi modern memperlihatkan
kecenderungan kita untuk menghindari rasa sakit emosional dengan pelbagai cara
pengalihan dan penyangkalan. Psikologi juga mencatat kebiasaan-kebiasaan hati
kita yang mencoba menumpulkan rasa sakit yang ditimbulkan oleh perasaan
bersalah yang nyata maupun yang palsu. Bagaimanapun, ilmu jiwa tidak dapat
mengubah hati kita. Kita semua punya alasan untuk bergabung dengan Raja Daud
dalam doanya, "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku
dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah
aku di jalan yang kekal,." (Mzm 139:23-24)
9. MUSUH YANG TIDAK TAMPAK
Murid-murid Kristus mempunyai musuh
rohani yang berusaha membingungkan mereka dan mengaburkan pengaruh mereka.
Musuh itu sedang berperang untuk melumpuhkan mereka. Banyak orang yang telah
menjadi korban. Tak terhitung jumlah orang-orang Kristen sejati yang dibuat
tidak efektif oleh musuh tersebut yang jauh lebih halus dan pintar dari yang
mereka kira. Memang dia tidak dapat membuat orang-orang Kristen melakukan dosa,
tetapi dia dan antek-anteknya terus-menerus mencari kelemahan-kelemahan yang
dapat dia jadikan sebagai jalan masuk ke dalam kehidupan orang-orang Kristen sejati.
(Ef 4:27; 6:10-20) Seperti binatang pemangsa, dia berkeliling
mencari korban-korban yang mudah diserang. (1Ptr 5:8)
10. KURANGNYA RASA TANGGUNG JAWAB
Seseorang tidak mungkin bertumbuh menjadi dewasa rohani
dengan hanya melakukan apa yang alamiah. Mereka pun tidak akan menjadi semakin
serupa dengan Kristus bila mereka dibiarkan berupaya sendiri. Bahkan orang
Kristen terkuat sekalipun tidak mungkin dapat menjalankan hidup kekristenannya
sendirian. Yesus memberi perintah kepada murid-murid-Nya bukan saja untuk
menobatkan orang-orang, tetapi juga untuk mendidik mereka agar hidup sesuai
dengan kehendak-Nya. (Mat 28:19-20) Rasul Paulus menyamakan para
pengikut Kristus dengan tubuh manusia yang anggota-anggotanya saling tergantung
satu sama lain ( 1Kor
12). Memang saat ini banyak orang senang mengembangkan
semangat kemandirian, tetapi sikap demikian tidaklah mencerminkan maksud
Kristus yang sesungguhnya bagi gereja-Nya. Kristus memanggil orang bukan hanya
untuk datang kepada-Nya, tetapi juga kepada satu sama lain.
=====TUHAN MEMBERKATI=====
0 komentar:
Post a Comment