Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. (Kej 1:1)
Kali ini kita akan mengembangkan prinsip-prinsip dan penerapan pembelaan iman kristiani berdasarkan kebenaran Alkitab sebagai Firman Tuhan. Sesuai dengan keyakinan ini, maka ada beberapa hal yang harus dibahas.
A. Allah dan Ciptaan-Nya
Alkitab sebagai buku rohani yang disusun untuk memperlihatkan
jalan dari agama yang benar, menempatkan kebenaran Allah adalah Pencipta segala
sesuatu sebagai kalimat Pembukaan. Penempatan kebenaran ini (yang tidak dapat
dikompromikan dengan apapun juga) sebagai kalimat pembukaan dari Alkitab
menyatakan betapa pentingnya untuk menyadari bahwa Allah adalah Pencipta segala
sesuatu. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seluruh
Alkitab berisi penjelasan mengenai kebenaran yang satu ini, yaitu Allah sebagai
Pencipta dan Tuhan.
Manusia tidak akan pernah dapat tinggal di taman Eden sebelum
kejatuhan. Kejatuhan manusia ke dalam dosa tidak akan pernah terjadi. Dan
pekerjaan keselamatan yang digenapi oleh kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus
menjadi tidak berarti apabila tidak pernah ada penciptaan yang dilakukan oleh
Allah.
Taman Eden merupakan penyataan dari keharmonisan Allah dengan
ciptaan-Nya. Dosa merupakan pemberontakan dari ciptaan melawan Penciptanya.
Keselamatan merupakan pembebasan dari dosa dan hak ciptaan untuk dapat berdiri
di hadapan Allah. Rasul Yohanes berbicara mengenai sifat yang hakiki dari
aktivitas penciptaan Allah sebagai berikut: "Segala sesuatu dijadikan oleh
Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah
dijadikan." (Yoh 1:3).
Apabila kita coba mengamati Kej 1:1, maka kita dapat
melihat bahwa aktivitas penciptaan terdiri dari dua pembagian. Di satu pihak
kita melihat seseorang yang menciptakan, dan di pihak lain kita melihat ciptaan
yang Dia ciptakan. Akibatnya kita dapat melihat garis pemisah atau perbedaan
yang tercipta antara Allah sebagai Pencipta dengan ciptaan Allah. Kita akan
sebut ini sebagai "perbedaan antara Pencipta dengan ciptaan." Ini
merupakan konsep yang akan diselidiki lebih jauh dan merupakan referensi yang
akan selalu dilihat kembali.
Perbedaan antara Pencipta dan ciptaan-Nya ini tidak pernah boleh
kita lupakan atau dikesampingkan barang sedetik pun dalam usaha mengembangkan
apologetika alkitabiah.
A. Allah dan Ciptaan-Nya
1. Allah adalah Allah yang Berdiri Sendiri
Orang-orang Kristen pada jaman ini jarang sekali berpikir bahwa
Allah tidak hanya sekedar seorang kakek tua yang duduk di atas awan sambil
memperhatikan segala peristiwa-peristiwa yang menyedihkan di dunia tanpa mampu
berbuat apa-apa. Oleh karena itu Allah sering kali dilihat hanya sebagai Allah
yang tidak ada gunanya dan tidak penting bagi dunia ini, kecuali apabila ada
manusia yang memiliki kerinduan dan kebutuhan pribadi yang ingin dipenuhi oleh
Allah.
Dalam pikiran kebanyakan orang, Allah tidak ada hubungannya dengan
proses yang terjadi di dunia. Mereka mengatakan bahwa: "Allah dibutuhkan
hanya pada saat malapetaka dan masalah pribadi yang berat." Lebih daripada
itu Allah sendiri sering dimengerti sebagai Allah yang bergantung kepada ciptaan-Nya.
Dia merindukan sesuatu kiranya dapat terjadi di tengah dunia ini, namun hal
sebaliknya yang tidak Ia duga dapat terjadi oleh karena tingkah manusia yang
pandai. Pikiran-pikiran yang demikian telah tumbuh di gereja. Pikiran semacam
ini sangat jauh dari gambaran Firman Tuhan mengenai Allah.
Allah bukan Allah yang
tidak dapat berdiri sendiri atau seperti "ayah yang manis"; Dia
adalah Pencipta yang Mahakuasa dan yang terus menerus berkecimpung dan
bertanggung jawab atas ciptaanNya. Rom 11:36 berbicara mengenai hal ini:
Sebab segala
sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan
sampai selama-lamanya!
Pengamatan yang lebih teliti pada bagian Firman Tuhan ini akan
menyatakan kedalaman dari pengetahuan tentang Allah yang disajikan dalam ayat
ini. Pertama, Paulus berkata bahwa semua ciptaan adalah "dari DIA."
Ayat ini berarti Allah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada dan semua
ciptaan tidak terjadi dengan sendirinya.
Terakhir Paulus menyatakan ciptaan diciptakan "bagi
DIA." Ini berarti ciptaan diciptakan untuk kemuliaan Allah dan untuk
menyenangkan Allah, bukan untuk manusia atau untuk ciptaan yang lain. Lebih
daripada itu penjelasan yang kedua ini mengandung suatu perintah.
Penciptaan adalah
"melalui DIA." Di sini Paulus tidak berbicara mengenai awal atau
akhir dari hubungan Allah dengan ciptaan. Dia berbicara mengenai Allah sebagai
Pencipta yang memelihara dan menunjang keberadaan ciptaan-Nya setiap saat.
Ciptaan dapat terus berlangsung keberadaannya oleh karena Allah.
Inti dari kebenaran ini adalah sebagai berikut: Sebagaimana Allah
adalah kuasa yang menciptakan dari permulaan, Dia juga adalah kuasa yang
memungkinkan atau mendukung ciptaan ini terus berada sampai sekarang. Demikian
juga halnya dengan sebagaimana Allah tidak diciptakan oleh ciptaan-Nya, maka
Dia sekarang tidak didukung oleh ciptaan dalam hal apapun juga.
Dalam Kis 17:25 kita dapat baca sebagai berikut:
dan juga tidak dilayani
oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang
memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.
Sangat jelas dikatakan bahwa Allah tidak membutuhkan sesuatu
apapun yang harus atau dapat dipenuhi oleh ciptaan, oleh karena secara
kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh
ciptaan dipenuhi oleh Allah. Allah adalah Allah yang berdiri sendiri.
2. Ciptaan Bergantung kepada Allah
Apabila kita mengatakan bahwa Allah adalah Allah yang berdiri
sendiri, maka di lain pihak kita harus menegaskan kebergantungan secara total
dari ciptaan atas Allah sebagai Pencipta. Kita ketahui bahwa kebergantungan
anak-anak kepada orang tua mereka semakin berkurang saat mereka tumbuh menjadi
dewasa. Bahkan bayi yang baru lahir pun pada waktu yang singkat dapat tetap
hidup tanpa orang tuanya. Tetapi tidak demikian halnya dengan kebergantungan
ciptaan kepada Allah. Ciptaan tidak dapat terpisah keberadaannya dari Allah
atau tidak dapat berdiri sendiri barang sedetik pun tanpa kebergantungan kepada
kuasa pemeliharaan Allah. Sehubungan dengan ini Firman Tuhan menyatakan sebagai
berikut:
Dialah yang memberikan hidup dan nafas
dan segala sesuatu kepada semua orang. (Kis 17:25)
Ia ada terlebih
dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. (Kol
1:17)
Allah mengatur, memenuhi kebutuhan dan memelihara segala sesuatu
tanpa terkecuali. Dari yang terbesar sampai yang terkecil, setiap aspek dari
ciptaan secara keseluruhan bergantung kepada Allah untuk keberlangsungan
keberadaannya.
Kita harus setuju dengan John Calvin yang percaya bahwa Allah
sebagai Pencipta harus disertai kepercayaan kepada Allah sebagai Tuhan yang
mengontrol sejarah. Dunia tidak dapat berlangsung dengan kekuatannya sendiri.
Segala keberadaan adalah dari Allah dan melalui Allah. Oleh karena itu kita
harus berpikir bahwa ciptaan secara keseluruhan bergantung kepada Allah.
Kita dapat melihat dalam pelajaran yang berikutnya bahwa kesadaran
akan perbedaan antara Allah yang berdiri sendiri dengan ciptaan yang bergantung
kepada Penciptanya merupakan hal yang membedakan antara orang-orang percaya
dengan orang-orang yang tidak percaya. Orang-orang Kristen berusaha untuk
melihat segala sesuatu dari sudut pandang ciptaan yang bergantung kepada sang
Pencipta, sedangkan orang-orang yang tidak percaya mencoba untuk menyangkal
kebergantungan daripada ciptaan kepada sang Pencipta.
Penyangkalan yang sangat keras atas perbedaan Penciptaan dan
ciptaan dari orang-orang tidak percaya akan dapat dilihat dari ketidakpercayaan
mereka kepada keselamatan dalam Kristus dan menempatkan Allah dan ciptaan-Nya
dalam saling bergantung satu dengan yang lain dan menyatakan bahwa ciptaan
hanya bergantung kepada Allah dalam taraf tertentu saja. Orang-orang tidak
percaya mengemukakan dengan berbagai cara tetapi intinya adalah sama, yaitu
penyangkalan akan perbedaan antara ciptaan dengan ciptaan-Nya.
3. Allah Menyatakan Diri kepada Manusia
Sebagai orang Kristen kita harus menekankan perbedaan antara Allah
dengan ciptaan-Nya. Dan kita juga tidak boleh melupakan bahwa Allah telah
menyatakan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya kepada manusia. Walaupun Allah
telah mengadopsi berbagai macam cara untuk menyatakan diri-Nya dalam waktu yang
berbeda, kita akan memperhatikan dua cara yang Allah telah pilih untuk
menyatakan diri-Nya dalam segala waktu.
a. Melalui Setiap Aspek
dari Ciptaan-Nya
Allah secara luar biasa telah membangun seluruh jagad raya ini
sehingga setiap bagiannya menyatakan diri-Nya kepada manusia. Setiap elemen
dari dunia tanpa pengecualian menyatakan Allah dan kehendak-Nya kepada manusia.
Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan
pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam
menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. (Mzm 19:1-2)
Ciptaan dengan segala keindahan dan kemegahan menyatakan kepada
kita kemegahan dari kualitas Allah dan tuntutan kebenaran yang Dia pinta dari
manusia. Sebagaimana Paulus katakan dalam Rm 1:20, 32:
Sebab apa yang tidak nampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang
kekal dan Keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia
diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih … Sebab walaupun mereka
mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang
melakukan hal-hal demikian patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya
sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.
Meskipun manusia yang telah jatuh ke dalam dosa menyangkalinya dan
orang-orang Kristen sering kali menemukan kesulitan untuk melihatnya, Alkitab
mengajarkan secara jelas bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya dalam setiap
aspek ciptaan kepada semua manusia bahkan rupa manusia sendiri menyatakan semua
itu.
Penyataan Allah ini tidak dapat dihindari atau disangkali. Kita
tidak dapat mengetahui satu aspek dari ciptaan tanpa difokuskan untuk
memikirkan Penciptanya. "Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala
bangsa melihat kemuliaan-Nya." (Mzm 97:6).
Manusia dapat mengerti akan dirinya sendiri dan semua ciptaan di
sekelilingnya hanya dengan kesadaran akan perbedaan antara Pencipta dan ciptaan
yang dinyatakan melalui semua itu. Dan manusia dapat mengerti kehendak Allah
secara lebih jelas melalui pengamatan mereka akan ciptaan. Contohnya, tidaklah
cukup untuk mengetahui bahwa sapi memakan rumput. Pengertian yang benar akan
sapi-sapi dan rumput akan menyatakan kuasa pemeliharaan dan pemenuhan Allah
serta tanggung jawab manusia untuk menaklukkan ciptaan yang lain bagi kemuliaan
Allah (lihat Kej 1:28). Jarak terdekat antara bumi dan salah satu
bintang akan dapat dimengerti dengan sesungguhnya hanya dengan kesadaran
terhadap pernyataan akan Allah. Begitu besarnya jarak tahun cahaya semata-mata
merupakan pekerjaan tangan Allah dan memperlihatkan kepada manusia akan
kebutuhan mereka untuk merendahkan diri di hadapan Allah dan berterimakasih
atas anugerah-Nya (lihat Mzm 8:1-5).
Sebagaimana ciptaan tidak dapat terpisah dari Allah, maka ciptaan
tidak dapat berdiam diri mengenai keberadaan Allah. Semakin seseorang mengerti
tentang fakta-fakta dari jagad raya ini, semakin semua itu menyatakan akan
Allah dan kehendak-Nya kepada dia.
b. Melalui Wahyu Khusus dari Allah
Allah dalam banyak hal terlihat selalu membarengi penyataan-Nya
dalam ciptaan, yaitu dengan penyataan-Nya secara khusus mengenai diri-Nya.
Dalam taman Eden Dia berbicara dengan suara-Nya kepada Adam mengenai pohon
pengetahuan baik dan jahat. Kepada para patriakh (Abraham, Musa dan lain-lain)
Allah menyatakan diri-Nya melalui mimpi-mimpi, penampila-penampilan, dan
penglihatan-penglihatan. Kepada Musa Allah berbicara di semak yang menyala dan
di atas kitab batu. Kepada para rasul Dia berbicara melalui kehidupan dan
perkataan Tuhan Yesus, Putra-Nya. Pada masa di mana kita hidup Allah telah
berbicara melalui Alkitab sebagai Firman Tuhan yang telah diinspirasikan oleh
Roh Kudus.
Penggunaan beberapa aspek tertentu dari ciptaan untuk wahyu
dimaksudkan untuk menambahkan kualitas pewahyuan dari ciptaan yang lain.
Sebelum dosa masuk ke dalam dunia ketaatan manusia diuji dengan wahyu khusus.
Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, penyataan secara khusus mempunyai dua
maksud yaitu untuk memperlihatkan jalan keselamatan melalui Kristus; dan untuk
menolong manusia mengerti dengan lebih baik penyataan akan Allah dan
kehendak-Nya dalam aspek-aspek ciptaan yang lain.
Dosa telah menempatkan manusia di bawah penghakiman dan membutakan
manusia pada kesadaran akan penyataan Allah melalui semua ciptaan. Sebagai
akibatnya, Firman Allah berfungsi sebagai alat di mana melaluinya manusia
mengerti akan dirinya sendiri, dunia, dan Allah.
Segala tulisan yang diilhamkan Allah, memang bermanfaat untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan
Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. (2Tim 3:16, 17)
Wahyu Allah melalui Firman Tuhan diberikan kepada kita untuk
memimpin kita kepada pengetahuan yang benar.
Wahyu Allah melalui semua ciptaan dan Firman Tuhan tidak
menghapuskan kepastian perbedaan Pencipta dengan ciptaan. Sebagaimana yang kita
ketahui semua bentuk penyataan Allah kepada manusia justru menunjukkan
perbedaan atau pemisahan yang harus diakui oleh manusia.
B. Kebergantungan Manusia kepada Allah
Pemazmur menunjukkan kepada kita untuk mengingat kedudukan kita
sebagai manusia dengan perkataan ini:
Ketahuilah, bahwa
Tuhanlah Allah: Dialah vang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan
kawanan domba gembalaan-Nya. (Mzm 100:3)
Manusia tidak lebih kurang dalam kebergantungannya kepada Allah
dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Oleh karena keduanya adalah
ciptaan Allah yang perlu didukung oleh Allah. Manusia merupakan mahkota dari
aktivitas penciptaan Allah, tetapi ia tetap merupakan makhluk ciptaan dan akan
kembali kepada debu pada suatu waktu (Kej 2:7).
"Di dalam Dia kita hidup dan bergerak." (Kis 17:28).
Oleh karena itu apabila terpisah dari Allah kita bukanlah apa-apa. Segala
sesuatu yang dimiliki oleh manusia merupakan pemberian dari Allah. Sebagaimana
halnya dengan ciptaan yang lain, apabila Allah lepas tangan daripada kita maka
kita akan berhenti dari keberadaan kita. Kita berada semata-mata hanya oleh
karena kehendak Allah.
Kebergantungan secara mutlak dari manusia kepada Allah mempunyai
banyak implikasi, tetapi ada dua aspek dari kebutuhan kita akan Allah yang
khususnya penting untuk pekerjaan apologetika selanjutnya.
B. Kebergantungan Manusia kepada Allah
1. Kebergantungan Pengetahuan Manusia
Perbedaan antara Pencipta
dan ciptaan mempengaruhi pandangan kristiani akan kemampuan manusia untuk
mengetahui dirinya sendiri, dunia di sekelilingnya, dan Allah. Dalam pelajaran
berikut ini kita akan memperhatikan diri kita sendiri dalam hal pengetahuan
secara terinci, khususnya setelah dicemari oleh dosa. Tetapi sangat penting
untuk terlebih dahulu membicarakan pengetahuan manusia dalam hal yang lebih
khusus.
Seperti yang telah kita mengerti manusia secara mutlak bergantung
kepada Allah. Ini termasuk pengetahuannya. Pengertian Allah akan diri-Nya dan
ciptaan adalah berdiri sendiri tetapi pengetahuan manusia tidak berdiri
sendiri. Pemazmur menyatakannya sebagai berikut:
Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat
terang. (Mzm 36:10)
Terlepas dari terang Allah melalui penyataan-Nya dalam ciptaan dan
Firman Tuhan, kita tidak akan pernah mengerti tentang terang. Allah mengetahui
segala sesuatu, oleh karena itu kita harus bergantung kepada pengetahuan-Nya
untuk dapat mengetahui sesuatu. Setiap pengertian yang benar yang telah manusia
dapatkan baik secara sadar atau tidak sadar, semua itu didapatkan daripada
Allah. Hal ini berlaku bagi manusia pertama dan semua orang sampai sekarang.
Tuhan Yesus sendiri mengakui sebagai berikut:
"Kata Yesus kepadanya: Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup.". (Yoh 14:6)
Rasul Paulus menegaskan hal
ini dengan mengatakan:
sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan
pengetahuan. (Kol 2:3)
Segala sesuatu yang dapat
dinyatakan sebagai kebenaran, termasuk kebenaran yang tidak secara langsung
berkenaan dengan agama atau kerohanian bersumber daripada Allah. Dan manusia
hanya mengetahuinya apabila manusia datang kepada penyataan Allah akan diri-Nya
sebagai sumber dari kebenaran. Oleh karena Allahlah yang mengajarkan kepada
manusia akan segala pengetahuan ( Mzm 94:10).
Kita akan melihat kemudian bahwa kebergantungan manusia kepada
Allah dalam ruang lingkup pengetahuan tidaklah berarti bahwa manusia tidak
memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengasah pemikirannya. Dan juga tidak
berarti bahwa manusia diprogram oleh Allah seperti halnya dengan sebuah
komputer dalam proses pengumpulan data sehingga komputer mengetahui sesuatu.
Manusia memang mempunyai kemampuan untuk dapat berpikir namun pengetahuan yang
benar bergantung kepada pengetahuan Allah, dan berasal dari pengetahuan Allah
yang telah dinyatakan kepada manusia.
B. Kebergantungan Manusia kepada Allah
2. Kebergantungan Moralitas Manusia
Sebagaimana halnya manusia
harus bergantung kepada Allah untuk pengetahuan secara umum, demikian juga
halnya dengan petunjuk dalam bidang moralitas. Pada saat di mana nilai-nilai
dan tujuan-tujuan tradisi dipertanyakan, maka kita dipaksa untuk memikirkan
bagaimana manusia dapat membedakan antara benar dan salah, atau baik dan jahat.
Salah satu cara untuk dapat berhasil menemukan jawaban untuk
pertanyaan ini dan pertanyaan-pertanyaan semacamnya sekali lagi kita harus
berdasar pada pengakuan perbedaan Pencipta dengan ciptaan. Sebagai Pencipta,
Allah sejak semula adalah Pemberi hukum yang berdiri di atas hukum-Nya, dan
yang mengharapkan ketaatan dari makhluk ciptaan-Nya.
Pada saat Allah berkata, "Ini adalah baik," Dia
menyatakan diri-Nya sebagai satu-satunya Hakim yang benar yang dapat membedakan
antara yang baik dan yang jahat dan Dia tetap mengaplikasikan hak itu bagi
diri-Nya sendiri sampai sekarang. Kepada Adam dan Hawa Dia berkata, "dari
buah pohon tentang pengetahuan yang baik dan yang jahat jangan engkau memakan
buahnya" (Kej 2:17). Kepada Musa Ia menyatakan, "Aku adalah
Tuhan Allahmu … dan jangan ada allah lain di hadapan-Ku." (Kel 20:2, 3).
Mengenai Yesus, Allah mengatakan, "Ini adalah Anak yang Kukasihi dan
kepada-Nyalah Aku berkenan; dengarkanlah Dia" (Mat 17:5).
Tidak akan pernah ada sidang pengadilan untuk menghakimi Allah;
karena Dia adalah Hakim yang tertinggi. Oleh karena itu penyataan-Nya mengenai
moralitas berlaku bagi semua orang, dan apabila kita ingin mengetahui mengenai
hal yang baik dan yang jahat, kita harus mengingat akan kebergantungan kita
sebagai makhluk ciptaan kepada Allah.
Untuk sampai kepada cara alkitabiah dalam berapologetika merupakan
tugas yang sulit. Allah adalah Pencipta dan apabila kita sebagai makhluk
ciptaan-Nya ingin mengetahui yang benar dan dapat memilih yang benar kita harus
secara mutlak bergantung kepada penyataan-Nya.
0 komentar:
Post a Comment