Home » » APOLOGETIKA

APOLOGETIKA



Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan Dan siap sedialah pada segala sesuatu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat” (1Ptr 3:15).



Dalam kehidupan setiap kita orang percaya tentulah sangat berharap beroleh kebahagiaan lahir dan batin. Kebahagiaan yang sebenarnya dapat kita peroleh apabila kita secara benar hidup dalam kebenaran-Nya maka hal itu tidaklah tidak mungkin kebahagiaan itu akan diperoleh. Kebahagiaan pasti akan diperoleh apabila kita taat kepada Tuhan. tetapi hal ketaatan bukanlah suatu hal yang mudah untuk dipraktekan, hal tersebut begitu ringan manakala dikatakan namun dalam prakteknya setiap kita merasakan kesulitan untuk taat kepada-Nya. Kehidupan yang taat kepada Firman Tuhan adalah seperti rumah yang dibangun di atas dasar yang teguh. Di akhir dari khotbah di atas bukit Tuhan Yesus berkata:

     
Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakkannya” (Mat 7:24-27).


Tuhan Yesus menunjuk pada suatu fakta yang nyata, yaitu kekuatan dari suatu fondasi menentukan kemampuan dari rumah untuk dapat atau tidak dapat bertahan dalam yang deras dan angin yang kuat. Jika seseorang membangun rumahnya di atas pasir, maka rumah itu akan runtuh; tetapi jika ia membangunnya di atas batu yang kokoh, maka rumah itu akan tetap berdiri teguh walaupun di tengah angin badai yang dahsyat. Dalam pelajaran-pelajaran ini, kita seperti akan membangun sebuah rumah di mana apabila hujan dan angin dari orang-orang tidak percaya menyerang rumah kita, kita akan tinggal tenang sebab kita yakin bahwa dasar pekerjaan rumah yang kita bangun adalah dari batu yang kokoh, yaitu Firman Kristus.

Sebelum meletakkan dasar adalah baik bagi kita untuk mengetahui rumah macam apa yang akan kita bangun. Oleh karena itu mari kita mulai dengan pemikiran dasar ini.


A. "Rumah Apologetika"

Istilah "apologetika" seringkali disalahmengertikan. Biasanya dimengerti saat di mana kita bersalah kepada seorang teman atau kepada orang yang kita kasihi dan kita merasa perlu untuk mendatangi orang tersebut dan menyampaikan perkataan "saya minta maaf."  Kata "apologetika" sekeluarga dengan kata-kata sebagai berikut (dalam bahasa Inggris) apology, apologize, dan lain-lain. Kata ini berasal dari bahasa Yunani APOLOGIA. Kata ini sering dipakai dalam literatur non-Kristen, Kristen, dan dalam Perjanjian Baru.

Contohnya: "The Apology of Socrates" adalah sebuah catatan pembelaan yang disajikan di hadapan sidang di Athena. Justin Martyr, dalam "Apology"nya, berusaha untuk membela saudara-saudara seimannya dari tuduhan yang salah yang telah dilontarkan oleh orang-orang tidak percaya. Pada waktu Paulus berdiri di hadapan orang banyak di Yerusalem, dia berkata,

"Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan kepadamu sebagai pembelaan diri." (Kis 22:1).

Berapologetika, dalam hal ini berarti memberikan pembelaan; suatu "apologi" artinya pembelaan yang diberikan; dan "apologetika" adalah studi yang mempelajari secara langsung bagaimana mengembangkan dan menggunakan pembelaan itu.  Apologetika memang merupakan suatu bidang yang mendapatkan perhatian secara khusus dari pelbagai agama dan filsafat di dunia.


B. Pengertian dari "Apologetika Alkitabiah"

Ketika Tuhan Yesus berbicara mengenai fondasi kokoh yang harus mendasari setiap area dalam kehidupan kita, fondasi kokoh itu adalah Firman Allah. Firman Allah adalah fondasi satunya yang dapat memberikan kepada kita kekuatan yang kita butuhkan untuk tetap berdiri teguh di tengah badai dosa yang dahsyat dan menghancurkan. Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah. Merupakan pengakuan umum semua orang Kristen bahwa:


 Segala tulisan yang diilhamkan Allah, memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”. (2Tim 3:16, 17)


Alkitab adalah penuntun berotoritas yang mutlak bagi semua orang percaya; tanpa Alkitab kita hanya dapat menerka-nerka pikiran daripada Allah, tetapi dengan Alkitab semua petunjuk dan pimpinan Allah dalam setiap aspek kehidupan kita menjadi pasti dan jelas sebab Alkitab adalah Firman Tuhan yang hidup. Seperti yang dikatakan oleh pemazmur, kita dapat berkata:


      Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku (Mzm 119:105).


Dalam pengertian inilah Tuhan Yesus menegaskan dan meneguhkan dengan perkataan-Nya bahwa seluruh Firman Tuhan adalah satu-satunya fondasi untuk membangun rumah apologetika kita. Alkitab adalah fondasi satu-satunya di mana tanpa fondasi Firman Tuhan, maka segala usaha kita untuk membangun sesuatu di atasnya akan runtuh menjadi puing-puing.


Tidaklah lengkap kalau dikatakan bahwa Alkitab hanya bertindak sebagai fondasi untuk berapologetika, bahkan orang percaya yang tidak terlatih dapat melihat bahwa otoritas Alkitab merupakan sesuatu yang terpenting dalam kebutuhan untuk membela kepercayaannya. Serangan yang terbesar pada iman kristiani ditujukan kepada Alkitab. Alkitab sering kali dituduh mengandung banyak kesalahan dan hanya mempunyai sedikit otoritas yang tidak berbeda dengan tulisan literatur yang lain. Oleh karena sering kali kita harus membela kepercayaan kepada Alkitab sebagai Firman Tuhan, maka hubungan apologetika dengan Alkitab kadang-kadang disalahmengertikan. Alkitab sebagai Firman Tuhan adalah fondasi di mana kita membangun pembelaan kita dan juga merupakan salah satu kepercayaan yang harus kita pertahankan. Sering kali dua peran yang harus dimainkan oleh Alkitab dilupakan orang.


Orang-orang Kristen yang bertujuan baik ada yang keliru dalam pandangan mereka mengenai karakter Alkitab sebagai fondasi dan cenderung untuk membangun pembelaan mereka hanya di atas dasar hikmat dan kemampuan berpikir manusia. Firman Tuhan ditempatkan sebagai atap dari bangunan mereka yang didukung oleh apologetika mereka. Kesulitan untuk mendukung Firman Tuhan dengan bangunan yang didasarkan pada hikmat manusia sebagai otoritas yang tertinggi sering kali menjadi terlampau berat. Pembangun-pembangun rumah yang semacam itu mungkin akan menutup mata dan mengatakan yang sebaliknya atau menyangkal hal ini, tetapi kehancuran dari rumah semacam itu tidak dapat dihindarkan, yaitu seperti rumah yang dibangun di atas dasar pasir.


Sebagai pengikut Kristus kita harus selalu ingat untuk membangun pembelaan iman kristiani di atas fondasi yang kuat yaitu Alkitab. Apabila kita melakukannya secara demikian maka tidak akan ada beban yang terlampau berat untuk ditunjang; dan tidak akan ada angin yang terlalu kencang yang tidak dapat ditahan.


Apologetika alkitabiah dapat dibandingkan dengan hubungan seorang raja dengan jenderal-jenderalnya. Kita tahu bahwa jenderal-jenderal itu bertanggung jawab untuk membela dan mempertahankan raja mereka, seperti halnya apologetika terhadap Alkitab. Dan kita juga tahu bahwa jenderal-jenderal yang patuh dan terhormat akan membela raja mereka sesuai dengan perintah atau komando dan petunjuk dari raja mereka. Lebih daripada itu apologetika harus membela Alkitab dengan ketaatan secara mutlak kepada prinsip-prinsip pembelaan dan petunjuk yang diwahyukan di Alkitab.


Peranan Alkitab sebagai penuntun dalam berapologetika dapat terlihat dengan jelas dalam 1Ptr 3:15:


Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat”.


Pada konteks sebelumnya Petrus menulis tentang penderitaan yang harus dihadapi oleh orang-orang Kristen. Petrus tahu bahwa dalam masa penderitaan, serangan-serangan dari dunia yang penuh dengan dosa sering kali dapat membuat kita lupa bahwa kita sedang melayani Kristus di mana kita harus tetap percaya dan taat pada Dia dalam segala macam pencobaan. Petrus berharap para pembaca suratnya akan memberikan tanggapan yang tepat kepada pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan dilontarkan oleh para penganiaya mereka. Oleh karena itu Petrus memberikan petunjuk kepada para pembacanya untuk mempersiapkan diri menghadapi penderitaan itu dengan memohon supaya mereka mempunyai sikap yang tepat terhadap Kristus.


Kita harus memperhatikan dengan seksama bagaimana Petrus menyusun petunjuk dalam ayat-ayat berikut ini. Pertama, Petrus berkata, "Kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan!" dan kemudian dia menambahkan, "siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab…" Sebelum pembelaan atau jawaban diberikan, Kristus harus dikuduskan terlebih dahulu sebagai Tuhan yang memerintahkan dan mengatur dalam setiap segi kehidupan kita.


Perhatikanlah bahwa kita harus menguduskan Kristus sebagai Tuhan dalam hati kita. Ini tidak berarti seperti yang banyak dimengerti oleh cara berpikir kita pada masa kini yaitu hanya stabilitas emosi kita yang harus berdasar pada Kristus sementara pemikiran kita dapat bebas untuk melakukan apa yang dikehendakinya dalam berapologetika. Tidak juga berarti bahwa ke-Tuhanan Kristus harus tinggal hanya dalam hati kita yang terdalam, dan tidak pernah mempengaruhi jawaban-jawaban kita pada pertanyaan-pertanyaan dunia. Firman Tuhan mengajarkan kepada kita bahwa hati adalah pusat dari personalitas kita dari mana "terpancar kehidupan" (Ams 4:23). Apa yang kita lakukan di hati kita memerintah tidak hanya emosi kita, tetapi juga pemikiran kita, dan setiap aspek kehidupan kita yang lainnya. Lebih daripada itu menguduskan Kristus sebagai Tuhan dalam hati kita berarti ke-Tuhanan-Nya juga akan efektif dalam semua apa yang kita ekspresikan keluar, termasuk pembelaan iman kita. Oleh karena itu, menurut Petrus, penaklukkan terhadap otoritas Kristus merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pembelaan yang benar dan tepat. Sebagai Tuhan kita, Kristus akan memimpin kita pada saat kita melakukan pembelaan iman. Pimpinan ini datang melalui Firman-Nya, dan tanpa pimpinan-Nya maka segala sesuatu akan menjadi sia-sia.


C. Kepentingan dari Apologetika

Mempelajari apologetika dan mempelajari perkembangan kemampuan untuk berapologetika secara benar dalam membela kebenaran kristiani adalah tanggung jawab setiap orang percaya. Dari yang tertua sampai yang termuda, yang terkaya sampai yang termiskin, dari yang terpandai sampai yang sederhana, setiap orang yang telah percaya pada keselamatan dalam Yesus Kristus bertanggung jawab untuk mempelajari apologetika. Namun sering kali orang-orang Kristen yang bermaksud baik gagal untuk melaksanakan tanggung jawab ini secara serius.


Salah satu alasan yang biasa dikemukakan untuk mengabaikan apologetika terletak pada kesalahmengertian seseorang akan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di dalam Mat 10:19: "Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga."

Kesalahmengertian yang serius telah timbul berkenaan dengan ayat ini, khususnya apabila kita membaca terjemahan dari King James yang diterjemahkan sebagai berikut: "give no thought how or what ye shall speak" (yang dapat diartikan sebagai berikut: "tidak perlu dipikirkan bagaimana atau apa yang harus kita katakan"). Berdasarkan ayat tersebut, maka sering kali ditafsirkan bahwa ayat itu mengajarkan kita perlu bersandar secara mutlak kepada pimpinan Roh Kudus pada saat membela iman kita oleh karena itu kita tidak perlu untuk mempersiapkan diri untuk mempelajari bagaimana berapologetika.


Lebih jauh dikatakan bahwa orang yang mempelajari apologetika memperlihatkan kurang berimannya seseorang dan ketidaksepenuhan hati dari seseorang dalam penyerahan kepada Allah. Penafsiran seperti ini terhadap ayat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab tidak mempertimbangkan pengamatan secara menyeluruh terhadap konteks dari ayat tersebut dan juga Firman Tuhan secara keseluruhan.


Perlu diperhatikan bahwa Tuhan Yesus tidak mengatakan "jangan pikirkan tentang apa yang akan kamu katakan," seperti yang sering dimengerti oleh pembaca masa kini berdasarkan terjemahan King James. Melainkan seperti terjemahan yang paling akhir, ayat ini berkenaan dengan peringatan Tuhan Yesus supaya orang-orang percaya jangan cemas dan kuatir. Dalam ayat-ayat sebelumnya (Mat 10:19) Tuhan Yesus mengatakan bahwa murid-murid-Nya akan diserahkan ke hadapan gubernur-gubernur dan raja-raja. Kenyataan bahwa mereka akan berhadapan dengan orang-orang penting seperti itu tentu merupakan pengalaman yang sangat menggentarkan. Oleh karena itu Tuhan Yesus mendorong dan memberi semangat kepada para murid sebelumnya untuk tidak cemas dan takut. Segala ketakutan harus lenyap dari mereka yang membela iman sebab mereka tidak akan pernah berdiri sendiri. Tuhan Yesus mengatakan bahwa Roh Kudus dari Allah akan memberikan kepada kita kekuatan dan hikmat pada saat kita membutuhkannya. Seperti apa yang dikatakan oleh rasul Paulus: "Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorang pun yang membantu aku … tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku…" (2Tim 4:16, 17).


Sangatlah penting untuk dimengerti bahwa jaminan akan diberikannya kekuatan dari Roh Kudus jangan diartikan sebagai pengganti dari ketekunan dan kesetiaan dalam mempelajari dan mempersiapkan diri untuk berapologetika. Walaupun kita anjurkan untuk tidak kuatir akan makanan dan pakaian (Mat 6:25 dan selanjutnya), kita tetap dianjurkan untuk bekerja berjerih-payah untuk mendapatkan semua itu. Demikian juga halnya dengan berapologetika, kita harus memenuhi tanggung jawab kita untuk mempersiapkan diri.


Petrus menulis bahwa kita harus "selalu bersiap sedia (sudah mempersiapkan diri) untuk memberikan jawab" (2Ptr 3:15). Oleh karena itu mereka yang mengabaikan hal ini berarti tidak taat secara mutlak kepada ke-Tuhanan Kristus dan tidak bergantung pada Roh Kudus, sebab ketaatan dan penyerahan yang sungguh-sungguh akan dinyatakan dengan mempelajari apologetika secara serius.


Alasan lain yang sering kali dipakai untuk mengabaikan apologetika adalah alasan bahwa pembelaan iman merupakan pekerjaan orang-orang yang terlatih (misalnya: para pendeta atau lulusan dari sekolah teologia) dan bukan tugas dari orang-orang Kristen secara umum. Guru-guru dan pendeta diharapkan untuk dapat memberikan jawaban secara sistematis, sebab apologetika terlalu berfilsafat dan abstrak dan tidak praktis bagi orang-orang biasa. Oleh karena itu banyak orang Kristen yang berpikir bahwa tugas mereka hanya untuk mengabarkan Injil dan kalau ada pertanyaan mengenai kredibilitas dari iman kristiani maka mereka akan membawa orang itu kepada pendeta mereka, yang dianggap sebagai seorang "tenaga ahli."


Memang benar bahwa guru dan pendeta mempunyai tanggung jawab yang lebih berat dalam berapologetika dibandingkan dengan kebanyakan orang-orang percaya, tetapi ini tidak berarti bahwa berapologetika hanyalah merupakan tanggung jawab para pendeta dan para guru. Setiap orang percaya bertanggung jawab untuk dapat berapologetika. 1Ptr 3:15, ayat yang telah kita pelajari menyatakan bahwa tidak ada kekecualian bagi orang Kristen dalam berapologetika. Setiap orang harus siap untuk menderita bagi Kristus dan setiap orang harus bersiap sedia untuk memberikan jawaban dan membela pengharapan mereka di dalam Kristus.

Lebih daripada itu Paulus secara jelas menyatakan bahwa setiap orang percaya harus menjadi pembela iman. Sebagai seorang rasul Paulus secara khusus "dipilih untuk menjadi pembela daripada Injil." (Flp 1:16). Tetapi Paulus mengerti bahwa pekerjaan untuk berapologetika bukan hanya tanggung jawabnya sendiri. Oleh karena itu ia berkata pada orang-orang Filipi:


Memang sudahlah sepatutnya aku berpikir demikian akan kamu semua, sebab kamu ada di dalam hatiku, oleh karena kamu semua turut mendapat bagian dalam kasih karunia yang diberikan kepadaku, baik pada waktu aku dipenjarakan, maupun pada waktu aku membela dan meneguhkan Berita Injil”. (Flp 1:7)


Paulus telah dipenjarakan oleh karena berkhotbah mengenai Injil, tetapi orang-orang Kristen di Filipi tidak meninggalkan dia. Mereka telah mengirimkan pemberian-pemberian yang disampaikan oleh wakil dari gereja mereka. Malahan mereka telah begitu sangat terlibat dengan pelayanan Paulus sebagai seorang rasul sehingga mereka juga "mengalami hal yang sama" (Flp 1:30) seperti Paulus. Salah satu yang mereka jalani atau alami bersama dengan Paulus dijelaskan sebagai "pembelaan dan pengukuhan dari Injil" (Flp 1:7). Orang-orang Filipi dihargai dan dipuji oleh karena mereka melaksanakan dengan serius pekerjaan membela iman kristiani. Demikian pula setiap orang yang membela iman kristiani akan dihargai dan dipuji oleh Firman Tuhan. Apologetika bukan hanya tanggung jawab orang-orang tertentu saja melainkan tanggung jawab setiap orang Kristen.


Kepentingan dari apologetika dapat dilihat dari berbagai segi yang lain. Kemampuan untuk mempertahankan kepercayaan kita akan membuat penginjilan kita menjadi lebih efektif. Kita tidak perlu takut untuk mengemukakan masalah kekristenan di antara kawan-kawan kita dan tetangga kita apabila kita mampu untuk memberi jawab atas pertanyaan-pertanyaan mereka. Kita tidak perlu takut untuk menghadapi orang yang tidak percaya dari kalangan intelektual apabila kita mampu untuk mempertahankan iman kepercayaan kita. Semangat penginjilan akan bertambah dengan mempelajari apologetika. Lebih daripada itu orang yang mendengar Injil sering kali keraguannya menjadi sirna dengan mendengar jawaban yang benar atas pertanyaan atau keraguan mereka.

Selain itu apologetika alkitabiah dapat menguatkan iman orang-orang percaya. Banyak orang Kristen yang terkena wabah keragu-raguan. Keraguan ini sering kali merupakan penyebab orang percaya kehilangan kemampuannya untuk melayani Kristus. Apologetika memampukan orang percaya untuk mengatasi berbagai macam pencobaan untuk jatuh dalam ketidaksetiaan yang mungkin dapat dialami. Kemampuan ini sebaliknya akan memungkinkan dia untuk memperhatikan hal lain yang perlu dipelajari dalam pelayanan.


Orang Kristen yang belum pernah mengalami problema keraguan, dengan mempelajari apologetika secara sungguh-sungguh akan membuat dia bertambah yakin dan semangat untuk lebih taat sebagai anak Tuhan. Apologetika adalah subjek yang sangat penting yang seharusnya menjadi perhatian semua orang percaya.


Dalam pelajaran yang berikut ini kita akan membangun satu bata demi satu bata dari rumah apologetika yang sangat penting ini. Dan bangunan ini akan dirasakan secara kokoh pada Firman Tuhan. Dengan satu pengharapan bahwa orang-orang percaya akan diperlengkapi dengan lebih baik lagi untuk melayani Tuhan dan untuk membangun kerajaan-Nya dengan ketaatan kepada Dia dan dengan secara efektif memenangkan jiwa-jiwa yang terhilang.

0 komentar:

Post a Comment

Blog Rankings

Arts Blogs - Blog Rankings