“Kata Maria “Sesungguhnya aku ini
adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” lalu malaikat itu
meninggalkan dia. (Luk. 1:38).
Inti
penyembahan adalah berserah diri dimana kata berserah diri adalah sebuah kata
yang tidak popular yang tidak disukai karena konotasinya adalah tunduk. Kata
itu menyiratkan makna kalah dan percayalah tak ada seorang pun yang mau menjadi
“pecundang”. Bagi orang dunia kata menyerah adalah suatu kata yang amat
dijauhkan dari lingkup kehidupannya, apalagi dalam budaya persaingan zaman ini
dimana kita diajarkan untuk tidak pernah menyerah. Kita lebih senang dan
menyukai untuk berbicara tentang menang, berhasil, mengalahkan, menaklukan
ketimbang tentang mengalah, tunduk, dan menyerah. Tetapi menyerahkan diri
kepada Allah adalah inti dari penyembahan itu sendiri. Alkitab mengajarkan
kepada kita dimana Maria menyatakan ketaatan, kepatuhan, dan penyerahan diri
kepada Allah atas segala sesuatu yang Allah perintahkan.
Dalam
dialog sebelumnya pada kitab Lukas pasal 1, di ayat 28-37, dapat kita lihat
bagaimana Maria terkejut dengan pemberitaan yang disampaikan kepadanya. Suatu
kewajaran ekpresi seorang manusia dimana dalam hal ini apabila mendapatkan
suatu berita yang tidak masuk dalam akal pikirannya pasti akan mengalami hal
keterkejutan. Maria lebih menanggapi berita itu dengan respon yang benar dan
berdasarkan kebenaran Tuhan. Akal pikirannya menyatakan hal itu tidak masuk
akal namun berdasarkan iman ia memilih untuk membenarkan pernyataan itu. Iman
yang kuat dan percaya sepenuhnya adalah dasar dari kekuatan kebenaran
hidup. Namun pada kenyataan kehidupan
ini seringkali disaat kita menghadapi suatu masalah, kita menanggapinya dengan
bereaksi. Baik dengan berkeluh kesah, berdalih, dan banyak lagi reaksi-reaksi
negatif yang muncul dari dalam hati dan termunculkan dalam perilaku keseharian.
Kita belajar dari seorang Maria dimana, ia dengan sukarela dan hati yang penuh
keikhlasan menerima apa yang Tuhan inginkan dalam kehidupannya tanpa harus
berdalih apapun. Padahal apabila kita bayangkan kelak bagaimana dengan
kehidupan Maria ditengah-tengah masyarakat kelak? Tidakkah ia akan mendapatkan
hinaan, dikucilkan bahkan direjam? Dimana ia pasti akan dituduh telah berbuat
zinah. Kita dapat melihat bagimana kuatnya iman dalam hati Maria hingga ia
percaya sepenuh hati akan kekuatan Tuhan, walaupun kelak ia harus kehilangan
nyawanya. Namun dalam kenyataan hidup ini terkadang bahkan kebanyakan akal
pikiran mengalahkan keimanan kita.
Mempersembahkan
diri kepada Allah itulah yang dimaksud dengan penyembahan, tindakan berserah
diri ini disebut juga dengan berbagai hal: penyucian, menjadikan Yesus Tuhan,
memikul salib, mati bagi diri sendiri, berserah diri kepada Roh Kudus. Yang
penting, adalah kita mengerjakannya bukan hanya dalam beragam sebutan. Yang
Allah inginkan adalah seluruh kehidupan kita bukan sebagian namun secara total,
hidup dan mati kita serahkan kepada Allah. Akan tetapi dalam melaksanakan hidup
secara total berserah sepenuhnya kepada Allah, ada saja hambatan yang
menghalangi untuk kita melakukan hal tersebut, faktor penghalang utama dan
terbesar adalah diri kita sendiri dimana kita mempunyai perasaan : ketakutan,
keangkuhan, dan kebimbangan. Padahal Allah begitu sangat mengasihi akan diri
kita, namun kita seringkali ingin mengendalikan diri kita sendiri, dan kita
salah memahami makna berserah diri.
Menyerahkan
diri kepada Allah bukan berarti pasrah secara pasif, fatalisme, atau dalih
untuk bermalas-malasan. Berserah diri bukanlah menerima status quo, bahkan beserah
diri dapat berarti kebalikannya, mengorbankan kehidupan kita atau menderita
demi mengubah apa yang perlu diubah. Berserah diri pun bukan berarti kita
meninggalkan cara berpikir rasional, selaku manusia yang Tuhan berikan akal
pikiran maka Allah meminta kita untuk tetap memakai pikiran manusia. Namun yang
kita serahkan adalah hasil akhirnya seturut sekehendak Allah, apapun hasilnya
kita taati dan kita patuhi, itulah berserah diri. Berserah diri secara utuh dan
penuh dalam segi kehidupan kita hanya kepada Tuhan akan mendapatkan keberkatan
dari-Nya. Terkadang kita baru menyadari mengapa berkat-Nya tak kunjung datang
setelah kita dengan segala kerendahan hati melihat keadaan yang ada pada diri
kita. Kita introfeksi lebih dalam dan nampaklah bagaimana bagaimanan sombongnya
kita, ambisi yang semu, merperturut hawa nafsu dan kehendak sendiri, diri kita
sendirilah faktor yang menghalangi keberkatan Tuhan bukan oranglain. Perlu
diingat tangan Tuhan tidak kurang panjang, untuk selalu menolong kita, namun
mau kah kita mengikuti cara dan waktu-nya Tuhan?
Bertumbuhlah
menuju manusia rohani yang dewasa, jangan seterusnya menjadi bayi rohani yang
hanya di suap saja dan memakan makanan lembut. Kini saat nya serahkan semuanya
kepada Allah: penyesalan masa lalu kita, masalah-masalah, ambisi masa depan,
ketakutan, impian, kelemahan, kebiasaan, kepahitan, dan kecemasan kita.
Tempatkanlah Kristus di kursi pengemudi dari kehidupan kita dan lepaskan tangan
kita dari kemudi kehidupan kita, dengan pimpinan-Nya kita dapat menanggulangi
apapun.
0 komentar:
Post a Comment