Telah berapa lamakah aku hidup di bumi yang bukan punyaku? Apakah
aku hidup
karena sebuah kebetulan? Mengapa jalan kehidupanku seperti tak
sesuai dengan apa yang aku harapkan?,
banyak sudah beragam pertanyaan hinggap dalam alam pikir setelah melihat bagaimana sebuah perjalanan hidup telah terlalui.
Pe-Mazmur berkata :
”Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan
jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan
kebanggaannya adalah kesukaran dan
penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap” (Mzm. 90:10).
Lebih banyak pertanyaan muncul: tentang identitas, siapakah aku?
aku memakai
topeng, aku memainkan peran; bagaimana, ditengah semua itu, aku
dapat mengenali, dan mengidentifikasi
diri aku yang sebenarnya? Sekali lagi, ada pertanyaan tentang tujuan-tujuan.
Apakah hidup mempunyai maksud?
Jika ya, jalan mana yang harus di tempuh untuk memenuhinya?
Itu membangkitkan
pertanyaan tentang nasib. Untuk apa aku disini?
Apa yang dapat
aku harapkan?
Isyarat-isyarat keabadian datang kepada kita semua; orang ateis berketetapan membungkamnya; beranikah kita
mempercayainya?
Jika ya, maka kemudian kita harus bertanya apakah yang akan kita lakukan sekarang akan
mempengaruhi apa yang akan kita alami
kemudian. Bagaimana juga, kita semua harus mati pada suatu hari, dan itu
memunculkan pertanyaan apakah kematian akan
menyia-nyiakan hidupku?.
“Jika aku melihat langit-Mu, buatan
jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang
Kautempatkan: apakah manusia, sehingga
Engkau mengingatnya? Apakah manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm. 8:4-5).
Siapakah manusia?
Merupakan pertanyaan yang tak terelakkan yang tak seorangpun
yang berpikir dapat menghindari bertanya tentang dirinya sendiri.
Kita dapat mundur dari diri kita,
melihat diri kita, menilai diri kita dan terlebih lagi kita melakukan hal-hal
ini. Pertanyaan itu menanyai
diri sendiri, tanpa diminta; mau tak mau, orang mendapati diri bertanya-tanya
apa arti hidup, apa makna yang Ia buat, apa tujuan aku berada
disini. Apakah aku seorang pahlawan, seorang korban, atau hanya orang tak dikenal di dunia yang
kusadari aku menjadi bagiannya.
Yoh.
8:12 “Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata-Nya:’Akulah terang
dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia
tidak
akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup”
Bagaimana seharusnya aku menilai diriku?
Bagaimana seharusnya aku membuat keputusankeputusan
pada titik kehancuran dalam hidup?
Apakah frustasi dan
kesia-siaan akhir dari hidup terdiri
dari fakta yang semuanya tampak tidak penting sebenarnya berarti sesuatu?
Apakah hidup,
bagaimanapun juga, merupakan sebuah dongeng yang diceritakan oleh seorang
idiot, penuh dengan bunyi dan kemarahan, tanpa arti
apa-apa? Sekali lagi aku bertanya: siapakah manusia?.
“Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku
sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang
kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang mengasihi aku dan menyerahkan
diri-Nya untuk aku” (Gal.2:20),
“Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk
Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan.
Jadi baik hidup atau mati, kita adalah
milik Tuhan” (Rm. 14:8).
Apakah benar apa yang ada pada diri kita adalah milik kita?
Semua ‘kebendaan’ yang
ada pada kita adalah semua hasil kerja keras kita bukan ‘pemberian’ dari
siapapun?
Benarkah Tuhan tak campur tangan dalam hal ini?
Karena dalam hal ini pribadi lepas pribadilah yang ada, sebab kerja keras maka kita berhasil,
berkat kepintaran dan keuletan kita semua dapat kita peroleh, benarkah itu?.
Jika semua yang ada pada kita semua adalah berkat usaha diri sendiri, dapatkah kita pertahankan setubuh ini tetap
sehat, tak pernah mengalami ketuaan, dalam
arti selalu berjaya dan umur pun tak ada batasnya?. Tuhan tidak
mengharamkan untuk kita menjadi
kaya, malah Tuhan sudah menjadikan kita yang berkuasa dan menjadi Raja dan Imam
di bumi ini, namun Tuhan meminta kepada setiap kita
agar setiap kita memberikan pula waktu yang terbaik untuk-Nya dan membesarkan nama-Nya serta memuliakan-Nya.
Namun itulah kita senantiasa
egosentris dalam kehidupan hampir setiap kita mempunyai sifat ke aku-an,
padahal hidup yang telah Kristus teladani kepada kita adalah
sebuah hidup pelayanan total pada setiap
apapun dan hidup penuh Kasih. Dapatkah kita hidup dan mati seperti
yang rasul Paulus katakan pada
jemaat Galatia dan Roma?, jemaat Roma yang notabene adalah negeri yang menjajah Yerusalem dan yang mempunyai ‘andil’ dalam
penyaliban Yesus yang kata ‘penjahat’ namun mereka mempunyai sikap seperti yang rasul Paulus katakan.
Benarkah kita telah mengasihi Tuhan kita dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi
kita? Namun mengapa masih
berpikir untung rugi dalam melaksanakan panggilan yang Tuhan perintahkan kepada
kita, kita masih berat hati untuk setia secara totalitas
kepada Tuhan. Kala dirudung susah kita giat untuk mendatangi Tuhan walau hujan sekalipun namun kala badai
kehidupan berlalu di hadapan kita
lalu mulailah di kepala kita keluar ‘tanduknya’, kita enggan mendatangi Tuhan
dan dengan berbagai dalih karena sibuk tak
ada waktu lagi, bahkan yang tadinya rajin doa dan baca Alkitab serta merenungkannya kini tak lagi di lakukan dan
Alkitab pun kembali ke habitatnya menjadi “hiasan lemari”. Bahkan ada pula yang lebih ekstrim dia mau
mendatangi Tuhan, taat dan setia tapi dengan embel-embel harus diberkati jika tidak yah ‘nggak’
dengan mengambil ‘trademarknya’ pak ogah ‘cepek dulu baru mau’ kata Tuhan capek
dah!
“Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi
sarangnya, melayang-layang di atas
anak-anaknya, mengembangkan sayapnya,
menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya” (Ul. 32:11)
Ada apakah Tuhan membuat perumpamaan lewat rajawali?
Apa yang istimewa dengan
rajawali?.
Alam dengan segenap isinya adalah tanda baca bagi kita, sebagai
obyek olahan
pengetahuan yang Allah berikan kepada manusia maka untuk itulah
manusia dibekali Tuhan akal pikiran.
Rajawali adalah salah satu hewan jenis unggas dari bangsa burung yang mempunyai ketajaman penglihatan delapan kali lebih tajam dari
manusia, mempunyai paruh yang tajam bagai pisau dan juga cakar yang kuat. Namun bukan hal itu yang
ingin Tuhan agar manusia mengambil
pelajaran dari rajawali tersebut.
Tuhan menginginkan kita hidup seperti rajawali yang tak mengenal lelah kala berburu mangsanya, ia pun
tak pernah bersarang di tempat yang rendah tapi ia bersarang di tempat yang tinggi dan dalam hal kesetiaan
rajawali adalah hewan yang setia hanya pada satu pasangan.
Apabila ia telah mepunyai anak, maka saat anak-anaknya berusia 3-4
minggu sang induk mulai bertingkah ‘aneh’ ia koyak sedikit demi
sedikit sarangnya sehingga angin
pun masuk menerpa badan anak-anaknya yang masih lemah, apakah pekerjaan itu kejam? Ternyata apa yang dilakukan sang induk dengan
mengoyak sarangnya dan angin menerpa anakanaknya, malah menjadi stimultan bagi setubuh anaknya hingga mempercepat
proses tumbuh
bulu-bulu kasar. Selanjutnya pada saat anak-anaknya berumur 6-7
minggu maka digoyanggoyanglah sarang
tersebut sehingga anaknya ada yang terjatuh, saat anaknya mengepakngepakan sayap dan belum berhasil untuk terbang dengan sigap
sang induk menangkapnya dan mendukungnya
diatas kepaknya. Dan semua itu dilakukan sang induk hingga anak-anaknya dapat terbang sendiri.
Apa yang dapat kita petik
dari pengetahuan Allah yang ajaib ini?
2012
Pertama, kita diharapkan untuk setia pada Tuhan dan latihan
kesetiaan itu ada pada yang nampak
yaitu pasangan hidup kita masing-masing, bagaimana kita akan setia pada yang
tidak kelihatan apabila pada yang kelihatan kita sudah
tidak setia.
Kedua, jangan ‘cengeng’ dalam menghadapi badai kehidupan
sebesar apapun badai itu ingat ia akan berlalu apabila kita hadapi bersama Tuhan, apapun ‘uji &
coba’ ia tidak akan melebihi batas
kemampuan kita.
Ketiga, apa yang Allah ijinkan terjadi pada kehidupan kita
semua adalah baik buat kita, syukuri apa yang ada dan nikmati hidup dengan kasih, sukacita dan damai
sejahtera, jangan pernah bersungut-sungut
atas apa yang terjadi pada kehidupan kita. Responlah yang baik jangan pernah berburuk sangka, sebab apa yang dilihat dalam
pandangan manusia baik belum tentu baik bagi Tuhan dan apa yang dilihat buruk dalam pandangan manusia belum
tentu buruk bagi Tuhan, lihatlah
anak rajawali adakah mereka berburuk sangka terhadap induk mereka yang telah
mengkoyak sarang mereka padahal mereka masih lemah? Tapi ternyata
di balik semua itu, hal tersebut
adalah suatu cara agar mereka bertumbuh.
Keempat, jangan pernah putus asa dikala sedang menghadapi
keterpurukan apalagi karena ‘pusingnya’
sudah melebihi penyakit vertigo langsung minum obat “Anti Hidup” alias racun
atau gantung diri, lihatlah bagaimana anak rajawali ‘berlatih
terbang’ dengan paksa karena sarangnya digoyang induknya , ia terjatuh dan sayapnya masih lemah apakah
induknya berdiam diri melihat
anaknya terjatuh? Tidak-kan, induknya dengan sigap menolongnya, apalagi Tuhan
yang penuh Kasih Setia, Ia tidak akan membiarkan anaknya
terjatuh pasti Ia akan lebih sigap menolong kita.
Mohegan Sun - Casino in CT - JT Hub
ReplyDeleteMohegan Sun in Uncasville, 안동 출장안마 CT 인천광역 출장안마 - Enjoy the best of all of 동해 출장마사지 our restaurants, 파주 출장샵 bars, and other entertainment at Mohegan Sun. From sandwiches to 춘천 출장샵 bistro Rating: 4 · 11 reviews