Home » » BAGAIMANA MENGETAHUI KEHENDAK ALLAH?

BAGAIMANA MENGETAHUI KEHENDAK ALLAH?


Bagaimana mengetahui kehendak Allah? Apakah Allah akan memberi tanda? Apakah saya akan mengalami perasaan khusus? Seberapa jauh kita dapat bersandar pada pandangan kuno yang baik? Bagaimana jika Alkitab kelihatannya tidak menyatakan secara jelas mengenai sesuatu hal yang kita gumulkan? Mengapa Allah tampaknya membiarkan kita telantar saat kita sangat rindu mendengar petunjuk langsung dari-Nya? Bagaimana pula saat kita dihadapkan pada beberapa pilihan yang baik atau yang buruk?

Buku yang ditulis Kurt De Haan ini menyajikan tuntunan alkitabiah untuk menolong kita mengatasi kebingungan dan melangkah dengan keyakinan diri dalam hidup. Doa kami, kiranya Anda akan menemukan kehendak Allah dan bersukacita dalam menyenangkan hati-Nya. Martin R. De Haan II

Bermeditasi, Berpuasa, dan Melempar Koin

Berbelanja kebutuhan sehari-hari pun dapat menimbulkan frustrasi. Memilih mi instan yang pas untuk sarapan pagi dapat menyulitkan karena banyaknya pilihan. Merek atau rasa apa yang akan Anda beli? Tentu saja keputusan ini tidak akan mengubah hidup Anda (meskipun iklan-iklan menyatakan sebaliknya), tetapi inilah satu dari sekian banyak pilihan yang harus Anda hadapi.

Keputusan-keputusan lain, seperti mengontrak atau membeli rumah, tampaknya lebih penting. Ada pula masalah penggunaan waktu: Bagaimana memanfaatkan waktu di malam hari, akhir pekan, atau istirahat makan siang? Demikian juga hal-hal lain yang lebih mengkhawatirkan seperti memilih perguruan tinggi, karier, gereja, dan pasangan hidup.

Lalu, ada juga keputusan-keputusan yang memberatkan hati. Apa yang harus Anda lakukan bila suami atau istri Anda mengakui penyelewengannya? Ketika seorang ibu muda diberi tahu bahwa bayi yang dikandungnya akan cacat, apakah ia punya pilihan lain? Apa yang harus dilakukan seorang karyawan saat ia diberi tahu akan dipecat bila tidak menolerir praktik bisnis yang melanggar etika?

Kekhawatiran tersebut dapat dimaklumi. Hidup kita dapat berubah total karena satu keputusan. Ditambah lagi adanya beban ingin menyenangkan Allah — ingin mempersembahkan yang terbaik dalam hidup kepada-Nya. Tak ada orang kristiani taat yang ingin salah dalam mengambil keputusan atau memilih sesuatu yang tidak dianggap terbaik oleh Allah. Semua pertimbangan ini cenderung menimbulkan kecemasan. Adakah cara untuk mengetahui kehendak Allah dalam situasi tertentu?

Metodenya sangat banyak. Manusia telah menggunakan segala cara untuk menentukan apa yang Allah ingin mereka lakukan.

Bermeditasi (meminta tanda-tanda adikodrati dari Allah)
Berpuasa (tidak makan untuk mencari Allah)
Melempar koin (menyerahkan segalanya pada lemparan)
Perasaan (lebih mengandalkan perasaan daripada logika)
Berusaha keras (mencari jawaban di mana saja)
Pasrah (membiarkan situasi yang memutuskan)
Memilih acak (membaca Alkitab secara acak)
Mendelegasikan (membiarkan orang lain yang mengambil keputusan)
Berharap mimpi (meminta penglihatan atau suara)
Mencabut jerami (membiarkan panjang nya jerami yang memutuskan)
Duduk (menunda-nunda)
Meluncur (mengambil jalan yang paling mulus)
Berpikir (menggunakan logika dan bukan perasaan)

Dalam memohon tuntunan Allah, diri kita sendiri adalah musuh yang terbesar, kesalahan kita dalam memutuskan merupakan bukti kebebalan kita dalam masalah ini. — J.I. Packer

Kebingungan bertambah-tambah. Konsekuensi dari suatu keputusan acap kali amat kompleks. Karena itu, kita perlu memahami dengan jelas apa kehendak Allah bagi kita dalam menjalani kehidupan ini. Dan karena Alkitab tidak selalu memberikan jawaban yang jelas atas setiap pertanyaan, kita harus berhati-hati dalam mencari jawabannya. Namun satu hal sudah pasti. Kita hanya akan mengalami frustrasi, merasa bersalah, bimbang, dan kehilangan pengharapan bila hanya mengandalkan cara-cara manusia untuk menemukan kehendak Allah.

Orang-orang frustrasi. Sebagian berpendapat bahwa Allah telah merencanakan jalan hidup mereka, tetapi Dia tidak mau menunjukkannya kepada mereka. Orang-orang kristiani lainnya merasa bersalah atas kesalahan-kesalahan masa lalu, dan dengan pasrah menjalani kehidupan yang menurut mereka tidak sesuai keinginan semula. Sebagian orang dengan hati-hati meniti kehidupan seakan-akan berjalan di atas tali akrobat. Dalam setiap langkah mereka bertanya-tanya apakah mereka akan terus diperkenan Allah.

Sebagian orang dengan hati-hati meniti kehidupan ini seolah-olah berjalan di atas tali akrobat. Dalam setiap langkah mereka bertanya-tanya apakah mereka akan terus diperkenan Allah.

Penyelesaiannya bersifat membebaskan. Allah tidak bermaksud membuat kita frustrasi dan kalah selamanya, atau agar kita terus memiliki mental orang yang "meniti tali akrobat". Ada hal yang lebih baik. Alkitab menunjukkan bahwa bila kita melakukan perintah-Nya, maka Dia akan — sesuai waktu dan cara-Nya meyakinkan bahwa kita tidak menyimpang dari rencana-Nya.


Bagaimana Mengetahui Apa yang Harus Dilakukan?

Bagaimana Anda tahu bahwa apa yang Anda anggap harus dilakukan merupakan kehendak Allah, dan bukan keinginan manusia? Mungkin ini membingungkan. Melakukan kehendak Allah bukanlah sesuatu yang terjadi secara alamiah. Dalam Galatia 5:17 Rasul Paulus menulis, "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh, dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging — karena keduanya bertentangan — sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki."

Sebagian kebingungan kita mungkin disebabkan oleh ketidakmengertian kita terhadap cara Allah dalam menuntun seseorang. Kita mungkin mengabaikan tanggung jawab, atau meremehkan keterlibatan Allah dalam kehidupan.

Buku ini akan menunjukkan bahwa kita dapat mengetahui kehendak Allah sebanyak yang kita perlukan, dengan memusatkan perhatian pada lima prinsip dasar. Jika kita sungguh-sungguh ingin mengetahui kehendak Allah, kita tidak dapat mengabaikan prinsip-prinsip tersebut.

GO Temuilah Tuhan

Mulailah dengan benar. Jangan menunggu sampai Anda putus asa atau menderita sebelum melakukan hal yang terpenting ini. Amsal 3:5,6 memberi tahu kita, "Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Kalimat "maka Ia akan meluruskan jalanmu" dapat diterjemahkan juga menjadi "maka Ia akan membuat jalanmu lancar". Untuk memahami maksud-Nya, kita perlu memerhatikan ayat-ayat yang menyertainya. Konteksnya (ayat 1-10) menggambarkan apa yang akan Allah lakukan bagi orang-orang yang percaya dan mengikuti prinsip-prinsip-Nya dalam menjalani hidup. Ayat 5 dan 6 menjanjikan bahwa jika kita hidup bergantung pada Tuhan, Dia meyakinkan bahwa kita akan tetap berada di arah yang benar dan diperkenan oleh-Nya.

Dalam Mazmur 5:9 Daud berdoa, "Tuhan, tuntunlah aku dalam keadilan-Mu karena seteruku; ratakanlah jalan-Mu di depanku." Daud tahu bahwa Allah dapat menunjukkan apa yang harus ia lakukan.

Mengapa harus mengakui Allah? Kerap kali dengan bodoh kita berpikir bahwa kita mampu menentukan pilihan dengan bijaksana tanpa pertolongan Allah. Kita beralasan, "Jika Allah memberi kita otak, mengapa kita masih harus meminta pertolongan-Nya lagi dalam mengambil keputusan?" Jawabannya menjadi jelas bila kita memahami siapa Allah sesungguhnya. Karena Dia menciptakan kita, Dia mengenal kita jauh lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri (Mazmur 139:1-16). Dia mengetahui segala sesuatu dan Dia memahami apa yang tidak pernah bisa kita mengerti (Yesaya 55:8,9; Roma 11:33-36; 1Korintus 1:25). Dia mengendalikan segala sesuatu (Mazmur 115:3). Dia Mahakuasa (Yeremia 32:17), dan Dia meminta pertanggungjawaban atas segala perbuatan kita (ayat 18, 19). Dia ingin dan akan menolong bila kita menghormati-Nya (Mazmur 37:3-6,23,24,28). Dia akan menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan, kini dan di masa yang akan datang, jika kita terlebih dahulu mencari Dia (Matius 6:33). Dia akan menghakimi semua orang yang beranggapan bahwa mereka tidak membutuhkan Allah (Roma 1:18-32).

Bagaimana caranya mengakui Tuhan? Haruskah kita hidup di puncak gunung, mencukur rambut, tinggal di biara, atau berdoa delapan jam sehari untuk menunjukkan kepada Allah bahwa kita mengenal-Nya? Tidak, tetapi ada beberapa cara khusus bagi kita untuk mengakui bahwa Dia mengendalikan situasi hidup. Kita mengakui Allah saat menerapkan iman, mempraktikkan sikap tunduk, berserah dalam doa, dan hidup taat pada-Nya.

Apa arti memercayai-Nya? Percaya berarti tidak bersandar pada pengertian sendiri (Amsal 3:5). Seorang anak berusia dua tahun tidak menyadari betapa bijaksana kedua orangtuanya. Ia mungkin merasa tahu cara menggunakan kompor di dapur. Ia mungkin bertanya-tanya mengapa ayah dan ibunya tidak mengizinkannya menentukan jam tidur sendiri. Padahal, sesungguhnya orangtua anak itu memang "tahu lebih banyak". Ketika anak itu bertambah besar, ia akan menjadi bijak bila mengikuti nasihat mereka.

Pimpinan-Nya hanya diberikan kepada orang yang berkomitmen untuk melakukan apa yang dikehendaki Allah. — Lewis Sperry Chafer

Raja Daud menyadari nilai dari percaya kepada Allah saat menulis, "Tuhan adalah gembalaku" (Mazmur 23:1). Seperti domba menggantungkan hidup dan keselamatannya pada sang gembala, Daud pun menggantungkan hidupnya di tangan Allah. Daud tahu bahwa bila ia mengikut seperti seekor domba, Tuhan akan memimpinnya bagai seorang gembala.

Apa yang dimaksud dengan takluk? Kita dapat memakai kata-kata rendah hati, hormat, atau takut untuk menggambarkan sikap yang harus kita miliki bila ingin meyakini bahwa Allah menuntun kita dalam mengambil keputusan. Amsal 1:7 berbunyi, "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." Mazmur 25:9 mengatakan, "Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati." Orang-orang yang mau diajar akan belajar menyenangkan Allah dalam setiap keputusan yang diambilnya.

Ketundukan juga ditunjukkan melalui kerelaan menyangkal diri demi keinginan Allah. Roma 12:1,2 menyatakan:


Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan
kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang
hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia
ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat
membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan
kepada Allah dan yang sempurna.


"Pengorbanan" merupakan hasil nyata dari hati yang tunduk kepada Allah. Orang percaya yang takut kepada Allah akan mengakui ketuhanan-Nya dalam segala aspek kehidupan dan tidak lagi mementingkan diri sendiri. Akal budi yang "dibarui" berpikir selaras dengan Allah mengenai kehidupan yang benar. Pembaruan semacam ini terjadi bila orang percaya mengisi akal budinya dengan kebenaran Firman Allah. Hasilnya membuktikan bahwa jalan Allah adalah yang terbaik.

Bagaimana doa dapat menolong? Orang percaya yang bersandar dan tunduk kepada Allah menyadari kebutuhannya akan pertolongan ilahi dalam mengambil keputusan. Rasul Yakobus, ketika berbicara mengenai cara mengatasi kesulitan dan pencobaan, berkata demikian:
Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah
ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang
dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu
akan diberikan kepadanya (1:5).


Yakobus menyadari bahwa tidaklah mudah mengetahui apa yang harus dilakukan saat keadaan memburuk. Padahal dalam situasi demikian kerap kali keputusan harus diambil. Karena itu ia menjelaskan bahwa kita harus meminta hikmat yang kita butuhkan kepada Allah. Secara lebih luas, Yakobus 1:5 menjanjikan bahwa Allah akan menolong setiap orang yang meminta kepada-Nya.

Keengganan meminta tuntunan Allah dapat menjadi pertanda kesombongan. Meskipun kita merasa percaya diri, sesungguhnya Allah tahu lebih banyak. Bahaya dari tidak bertanya kepada Allah digambarkan dalam Yosua 9. Ketika bangsa Israel sedang berusaha menaklukkan tanah Kanaan, orang Gibeon mencoba menipu orang Israel dengan membuat perjanjian damai. Bangsa Israel pun terburu-buru mengambil keputusan, tanpa bertanya dulu kepada Allah. Ayat 14 menyatakan bahwa orang Israel "tidak meminta keputusan Tuhan". Mereka merasa tak perlu menanyakan sesuatu yang tampak masuk akal — namun mereka salah. Akhirnya mereka membuat perjanjian dengan orang-orang yang Tuhan perintahkan untuk dibunuh.

Jangan berharap Allah akan menyatakan kehendak-Nya kepada Anda minggu depan sebelum Anda melakukan kehendak-Nya hari ini. — Alan Redpath

Sebuah contoh mengenai peran doa dalam mencari kehendak Allah terdapat dalam Kolose. Rasul Paulus berdoa bagi jemaat di Kolose, memohon agar mereka "menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidup mereka layak di hadapanNya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan mereka memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar akan Allah" (Kolose 1:9,10).

Allah benar-benar menyatakan kehendak-Nya kepada kita. Melalui firman dan Roh Kudus yang berdiam di dalam kita, kita memiliki semua sumber yang dibutuhkan. Tetapi pertama-tama kita harus berdoa.

Bagaimana jika tidak melakukan yang seharusnya? Mengapa Allah harus memberi tuntunan kepada seseorang pada situasi tertentu dalam hidupnya jika orang itu menunjukkan kesombongan atau meremehkan Allah dalam aspek hidup yang lain? Masalah utamanya adalah apakah kita sedang hidup dalam ketaatan pada keinginan Allah yang seharusnya kita lakukan atau tidak. Mengapa kita berharap Allah menunjukkan — melalui situasi, orang-orang, atau pekerjaan Roh Kudus dalam diri kita apa yang Dia ingin kita lakukan, jika kita tidak benar-benar ingin menaatiNya?

Ingatlah Yunus. Dengan jelas Allah memerintahnya untuk ke Niniwe, tetapi ia malah lari ke arah lain. Apakah Anda berharap Allah memberi petunjuk mengenai pilihan karier yang baru kepada Yunus? Saya meragukannya.

Apa yang dapat diharapkan bila kita mengakui-Nya? Dengan yakin kita dapat berharap Allah menepati janji-Nya untuk menolong kita. Dia akan memberikan segala sesuatu yang kita butuhkan untuk mengetahui apa yang harus dilakukan. Ini tidak berarti Allah akan mendikte kita karena Dia telah memberikan prinsip-prinsip alkitabiah untuk digunakan dalam mengambil keputusan. Atau mungkin Dia mengharapkan kita menggunakan kemampuan berpikir sebagai pedoman dalam memilih jalan yang mendukung tuntunanNya secara umum. Dalam kasus apa pun, kita dapat berharap Allah memberi petunjuk yang kita butuhkan. Dia menguasai seluruh kehidupan (Efesus 1:11). Jika kita mencari kehendak-Nya, Dia akan melaksanakan rencanaNya melalui kita (Filipi 2:13).

Sekalipun kita tidak mengakui-Nya pada masa lalu, kita dapat memenuhi kehendak Nya kini dan esok bila kita mulai belajar mengakui-Nya dalam hidup kita.

Apa yang dikerjakan Roh Kudus bagi kita? Yesus berjanji bahwa Roh Kudus akan tinggal dalam diri setiap orang percaya (Yohanes 14:15-18; 16:7-15). Namun apa yang Roh Kudus lakukan untuk memimpin kita dalam mengambil keputusan? Peran utama-Nya adalah menolong kita memahami apa yang telah Dia nyatakan dalam Alkitab (lihat 1Kor 2:6-16).

Perjanjian Baru menyajikan beberapa contoh mengenai cara kerja Roh Kudus melalui perasaan di dalam diri manusia (Kis 8:29; 11:28; 13:2; 21:11; 1Korintus 14:30). Bagaimanapun juga, sebuah peringatan amatlah dibutuhkan. Perasaan dapat menipu. Dan perasaan dapat muncul dari sumber-sumber yang meragukan: keinginan kita yang egois, beban mental di masa lalu, atau bahkan tipuan setan. Karena itu, kita tidak dapat bersandar penuh pada tuntunan perasaan yang subjektif. Itulah sebabnya sangat penting mencari prinsip-prinsip alkitabiah yang dapat dipakai Roh Kudus untuk memberi petunjuk yang tidak mungkin salah kepada kita.

Pikirkan lebih lanjut. Sudahkah Anda mengakui Tuhan dalam setiap aspek kehidupan? Mengapa kita bersikap munafik dengan meminta tuntunan Allah dalam mengambil suatu keputusan penting, jika Anda sedang mengabaikan perintah-perintah-Nya yang lain? Jika di masa lalu Anda belum berdoa sebagaimana seharusnya, kini mulailah berbicara kepada Allah dan meminta hikmat dari-Nya.


UNDERSTAND Pahami Prinsip-prinsip-Nya

Jika Anda tidak tahu bagaimana bermain monopoli, bagaimana Anda mempelajarinya? Anda dapat meminta penjelasan dari seseorang atau belajar langsung dari buku panduan karena peraturan permainannya dapat disalah mengerti atau diabaikan pemain lain. Ya, jalan terakhir selalu kembali pada buku panduan, yang ditulis oleh pembuat permainan itu.

Tetapi bagaimana dengan sesuatu yang jauh lebih rumit — seperti kehidupan itu sendiri? Sebagai pencipta kehidupan, Allah telah menetapkan bagaimana kita harus "bermain". Dan kita tidak diizinkan membuat peraturan sendiri yang disesuaikan dengan keinginan kita. Dalam kehidupan, buku panduannya adalah Alkitab, dan buku ini telah mencakup semua masalah penting. Alkitab berisi segala sesuatu yang perlu kita ketahui mengenai pemikiran dan kehidupan yang benar (lihat 2Tim 3:16,17). Namun Alkitab tidak membahas secara langsung hal-hal yang timbul tatkala kita menghadapi situasi rumit. Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita harus memahami
(a) apa yang diungkap Alkitab dengan jelas, dan
(b) bagaimana prinsip-prinsip Alkitab dapat diterapkan untuk memberi tuntunan atas semua situasi dalam kehidupan. Tetapi kita harus hati-hati agar tidak menyalahgunakan firman Allah.

Bagaimana Alkitab disalahgunakan? Ada cerita klasik mengenai penyalahgunaan Alkitab untuk mendapatkan tuntunan. Cerita itu mengenai seorang pemuda yang menggunakan metode "buka dan tunjuk" dalam membaca Alkitab. Suatu hari, saat ia bertanya-tanya apa yang harus dilakukan dalam hidup, ia membuka Alkitab dan menunjuk pada Matius 27:5. Di sana tertulis, "Yudas pergi dari situ dan menggantung diri." Ia berpikir mungkin ia harus mencobanya sekali lagi. Karena itu, ia membuka dan menunjuk Alkitabnya, kali ini pada Lukas 10:37, "Pergilah dan perbuatlah demikian." Ia mencoba sekali lagi dan tiba pada Yohanes 13:27, "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera." Kita mungkin menertawakan cerita ini, tetapi kerap kali kita pun memperlakukan Alkitab dengan cara serupa. Bagaimanapun, Alkitab bukanlah alat ramal kristiani.

Kebanyakan penyalahgunaan Alkitab yang terjadi termasuk dalam kategori umum, yakni pencomotan ayat-ayat di luar konteks. Apa pun bentuknya, baik membuka dan menunjuk, memberlakukan pesan yang diperuntukkan bagi orang lain pada diri sendiri, atau yang lebih sederhana "menambah" pesan yang sebenarnya tidak ada, masalahnya tetap sama — penyalahgunaan firman Allah.

Apa yang diungkap Alkitab dengan jelas? Terlalu sering kita bertindak salah karena tidak memerhatikan apa yang dikatakan Alkitab mengenai suatu masalah. Misalnya, Anda tidak perlu bertanya-tanya apakah Allah ingin Anda menceraikan suami atau istri untuk menikahi orang lain yang lebih menarik. Yesus mengatakan bahwa pernikahan adalah perjanjian seumur hidup (Matius 19:6).

Allah telah menyatakan segala sesuatu yang perlu kita ketahui. Umat Allah dalam Perjanjian Lama diberitahukan, "Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini" (Ulangan 29:29). Bangsa Israel tak seharusnya menghabiskan waktu untuk mencoba menemukan rahasia Allah mengenai rencana masa depan dan tujuan-Nya di dunia, mereka hanya bertanggung jawab menaati apa yang telah Allah nyatakan dengan jelas. Kebenaran yang sama dapat diterapkan pada kita. Kita tidak dapat mengetahui atau memahami segala sesuatu yang sedang Allah kerjakan di dunia ini. Namun kita dapat memahami tanggung jawab kita terhadap-Nya. Kewajiban-kewajiban itu dinyatakan dalam firman Allah.

Alkitab dengan jelas meminta kita untuk:

menyembah Allah, bukan ilah-ilah (Keluaran 20:3,4);
menghormati orangtua (Efesus 6:1-3);
tidak membunuh (Keluaran 20:13);
tidak berzina (Ibrani 13:4);
tidak berdusta (Keluaran 20:16; Efesus 4:15,25);
tidak mengingini (Keluaran 20:17; Roma 7:7,8);
tidak menuruti hawa nafsu (Matius 5:27,28);
mengampuni orang lain (Mrk 11:25; Efesus 4:32);
mengasihi Allah dan sesama (Mrk 12:28-31);
menjadi kudus (1Petrus 1:16);
tidak menikahi orang yang tidak seiman (1Kor 7:39; 2Korintus 6:14);
menolong sesama yang membutuhkan (1Yohanes 3:16-19);
tidak mencari keadilan pada orang-orang yang tidak beriman (1Kor 6:1-8);
tidak mencuri (Efesus 4:28);
segera berbaikan dengan orang yang bertengkar dengan Anda (Matius 5:23,24); dan
mengatakan yang sebenarnya (Amsal 12:22).

Daftar ini dapat diperpanjang, tetapi intinya adalah: Alkitab penuh dengan perintah Allah yang jelas, yang menawarkan petunjuk bagi sebagian besar keputusan dalam hidup. Semakin kita mengenal firman Allah yang tertulis, semakin cepat kita mengetahui kehendak-Nya bagi kita.

Efesus 5:17 menyatakan, "Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." Kehendak Tuhan sudah jelas, seperti dinyatakan Paulus dalam ayat-ayat sebelumnya: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat" (ayat 15,16). Kehendak Allah atas hidup kita telah jelas, yakni hidup dan taat kepada-Nya dalam segala hal. Kita tidak boleh hidup seperti orang-orang belum percaya, tetapi sebagai anak-anak Allah yang menaati perintah-perintah-Nya untuk hidup kudus (Efesus 4:17-5:17).

Kehendak Allah ditemukan dalam firman Allah. Semakin dewasa seseorang, maka ia pun semakin dapat berpikir secara naluri dan sesuai kebiasaannya, berdasarkan perspektif ilahi. — Howard Hendricks

Bagaimana bila masalahnya tidak sejelas itu? Banyak aspek kehidupan tidak disebutkan dengan jelas dalam firman Allah. Alkitab tidak memberi tahu acara televisi apa saja yang boleh kita tonton. Alkitab juga tidak memberi tahu jenis musik apa yang boleh kita dengar. Alkitab juga tidak memberi tahu apa yang harus kita lakukan di malam minggu. Tak ada perintah khusus yang berbunyi "Jangan membeli lotere." Jika Anda mencari tuntunan untuk membeli roti isi keju atau selai, Alkitab memang tidak berbicara apa-apa. Dan Alkitab tidak memberi tahu kita secara khusus tentang cara membelanjakan uang. Namun, tidak berarti kita dibiarkan memutuskan sendiri. Terhadap aspek-aspek seperti ini, Allah memberikan prinsip-prinsip umum. Sebagai contoh, Alkitab menyatakan:

jangan ingin cepat kaya (Amsal 28:22);
simpanlah harta di surga (Matius 6:20);
jangan mengikuti dunia (Roma 12:1,2);
patuhlah kepada pemerintah (Roma 13:1-4);
memilih yang terbaik (Filipi 4:8);
bekerjalah untuk Allah, bukan untuk majikan (Kolose 3:23);
bersikaplah setia (1Kor 4:2);
jangan diperhamba (1Kor 6:12);
perlakukanlah tubuh Anda sebagai bait Allah (1Kor 6:19,20);
muliakanlah Allah dalam segala hal (1Kor 10:31);
hiduplah oleh kasih karunia, bukan karena melakukan hukum Taurat (Galatia 5:1-6);
jangan memberi kesempatan kepada Iblis (Efesus 4:27);
gunakan lidah untuk membangun (Efesus 4:29);
dahulukan kepentingan orang lain (Filipi 2:3,4); dan
giatlah bekerja (1Tesalonika 4:11,12).

Ini baru sebagian dari prinsip yang ada dalam firman Allah. Dengan belajar sendiri atau belajar dari pengajar-pengajar Alkitab yang berkompeten, kita akan menemukan begitu banyak prinsip Alkitab yang harus kita terapkan dalam hidup.

Pikirkan lebih lanjut. Kemukakan beberapa contoh lain mengenai perintah dan prinsip Allah yang jelas. Petunjuk Alkitab mana yang secara khusus telah Anda terapkan minggu ini? Apakah Anda "mengisi" pikiran dengan firman Allah? Jika Anda belum melakukannya, sediakan waktu setiap hari untuk menemukan petunjuk dari Alkitab.


INVESTIGATE Teliti Pilihan-pilihan Anda

Bayangkanlah Anda sedang asyik berenang di laut ketika tiba-tiba melihat sirip ikan hiu bergerak menuju Anda. Anda punya beberapa pilihan. Anda dapat mengabaikannya. Atau berenang ke arah hiu itu dan mencoba membunuhnya dengan tangan kosong. Atau berenang ke pantai dengan perlahan agar tidak menarik perhatiannya. Atau mencoba menjinakkan ikan itu dan menjadi sahabatnya. Jelas bahwa beberapa pilihan di atas tidaklah bijaksana. Mencoba membunuh, menjadi sahabat, atau mengabaikan keberadaan ikan itu mungkin tidak akan berhasil. Pilihan terbaik adalah menuju pantai secepatnya tanpa mengundang perhatiannya.

Tentu saja dalam situasi seperti itu Anda tidak akan membuang waktu dengan membuat daftar tindakan, apalagi pilihan-pilihan yang mustahil. Namun Anda akan segera menyadari situasi dan mencari cara meloloskan diri atas dasar pengetahuan yang Anda miliki mengenai ikan hiu.

Mengenali berbagai alternatif yang dapat Anda ambil sangatlah penting dalam pengambilan keputusan. Meskipun pilihan pertama yang Anda temukan mungkin tampak benar. Alternatif lain juga harus dipertimbangkan. Pertimbangan pertama tidak selalu memberikan gambaran yang tepat (Amsal 18:17).

Apa konsekuensi dari setiap alternatif? Menginventaris pilihan yang dapat diambil tidaklah cukup. Kita juga harus mempertimbangkan akibat yang mungkin timbul dari setiap tindakan. Jika masalahnya adalah ikan hiu yang mendekat, akibat dari setiap alternatif akan membantu Anda mengambil keputusan. Dalam masalah lain, seperti memilih perguruan tinggi atau pekerjaan, akan sangat menolong bila kita dapat menuliskan akibat dari setiap pilihan. Sebagai contoh, jika memilih suatu pekerjaan berarti harus terpisah dari keluarga dan teman-teman atau penurunan gaji yang drastis, hal-hal tersebut mungkin menjadi alasan yang tepat untuk mencari lowongan kerja lain. Dan jangan lupa mempertimbangkan dampak rohani dari keputusan Anda terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitar Anda.

Bagaimana Allah memakai pikiran kita? Mungkin terdengar tidak rohani bila Anda mengatakan memilih pekerjaan "A". karena alasan gengsi dan materi dibandingkan dengan mengatakan "Tuhan memimpin saya" pada pekerjaan "A". Namun pertimbangan itu mungkin saja benar — dan tidak lancang. Allah kerap kali memimpin kita melalui penggunaan pertimbangan yang baik. Bagaimanapun, Dia sudah memberi otak dan menyediakan banyak informasi untuk kita. Jika Anda telah memiliki informasi di tangan, mengapa Allah harus menjatuhkan rambu dari langit?

Misalnya, saat Anda mencoba memutuskan jenis sepatu yang akan dibeli, Allah ingin Anda menggunakan otak. Tidaklah bijaksana menghamburkan uang untuk sepatu yang mahal atau membeli sepatu dengan warna mencolok yang tidak akan pernah Anda pakai. Anda bijaksana bila memilih sepatu yang nyaman, tahan lama, dan tidak mahal.

Sebuah contoh Alkitab mengenai hal ini dapat ditemukan dalam kehidupan jemaat mula-mula. Dalam Kis 6:2-4, Lukas menceritakan keputusan para rasul yang bijaksana untuk mencari bantuan dalam hal pembagian makanan saat tugas ini membuat mereka melalaikan pelayanan yang diberikan Kristus. Memang masuk akal memilih orang-orang kudus yang mampu menanggung beban pekerjaan ini.

Allah memberikan banyak tuntunan kepada Anda saat Dia memberi Anda pikiran. — Dawson Trotman

Dalam 1Kor 2, Rasul Paulus berbicara tentang bagaimana Roh Allah bekerja dalam pikiran orang percaya untuk memberi kemampuan memahami kebenaran-kebenaran Allah. Dalam ayat 16, Paulus berbicara sebagai orang percaya, "Tetapi kami memiliki pikiran Kristus." Roh Kudus membimbing kita untuk memahami Alkitab. Selain itu Dia juga mengubah perilaku dan pikiran kita menjadi semakin serupa dengan Kristus. Yakinlah, jika kita taat dan bergantung kepada-Nya, Roh Allah akan menolong kita, termasuk memberi pemikiran yang selaras dengan firman Allah, mengenai keputusan-keputusan dalam hidup.

Jadi, pertimbangan yang baik adalah alat yang Allah harapkan untuk kita gunakan dalam mengambil keputusan, baik sederhana maupun kompleks. Jika dipadukan dengan ketergantungan kepada Tuhan setiap hari, kemampuan bernalar yang Allah berikan dapat menjadi panduan yang sangat berguna bagi kita untuk memilih berbagai alternatif.

Aspek khusus apa yang Anda alami? Tak ada dua orang yang sama, demikian pula dengan situasi saat kita harus membuat keputusan. Tentu saja dalam aspek hidup yang disebutkan secara langsung dalam Alkitab, siapa diri Anda tidak menjadi masalah. Pilihan yang tepat adalah selalu taat pada Alkitab. Namun dalam aspek hidup yang tak disebutkan dengan jelas, dan bila prinsip-prinsip yang ada tampak sulit diterapkan, dibutuhkan pendekatan yang berbeda. Dalam situasi seperti ini, sangatlah penting membuat daftar pilihan dan alternatif serta mencatat aspek khusus. Misalnya, Joe dapat memutuskan untuk melamar Marianne menjadi istrinya, tetapi bukan berarti Bob juga kurus begitu. Jika Fred menganggap kota A adalah tempat terbaik baginya untuk kuliah, tidak berarti itu juga berlaku bagi Sam atau Sandra. Jika seorang kristiani dewasa yang Anda hormati beribadah di gereja tertentu, tidak berarti Anda juga harus ke gereja itu.

Setiap orang berbeda. Jika kita gagal mengenali perbedaan tersebut, kita akan mengambil keputusan berdasarkan apa yang dilakukan orang lain, bukan atas dasar apa yang bijaksana untuk kita lakukan.

Apakah kemampuan, karunia, talenta, dan kelemahan Anda? Jika Anda belum pernah belajar mengetik, apakah bijaksana untuk melamar pekerjaan sebagai juru ketik? Jika Anda belum bisa menyetir dengan baik, apakah Anda menerima saran untuk melamar sebagai sopir? Jika Anda gugup berbicara di depan umum, apakah sesuai jika Anda menjadi juru kampanye? Jika Anda tidak dapat membedakan kunci sekrup dan alat pengaduk, apakah bijaksana jika Anda melamar sebagai montir? Jika Anda bermasalah dengan berat badan dan sulit menolak godaan cokelat, haruskah Anda menerima pekerjaan di perusahaan cokelat yang membolehkan para karyawannya memakan cokelat sesukanya? Atau jika Anda tidak suka mengajarkan Alkitab atau konseling, haruskah Anda mengejar jabatan pendeta?

Jawaban terhadap semua pertanyaan ini adalah tidak. Yang logis adalah Allah ingin Anda melakukan sesuatu dengan apa yang telah Dia perlengkapi dan persiapkan dalam diri Anda. Sebagai contoh, seseorang yang tidak memenuhi persyaratan dalam 1Tim 3:1-7 dan Titus 1:6-9 serta tidak menunjukkan bukti bahwa ia telah diperlengkapi secara rohani oleh Allah untuk menjadi pendeta pengajar (Efesus 4:11), tak seharusnya memaksakan diri dan menganggap Allah ingin ia menjadi seorang pendeta. Dalam setiap kesempatan yang Anda jumpai, nilailah kemampuan, minat, dan bahkan kelemahan Anda, supaya didapat informasi yang akurat untuk memutuskan apa yang Allah ingin Anda lakukan.

Pikirkan lebih lanjut. Evaluasilah suatu keputusan penting yang telah Anda ambil. Daftarkan setiap alternatif dan akibatnya. Apakah keputusan Anda melanggar prinsip-prinsip Alkitab? Apakah keputusan itu tidak berdasarkan pada pertimbangan yang baik? Alternatif mana yang berdampak positif terhadap kerohanian Anda? Pilihan mana yang seharusnya Anda ambil? Mengapa?

DISCUSS Diskusikan Dengan Orang Lain Berkendaraan di daerah yang tak dikenal dapat membuat kita bingung. Namun pengalaman ini dapat menantang ego seseorang dan menguji ikatan pernikahan atau persahabatan. Banyak pengemudi (termasuk saya) tidak suka berhenti dan meminta bantuan — bahkan bila hal ini benar-benar dibutuhkan. Kerap kali orang yang menyertai (istri, suami, atau sahabat) harus memohon untuk berhenti agar dapat bertanya kepada seseorang. Banyak kebingungan, perjalanan yang tak perlu, dan ketegangan hubungan dapat dihindari jika sang pengemudi rela mengikuti nasihat dan meminta bantuan. Hal yang sama juga berlaku secara rohani.

Mengapa perlu mendengarkan orang lain? Jawabannya sudah jelas, tetapi acap kali kita gagal melakukannya. Baik karena harga diri yang terlalu tinggi, terlalu percaya diri, takut menerima nasihat, maupun sekadar tidak mampu memahami kebijakan orang lain, kita dengan bodoh tidak mau menanyakan arah. Akibatnya, kita menderita sendiri. Kita dapat belajar banyak hal bila rela mendengarkan orang lain.

Apa yang dapat dipelajari dari orang lain? Orang yang baru pertama kali memiliki rumah sendiri biasanya khawatir untuk memutuskan rumah mana yang akan dibeli. Berapa harga yang cocok dan bagaimana membayarnya? Membeli rumah hanya berdasarkan apa yang tertera pada iklan di surat kabar, atau tanpa meminta nasihat para ahli di kantor penjualan, bukanlah tindakan yang tepat. Dalam situasi seperti ini, nasihat orang lain sangat berharga.

Janganlah menjadi petualang rohani tunggal; bila Anda merasa melihat kehendak Allah, ujilah persepsi Anda. Gunakan hikmat dari orang-orang yang lebih bijaksana dari Anda. Mintalah nasihat. — J.I. Packer

Dalam Amsal 12:15, Salomo berkata, "Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak." Orang lain dapat melihat apa yang tidak kita lihat dan bersikap lebih objektif dalam menilai hal-hal yang menurut kita baik. Mereka dapat menunjukkan kesalahan dalam pendapat kita dan memberi pertimbangan yang berharga.

Haruskah semua nasihat yang diberikan ditaati? Tentu saja tidak. Nasihat manusia bukanlah perintah Allah. Beberapa nasihat lebih baik dari yang lain. Sebagian orang yang memberi nasihat lebih berpengetahuan. Dan jika sebagian besar orang menasihatkan tindakan tertentu, belum tentu hal itu telah cukup beralasan untuk dituruti. Kita mungkin saja menerima nasihat yang berlawanan dengan pendapat umum. Karena itu, kita harus memutuskan pendapat siapa yang patut didengarkan.

Siapa yang harus didengarkan? Jika Anda ingin tahu bagaimana cara mengemudikan kapal selam, tidaklah masuk akal jika Anda bertanya pada seseorang yang belum pernah melihat kapal selam. Dan jika Anda sedang bergumul memilih teman hidup, Anda tidak akan bertanya pada seseorang yang telah bercerai sepuluh kali. Kita perlu mencari orang-orang yang memiliki informasi yang dapat dipercaya. Selain itu, kita juga butuh konsultasi yang benar dari orang-orang yang hidup selaras dengan Allah, yang peka terhadap perkara-perkara rohani, dan tahu bagaimana menerapkan hikmat Tuhan dalam berbagai aspek hidup. Dua ayat pertama dalam Mazmur 1 mengingatkan kita akan kebutuhan nasihat yang tepat.


Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,
yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk
dalam kumpulan pemcemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat
TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.


Rehabeam adalah cucu Daud, raja Israel yang terbesar. Seharusnya ia telah belajar dari kakeknya kepada siapa ia harus meminta nasihat. Ketika ayahnya, yakni Salomo, meninggal, Rehabeam menjadi raja Israel. Tetapi bukannya mengikuti nasihat yang bijaksana dari teman-teman ayahnya yang telah dewasa dan berpengalaman, ia malah mengikuti nasihat orang-orang sebayanya yang kurang mendapat hikmat dari orangtua (2Tawarikh 10). Akibatnya, Rehabeam kehilangan sebagian besar kerajaannya. Ia membuat kesalahan karena mencari orang yang setuju dengannya, bukan mendengarkan hikmat. Orang-orang pada zaman ini pun terus melakukan kesalahan yang sama.

Jika kita mencari nasihat, kita harus melakukannya dengan keterbukaan untuk dikoreksi atau memikirkan kembali pilihan itu sejak awal. Tidak banyak gunanya meminta nasihat bila keputusan kita sudah mantap.

Pikirkan lebih lanjut. Mengapa mendasarkan keputusan pada suara terbanyak adalah tindakan yang berbahaya? Sudahkah Anda memanfaatkan nasihat bijaksana di masa lalu? Apakah Anda menerima nasihat dengan baik? Mengapa sebaiknya Anda melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum meminta pendapat orang lain?


EXPRESS Nyatakan Kebebasan Anda Haruskah Anda bergumul berat dengan masalah mengenakan kaus kaki merah atau biru? Perlukah mendoakan hal ini, mencari pandangan Alkitab mengenai warna, dan meminta nasihat pendeta? Jika Anda menjawab ya, maka hidup Anda pasti sangat menyedihkan! Allah tidak bermaksud membuat kita tertekan dalam kekhawatiran setiap kali harus membuat pilihan.

Sebebas apakah kita? Allah memberi kita kebebasan untuk menggunakan otak guna memutuskan apa yang harus dilakukan. Lihat saja bagaimana Allah menempatkan Adam di Taman Eden dan memerintahkannya untuk menamai binatang-binatang (Kejadian 2:19,20). Apakah Adam menjadi bingung dan berkata, "Tuhan, saya ingin memastikan apakah saya sudah menamai binatang-binatang itu sesuai kehendak Tuhan"? Tidak, Allah memberi kebebasan kepada Adam untuk memilih nama-nama yang disenanginya, dan hal itu baik bagi Allah.

Contoh lain dari Kejadian 2 adalah pilihan Adam atas makanan. Allah telah menyatakan bahwa Adam boleh makan dari setiap pohon yang ia inginkan, kecuali satu. Hal ini memberi kebebasan yang luas kepada Adam — walaupun kemudian ia dan Hawa terlalu bebas sehingga tidak menaati Allah. Di sinilah kuncinya. Kebebasan yang Allah berikan mencakup keputusan-keputusan yang tidak disebutkan oleh peraturan dan prinsip Allah.

Sebagai contoh, di laut seekor ikan bebas berenang ke mana pun ia ingin mengepakkan sirip. Tetapi bila ia memilih berenang ke darat, keputusan itu akan berakibat fatal. Sebagai manusia, kita memiliki kebebasan untuk memilih di antara banyak hal yang baik, sesuai standar dan hikmat Allah. Namun, sekali kita "melompat keluar," kita membuat kesalahan besar.

Bagaimana hal ini diterapkan dalam kehidupan nyata? Apakah saya melanggar prinsip Alkitab bila membeli mobil A dan bukan B? Ya, bila saya menginjak-injak perasaan istri dalam keputusan ini (melanggar prinsip Efesus 5:25-33), atau jika keputusan ini berakibat anak-anak saya kelaparan karena angsuran yang harus saya bayar terlalu tinggi (melanggar prinsip 1Tim 5:8). Di sisi lain, memilih mobil dapat menjadi tindakan bebas tanpa melanggar prinsip Alkitab. Ada beberapa kemungkinan untuk menentukan pilihan yang tepat, yang memenuhi standar Allah dan mencerminkan penggunaan kemampuan mental yang Allah berikan secara bijaksana.

Jika ragu, apakah bijaksana bila menunggu? Jika antre di rumah makan siap saji dan ragu dalam memilih menu, keputusan Anda tidak akan mengubah hidup. Tetapi bila pelayan bertanya, "Anda mau pesan apa?" Anda harus mengambil keputusan atau keluar dari antrean. Sangatlah menggelikan bila kita menderita akibat pergumulan seperti ini. Namun bagaimana dengan keputusan-keputusan yang lebih besar, seperti melamar calon istri, memilih pekerjaan, menjalani pembedahan yang berisiko tinggi, atau merawat tetangga yang tidak dapat disembuhkan? Terkadang lebih bijaksana untuk menunggu bila Anda masih punya waktu atau bila dengan menunggu Anda akan mendapat tambahan informasi yang berharga atau dapat mempertimbangkan dengan lebih baik. Terburu-buru bukanlah hal yang menguntungkan (lihat Amsal 21:5).

Alkitab tidak menyediakan peta bagi kehidupan, tetapi sebuah kompas. — Haddon Robinson

Jika kita merasa sangat tidak sejahtera atas suatu keputusan, kita harus menyediakan waktu untuk mengevaluasi perasaan tersebut. Dalam beberapa kasus, kurangnya damai sejahtera dapat menjadi petunjuk bahwa pilihan kita "tidak sesuai dengan iman kita" dan merupakan pelanggaran terhadap hati nurani (Roma 14:23). Sebaliknya hal ini juga dapat menunjukkan bahwa kita belum benar-benar meyakini pemeliharaan Allah (Filipi 4:7).

Kita harus ingat bahwa walaupun Allah dapat menggunakan perasaan untuk menuntun kita, apa yang kita "rasakan" mungkin juga hanya tekanan emosi, bukan pernyataan Roh Allah. Dan waspadalah terhadap kelumpuhan analisis, yakni ketidakmampuan untuk mengambil keputusan yang biasanya menyerang orang yang suka menunda atau terus-menerus ragu. Mereka terus merasa bahwa masih ada keterangan lain yang harus dicari agar mereka dapat mengetahui kehendak Allah.

Bolehkah melempar koin? Dalam beberapa kasus, ya. Apakah kedengarannya kurang rohani? Tidak, jika Anda telah mengakui Tuhan, mencari prinsip-prinsip dalam firmanNya, menggunakan pertimbangan, dan mendengarkan nasihat yang baik. Namun pilihan ini (memilih menurut kehendak hati) harus menempati posisi terakhir, dan hanya diizinkan bila Anda memilih di antara pilihan-pilihan yang baik.

Dalam Amsal 16:33 Salomo berkata, "Undi dibuang di pangkuan, tetapi setiap keputusannya berasal dari pada TUHAN." Membuang undi, menarik jerami, atau melempar koin termasuk dalam kategori yang sama. Dalam Alkitab, Allah juga bekerja melalui tindakan semacam ini untuk menyatakan apa yang ingin Dia lakukan. Sebagai contoh:

Harun membuang undi pada hari Raya Pendamaian untuk memilih kambing
jantan yang akan dikorbankan (Imamat 16:8-10);
Nehemia membuang undi untuk membagi tanggung jawab pekerjaan (Nehemia 10:34);
Salomo mengatakan bahwa membuang undi dapat menghentikan perkelahian (Amsal 18:18);
Yunus didapati sebagai penjahat ketika kapten kapal yang
ditumpanginya membuang undi (Yunus 1:7); dan
Matias dipilih sebagai rasul dengan undian ketika ada kebutuhan
untuk mencari seorang pengganti (Kis 1:23-26).

Jika informasi yang tersedia tidak memberi arah yang jelas sementara keputusan harus segera diambil, gunakan kebebasan memilih yang Allah berikan. Atau, jika Anda dibingungkan oleh ketidakpastian, lemparkan saja sebuah koin. Allah dapat menggunakan pilihan mana pun untuk kemuliaan-Nya. Dia menguasai dan bekerja dalam kehidupan orang yang sungguh-sungguh ingin menyenangkan hati-Nya,


Karena Allah-lah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun
pekerjaan menurut kerelaan-Nya (Filipi 2:13).


Pikirkan lebih lanjut. Keputusan apa yang Anda buat setiap hari tanpa berdoa dan tanpa berupaya untuk mengetahui apa yang harus dilakukan? Keputusan apa yang menimbulkan kekhawatiran terbesar dan cenderung membingungkan Anda? Apakah kebebasan yang Allah berikan telah Anda gunakan dengan tanggung jawab dan kebergantungan kepada Tuhan?

Bagaimana kebebasan kita dalam konteks yang lebih luas? Kita perlu sadar bahwa kita memiliki kebebasan untuk memilih di antara segala petunjuk yang Allah berikan untuk menolong kita mengenali kehendak-Nya. Dia tidak meninggalkan kita begitu saja di hutan belantara tanpa kompas. Dia menawarkan bantuan kepada semua orang yang mengakuiNya sebagai Tuhan. Dia memberi kita panduan yang dapat dipercaya dalam firmanNya. Dia telah memberi kemampuan berpikir rasional untuk menilai pilihan kita. Kita mendapatkan informasi lewat nasihat orang-orang yang dapat kita percayai. Dan Dia memberi kebebasan memilih saat keputusan itu tidak mendapat teguran atau larangan yang jelas dari-Nya.

Allah mengasihi kita. Dia ingin kita hidup bagi-Nya. Jika kita ingin menghormati Allah, yakinlah bahwa Dia tidak akan meninggalkan kita dalam gelap tatkala ingin mengetahui apa yang dikehendaki-Nya. Bahkan sekalipun kita bodoh atau tidak taat di masa lalu, kita dapat mengetahui dan melakukan apa yang Allah ingin kita lakukan — hari ini dan besok.


Bagaimana Mengetahui Kehendak Allah?

Jamahan yang Lembut Oleh: Philip Yancey

Akhir-akhir ini saya memikirkan beberapa kejadian penting yang saya alami, mencari-cari tuntunan melalui rangkaian peristiwa hidup saya. Saya bukan hendak menjelaskan metode lain, tetapi hanya memberikan ilustrasi mengenai jamahan lembut yang dapat dipakai Allah untuk menuntun tanpa membuat kita bingung.

Saya ingin mengatakan sesuatu. Bagi saya, suatu tuntunan baru tampak jelas bila saya melihat ke belakang, berbulan-bulan dan bertahun-tahun sesudahnya. Di situ saya melihat bagaimana proses yang berputar-putar itu berakhir dan campur tangan Allah tampak nyata. Namun, saat mengambil keputusan saya benar-benar merasa bingung dan tak pasti. Sungguh, hampir semua tuntunan Tuhan dalam hidup saya tampak begitu lembut dan tak langsung.

Misalkan pergumulan berat dalam karier. Saat bekerja di majalah Campus Life, saya merasakan tarikan terus-menerus ke dua arah, tanpa dapat dipadukan. Satu menarik saya ke arah manajemen, bisnis, pemasaran, pendanaan; lainnya ke arah keredaksian dan penulisan. Setiap bidang memberikan kesempatan untuk melayani, gaji yang sama, dan daya tarik serupa. Saya menikmati kedua tugas ini. Sebagian besar penasihat mengarahkan saya pada tugas manajemen karena kebutuhan organisasi. Saya terus berdoa, tetapi tidak pernah mendapat tuntunan yang jelas.

Seiring dengan berlalunya waktu, saya mulai mengalami suatu pergumulan: insomnia. Secara eksternal, saya dapat mengatasi tekanan manajemen dengan baik dan dapat tetap tampil dengan baik. Namun, saya sering terserang insomnia hebat sehingga hanya bisa tidur 1-2 jam di malam hari. Setelah hampir satu tahun baru saya memahami hal ini: Saya dapat tidur nyenyak bila mengerjakan tugas penulisan; tetapi tidak bila menangani masalah manajemen. Selama beberapa bulan, saya mencoba mengabaikan tanda-tanda ini, namun kondisi ini hampir menjadi bukti yang menggelikan (jika insomnia dapat dianggap menggelikan).

Bagi saya, suatu tuntunan baru tampak jelas bila saya melihat kebelakang, berbulan-bulan dan bertahun-tahun sesudahnya.

Suatu kali saya mengerjakan tugas menulis selama seminggu penuh, lalu seminggu berikutnya di bidang manajemen. Dan benar, saya tidur seperti bayi (sejujurnya, saya betul-betul pulas seperti bayi) selama mengerjakan tugas menulis dan hampir tidak tidur selama mengurusi manajemen. Apakah hal ini merupakan tuntunan ilahi? Saya bertanya-tanya. Saya pernah mendengar bagaimana Allah berbicara melalui mimpi-tetapi melalui insomnia?

Keadaan tidak pernah berubah, dan akhirnya saya menyimpulkan bahwa insomnia merupakan bentuk tuntunan langsung bagi saya. Kini, bila saya merenungkannya kembali, petunjuk itu tampak begitu langsung dan mengherankan.

Saya juga teringat bagaimana berbagai situasi menuntun saya menulis beberapa buku. Where Is God When It Hurts lahir akibat suatu penolakan. Pada tahun 1975, saya memiliki ide yang saya anggap luar biasa untuk dibukukan. Saya baru menemukan Devotions, karya John Donne; suatu perenungan dalam 23 bagian, yang ditulis saat Donne terbaring karena penyakit yang tak dapat disembuhkan. Konsep itu sangat indah, tetapi bahasa Inggris zaman King James membuat isinya tidak dimengerti oleh banyak pembaca masa kini. Saya menyurati beberapa penerbit, dan mengusul kan untuk merevisi Devotions seperti yang dilakukan Ken Taylor atas Alkitab versi King James — menjadi Living Donne atau John Donne Redone. Saya menghabiskan banyak waktu untuk membuat contoh dari usulan saya. Semua orang menilai usulan itu baik sebagai latihan sastra, tetapi sangat sulit dipasarkan sebagai buku kontemporer.

Atasan saya saat itu memberi usul. "Masalahnya," katanya, "bukan hanya bahasa, tetapi juga konteks dan Cara berpikir yang kuno. Mengapa kamu tidak menulis sendiri buku mengenai penyakit dan penderitaan, dengan menggunakan contoh-contoh modern?" Maka lahirlah Where Is God When It Hurts.

Ketika mengadakan penelitian untuk menulis buku itu, saya "bertemu" Paul Brand, seorang pakar dalam masalah penderitaan. Saya mengenalnya "secara kebetulan," saat istri saya membersihkan lemari perbekalan di gudang sebuah organisasi sosial kristiani.

"Ada artikel mengenai penderitaan dalam laporan konferensi internasional yang kukira akan kausukai," istri saya memberi tahu. Pandangan Dr. Brand yang unik dalam laporan itu amat mempesona sehingga saya segera mengatur pertemuan dengannya. Dalam percakapan, akhirnya saya mempelajari sebuah naskah berdebu berisi beberapa perenungan yang disimpannya dalam laci selama 20 tahun. Naskah itu menjadi cikal bakal buku Fearfully and Wonderfully Made.

Ketika saya menoleh ke belakang, campur tangan Allah tampak jelas dalam semua peristiwa itu dan dalam banyak peristiwa lainnya. Semuanya membentuk suatu pola. Padahal saat peristiwa itu terjadi, tampaknya tak ada yang luar biasa: ide yang ditolak, buku berlumut dari lemari perbekalan, kumpulan perenungan yang diberikan seorang asing di India 20 tahun yang lalu.

Pola seperti ini begitu sering terjadi (sebaliknya, tuntunan yang transparan bagi masa depan sangat jarang) sehingga saya hampir menyimpulkan bahwa kita memiliki kesalahan arah yang mendasar. Saya selalu menganggap bahwa tuntunan adalah memandang ke depan. Kita terus berdoa, berharap, meyakini bahwa Allah akan menyatakan apa yang harus kita lakukan. Berdasarkan, paling tidak, pengalaman saya pribadi, saya menemukan bahwa arahnya kerap kali harus dibalik. Saya harus berfokus pada waktu di depan saya, waktu sekarang. Bagaimana hubungan saya dengan Allah? Ketika keadaan berubah, entah menjadi baik atau buruk, apakah saya akan meresponsnya dengan ketaatan dan keyakinan?

Bagi saya, tuntunan Tuhan menjadi jelas bila menoleh ke belakang. Saat ini, masa depan saya memang masih sangat kabur. Namun waktu sekarang adalah pergumulan tiap hari, yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, yang harus diiringi dengan keinginan untuk bertumbuh dalam hubungan dengan Allah.

Bagi saya, dan bagi semua orang yang disebut anak-anak Allah, sebuah lukisan sedang dikerjakan. Namun lukisan itu belum berbentuk sampai tiba waktunya saya berdiri dan menoleh ke belakang, untuk melihat warna dan bentuk apa yang telah ditorehkan. Jika kita tinggal mewarnai sketsa yang telah dibuat, maka tidak dibutuhkan iman lagi. Lagi pula, Allah tidak pernah bekerja dengan cara demikian.


Dikutip dari Guidance, 1983, seizin penerbit Multnomah Press. Philip Yancey adalah penulis buku Where Is God When It Hurts?, Open Windows, dan Fearfully Made.

1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    ReplyDelete

Blog Rankings

Arts Blogs - Blog Rankings