Mengapakah
kesusahan belum juga berakhir, mengapakah penderitaan ini belum juga berlalu,
mengapa dan mengapa, pastilah hal ini terlintas dalam pikiran kita manakala
persoalan demi persoalan hidup senantiasa melanda dalam kehidupan kita. Padahal
menurut kita sudah melakukan apa yang Ia kehendaki, berdoa, bersekutu, berpuasa
melakukan hal-hal kebajikan namun tetap saja semua problem itu tak pernah
berakhir bahkan malah selalu datang silih berganti menghampiri. Pada awal
pertobatan, kami sekeluarga mengalami hal-hal yang begitu drastis dalam
kehidupan, bagaimana kehancuran ekonomi benar-benar menggelayut dalam
kehidupan. Kami harus kehilangan segalanya hingga untuk tempat berteduh pun tak
kami miliki karena tak ada lagi barang berharga yang dapat kami pergunakan
untuk kembali bangkit dalam mengwujudkan usaha. Namun kami tak mau menyerah
begitu saja. Kami lawan semua itu dengan tetap setia kepada-Nya.
Kami
pun beroleh kesempatan dimana saat itu saya mendapatkan pekerjaan namun sungguh
kekecewaan itu akhirnya terjadi juga. Hingga tiga kali saya mendapatkan
pekerjaan namun semuanya berakhir dengan kekecewaan dan saya pun mengatakan
Tuhan hanya memberikan angin surga sesaat dan tak sungguh-sunggh memberikan
pengharapan, Saya panik dan bingung harus berbuat apalagi sedangkan untuk
menbayar konrakan rumah, biaya sekolah anak dan kehidupan sehari-hari darimana
saya peroleh?. Hati kami benar-benar kecewa atas perbuatan Tuhan kepada kami,
hingga membawa kepada pengikisan rohani, agak luntur juga iman saya melihat
semua ini. Sampai akhirnya saya mempertanyakan tentang Tuhan, mengapa dan
siapa? Saya kembali membuka ajaran lama saya dan mengkaji ulang dan
membandingkan kembali isinya dengan ajaran yang baru saya anut ini. Dalam
lembah kebingungan ini sungguh membuat hati begitu kelam, karena tak seorangpun
yang dapat menjelaskan tentang kebenaran-Nya yang sesungguhnya. Orang yang saya
tanyai tentang hal ini hanya dapat berkata, ambilah pelajaran dari apa yang
telah terjadi bahkan ada yang mengatakan renungkan dan bertobatlah atas segala
dosa.
Aneh
sekali ajaran ini, itulah pikiran saya, mengapa? Sebab di Alkitab di katakan
bahwa apabila kita percaya kepada Yesus dan mengakui Ia sebagai Tuhan dan
Juruselamat maka kita diselamatkan oleh-Nya dan dosa kita telah di hapuskan
oleh-Nya. Tapi mengapa di katakan bahwa apa yang terjadi pada kehidupan kami
yang masih beruntun penuh penderitaan dan kesusahan karena sebab dosa?.
Benar-benar ajaran yang aneh pikirku, aku buka lagi ajaran lama aku dan disana
pun terdapat kalimat bahwa dosa akan di ampuni Tuhan apabila kita bertobat
kepada-Nya dengan sungguh-sungguh dan menyatakan bahwa Ia adalah mahapengampun
walau surga tak dijanjikan langsung diberikan masih menunggu dari hasil
perbuatan kita selama di dunia ini. Bila dibandingkan dengan beberapa orang
yang menilai kehidupan kami yang jauh dari berkat ini oleh sebab dosa, ini
menjadikan hati kami menjadi bingung akan kebenaran ajaran ini, kami yang baru
memeluk ajaran ini benar-benar bingung di buatnya. Apabila, apa yang terjadi
pada kehidupan kami ini adalah buah dari dosa masa lalu berarti Tuhan telah
berlaku kejam kepada umat-Nya, padahal dalam Alkitab jelas-jelas dikatakan
bahwa Tuhan adalah mahapengampun dan panjang sabar, dan Ia telah menghapus dosa
kita. Bagaimanakah orang-orang yang baru dalam ajaran ini dapat menjadi tenang
dan mengerti serta memahami akan kebenaran ajaran ini apabila pengajaran yang
disampaikan oleh orang-orang percaya lama malah memberikan
pernyataan-pernyataan yang melemahkan akan ajaran Tuhan itu sendiri, padahal
yang ada dalam Alkitab jelas-jelas kita harus turut serta menderita di dalam
Kristus. Hal inilah yang terkadang terjadi di dalam dunia kekristenan dewasa
ini, dimana orang-orang yang telah lama menjadi Kristen yang seharusnya lebih
mengayomi dan memberikan kekuatan bagi orang-orang baru tidak pernah terjadi
dewasa ini. kita dapat melihat bagaimana Gereja mula-mula dibentuk berdasarkan
kebersamaan dan dengan kekuatan gotong royong, seia-sekata dalam Tuhan. Bagaimana
mereka rela mempersembahkan seluruh harta milik mereka untuk membangun gereja
yang kokoh dan menolong keluarga Allah yang lemah baik secara moral mauapun
material. Hal ini yang seharusnya terjadi dimana kita saling menguatkan dalam
segala hal kebajikan dan tentunya dalam Tuhan, utamakan memberi pertolongan
kepada keluarga seiman kita, berikan pertolongan yang utama yaitu kekuatan
kasih yang akan memperkuat iman mereka barulah berikan mereka cangkul atau kail
ikan agar mereka memdapatkan ketenangan dalam melayani Tuhan. Hal ini adalah
manifestasi daripada hukum terutama itu sendiri dimana kita secara Vertikal
mengasihi Tuhan kita juga secara horisontal mengasihi sesama manusia.
Jika
ketidakadilan dan penderitaan hidup membuat kita
tidak yakin bahwa Allah di Surga peduli kepada kita.
Alangkah baiknya apabila kita
renungkan kembali penderitaan seseorang
yang disebut oleh nabi Yesaya sebagai "Seorang yang penuh kesengsaraan dan
yang biasa menderita kesakitan." (Yes 53:3) Renungkanlah punggung-Nya
yang dicambuk, dahi-Nya yang berdarah, tangan dan kaki-Nya yang berlubang paku,
lambung-Nya yang ditikam, pergumulan-Nya yang sangat berat di Taman Getsemani,
dan tangis kepedihan-Nya karena ditinggalkan. Renungkanlah pernyataan Kristus
bahwa Dia menderita bukan untuk dosa-dosa-Nya melainkan untuk dosa-dosa kita.
Untuk memberikan kepada kita kebebasan memilih, Dia membiarkan kita menderita.
Namun Dia sendiri yang menanggung penderitaan dan hukuman terakhir bagi semua
dosa-dosa kita (2Kor
5:21, 1Ptr
2:24).
Percayalah
bahwa segala penderitaan yang Tuhan ijinkan hadir dalam kehidupan kita adalah
agar kita kelak keluar menjadi seoarang yang lebih dari sebagai pemenang dan
semua itu adalah, suatu gemblengan dari-Nya pada masa persiapan dalam melakukan
tugas yang sesungguhnya. Ada beberapa manfaat yang dapat dipetik dari ujian
melalui penderitaan ini di antaranya:
1. KEBEBASAN MEMILIH DAPAT MENGAKIBATKAN PENDERITAAN
Orangtua yang mengasihi cenderung
melindungi anak-anaknya dari penderitaan yang tidak perlu. Tetapi orangtua yang
bijaksana mengetahui bahwa perlindungan yang berlebihan juga berbahaya. Mereka
mengetahui bahwa kebebasan untuk memilih adalah hal hakiki dalam keberadaan
manusia, dan bahwa suatu dunia tanpa pilihan akan lebih buruk daripada dunia
tanpa penderitaan. Lebih buruk lagi suatu dunia yang dihuni oleh orang yang
dapat membuat pilihan salah tanpa merasakan derita sedikitpun. Tak ada yang
lebih berbahaya dibanding penipu, pencuri, atau pembunuh yang tidak merasakan
kerugian yang dilakukannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. (Kej
2:15-17)
2. PENDERITAAN DAPAT MEMPERINGATKAN KITA AKAN ADANYA
BAHAYA
Kita tidak menyukai penderitaan,
khususnya derita yang menimpa orang yang kita cintai. Namun bila tidak ada rasa
sakit, orang sakit tidak akan pergi ke dokter, tubuh yang lelah tidak akan
diberi istirahat, dan anak-anak akan menertawakan nasihat. Tanpa perasaan resah
dalam hati nurani, tanpa perasaan tidak puas karena kebosanan hidup
sehari-hari, atau tanpa perasaan hampa karena tidak berarti, manusia akan
kurang merindukan kepuasan yang seharusnya ditemukannya di dalam Bapa yang
kekal. Contoh Salomo, yang tergoda oleh kenikmatan dan mendapat pelajaran
melalui penderitaannya, memperlihatkan kepada kita bahwa orang yang paling bijaksana
sekalipun cenderung untuk menjauhkan diri dari hal yang baik dan dari Allah
sampai akhirnya disadarkan oleh penderitaan yang diakibatkan oleh
pilihan-pilihannya yang berwawasan sempit (Pkh 1-12; Mzm 78:34-35;
Rm 3:10-18).
3. PENDERITAAN MENYINGKAPKAN ISI HATI KITA
Penderitaan sering disebabkan oleh
orang lain. Namun penderitaan dapat menyingkapkan apa yang ada di dalam hati
kita. Kemampuan untuk mengasihi, mengampuni, marah, iri hati, dan kesombongan
yang terpendam akan muncul ke permukaan didorong oleh penderitaan. Kekuatan dan
kelemahan hati tidak ditemukan ketika segalanya berjalan lancar tetapi ketika
api penderitaan dan pencobaan menguji karakter kita. Sebagaimana emas dan perak
dimurnikan oleh api, dan sebagaimana batu bara butuh waktu dan tekanan untuk
menjadi berlian, demikianlah hati manusia tersingkap dan berkembang dalam
tempaan waktu dan situasi-kondisi. Kekuatan karakter tampak bukan ketika segala
sesuatu berjalan dengan baik tetapi ketika sakit dan penderitaan datang menimpa
(Ayb 42:1-17; Rm 5:3-5; Yak 1:2-5; 1Ptr 1:6-8).
4. PENDERITAAN MEMBAWA KITA KE GERBANG KEKEKALAN
Seandainya kematian adalah akhir
segalanya, maka suatu kehidupan yang dipenuhi penderitaan adalah tidak adil.
Namun jika akhir kehidupan ini membawa kita ke gerbang kekekalan, maka orang
yang paling beruntung di dunia ini adalah mereka yang menemukan, melalui
penderitaan, bahwa hidup di dunia ini bukanlah segalanya. Orang yang menemukan
diri sendiri dan Allahnya yang kekal melalui penderitaan adalah orang yang
tidak menyia-nyiakan penderitaannya. Mereka telah mengizinkan kemiskinan,
kedukaan, dan kelaparannya untuk membawanya kepada Tuhan kekekalan. Mereka
adalah orang-orang yang akan menemukan sukacita tak berkesudahan seperti yang
dikatakan Yesus, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Surga" (Mat 5:1-12; Rm
8:18-9).
5. PENDERITAAN MELEPASKAN IKATAN KITA ATAS DUNIA INI
Dengan berlalunya waktu, pekerjaan
dan pemikiran kita akan semakin berkurang. Tubuh kita semakin memburuk.
Berangsur-angsur tubuh menjadi usang. Sendi-sendi menjadi kaku dan nyeri. Mata
semakin kabur. Pencernaan lambat. Tidur menjadi sulit. Masalah semakin membesar
sementara pilihan semakin sedikit. Namun, jika kematian bukanlah akhir tetapi
awal dari hari yang baru, maka masa tua juga suatu berkat. Setiap penderitaan
yang baru akan membuat dunia ini kurang menarik dan membuat kehidupan yang akan
datang lebih menarik. Dengan caranya sendiri, penderitaan membuka jalan untuk
kita meninggalkan dunia dengan tenang ( Pkh 12:1-14).
6. PENDERITAAN MEMBERI KESEMPATAN UNTUK MEMPERCAYAI ALLAH
Penderita yang paling terkenal
sepanjang masa adalah seorang laki-laki bernama Ayub. Menurut Alkitab, Ayub
kehilangan keluarganya karena "angin ribut," kekayaannya terbang dan
hangus, dan tubuhnya menderita bisul-bisul yang menyakitkan. Dalam kesemuanya
itu, Allah tidak pernah memberitahu Ayub mengapa hal itu terjadi. Ketika Ayub
menanggung tudingan teman-temannya, Surga tetap membisu. Ketika akhirnya Allah
berbicara, Ia tidak memberitahukan Ayub bahwa musuh utama-Nya, si Iblis, telah
menguji motif Ayub dalam melayani Allah. Tuhan juga tidak meminta maaf
kepadanya karena Ia telah mengizinkan Iblis untuk menguji kesetiaan Ayub
terhadap-Nya. Malahan, Allah berbicara tentang kambing-kambing gunung yang
melahirkan, singa-singa muda yang memburu mangsanya, dan burung-burung gagak di
sarangnya. Dia juga berbicara tentang perilaku burung unta, kekuatan lembu
hutan, dan langkah kaki kuda. Allah berbicara tentang keajaiban langit, lautan,
dan siklus musim-musim. Ayub diharap dapat menyimpulkan sendiri bahwa jika
Allah mempunyai kuasa dan kebijaksanaan untuk menciptakan alam semesta, maka
ada alasan untuk mempercayai Allah yang ini dalam masa-masa penderitaan (Ayb
1:1-42:17).
7. ALLAH MENDERITA BERSAMA KITA DI DALAM PENDERITAAN KITA
Tak seorang pun yang pernah menderita
lebih daripada Bapa kita di Surga. Tak seorangpun yang pernah membayar harga
dosa dunia lebih mahal daripada Dia. Tak seorangpun yang terus menerus sangat
berduka ketika umat manusia semakin jahat. Tak seorangpun pernah menderita
seperti Dia yang membayar dosa-dosa kita di dalam tubuh Putera-Nya sendiri,
tubuh yang disalibkan. Tak seorang pun pernah menderita lebih daripada Dia
yang, ketika membentangkan tangan-Nya dan mati, memperlihatkan betapa besar
kasih-Nya kepada kita. Inilah Allah yang, dengan menarik kita kepada Diri-Nya,
meminta kita untuk mempercayai-Nya ketika kita sedang menderita dan ketika
orang-orang yang kita kasihi berkeluh-kesah di hadapan kita (1Ptr 2:21;
3:18; 4:1).
8. PENGUATAN DARI ALLAH LEBIH BESAR DIBANDING PENDERITAAN
KITA
Rasul Paulus memohon kepada Tuhan
untuk menyingkirkan sumber penderitaannya yang tidak jelas. Tetapi Tuhan malah
berkata, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam
kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." "Sebab itu," kata
Paulus, "terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus
turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam
siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena
Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." (2Kor 12:9-10)
Paulus belajar bahwa dia lebih suka bersama Kristus dalam penderitaan daripada
tanpa Kristus dalam kesehatan yang baik dan keadaan yang menyenangkan.
9. DALAM WAKTU KRISIS KITA SALING MENDEKATKAN DIRI SATU
SAMA LAIN
Tak seorang pun memilih sakit dan
penderitaan. Namun ketika tidak ada pilihan lain, kita tetap masih memiliki
penghiburan. Bencana alam dan waktu krisis membuka kesempatan untuk
mempersatukan kita. Angin ribut, kebakaran, gempa bumi, kerusuhan, penyakit,
dan kecelakaan, semuanya mempunyai jalan untuk menyadarkan kita. Tiba-tiba kita
menyadari kefanaan kita dan bahwa manusia lebih penting daripada benda. Kita
menyadari bahwa kita saling membutuhkan dan di atas segalanya kita membutuhkan
Allah. Setiap kali kita mendapatkan penghiburan Allah di dalam penderitaan
kita, kemampuan kita untuk menolong orang lain bertambah. Inilah yang ada dalam
pikiran Rasul Paulus ketika dia menulis, "Terpujilah Allah, Bapa Tuhan
kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala
penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami
sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan
penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah." (2Kor 1:3-4)
10. ALLAH DAPAT MENGUBAH PENDERITAAN UNTUK KEBAIKAN KITA
Alkitab memberikan banyak contoh mengenai kebenaran ini.
Dalam penderitaan Ayub, kita melihat bahwa bukan hanya pemahamannya mengenai
Allah menjadi lebih mendalam, tetapi ia juga menjadi sumber penguatan bagi
orang lain dalam setiap generasi selanjutnya. Dalam penolakan, pengkhianatan,
perbudakan, dan dimasukkan ke dalam penjara tanpa bersalah, yang terjadi atas
Yusuf, kita menyaksikan seseorang yang akhirnya mampu berkata kepada mereka
yang telah mencelakakannya, "Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat
terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan." (Kej
50:20) Ketika segala sesuatu di dalam diri kita berteriak ke surga
karena Allah mengizinkan kita menderita, kita memiliki alasan untuk berharap
bahwa kita akan mendapatkan hasil abadi dan sukacita Yesus, yang di dalam
penderitaan-Nya di kayu salib berteriak, "Allahku, Allahku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?" (Mat 27:46)
=====TUHAN MEMBERKATI=====
0 komentar:
Post a Comment