Home » » KARAKTER MANUSIA YANG BERDOSA

KARAKTER MANUSIA YANG BERDOSA



Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. (1Kor 2:14)


Pada pelajaran yang terdahulu kita telah mendiskusikan karakter manusia sebelum kejatuhan ke dalam dosa namun pengertian kita akan manusia tidaklah lengkap apabila kita tidak mempelajari akibat-akibat dari kejatuhan atas diri manusia. "Pengetahuan tentang diri kita sendiri pertama adalah berdasarkan apa yang telah diberikan pada waktu penciptaan…, kedua kita perlu mengingat akan keadaan kita yang menyedihkan dan tidak menyenangkan setelah kejatuhan Adam."{1}

Karakter dari manusia telah berubah di bawah kutuk dosa. Manusia tidak lagi merupakan gambar Allah yang sempurna; manusia tidak lagi hidup dan berpikir sebagaimana halnya dengan Adam dan Hawa sebelum jatuh dalam dosa. Di dalam pelajaran berikut ini dengan lebih jelas akan kita lihat bagaimana dosa telah sangat mempengaruhi manusia, sebagai akibatnya manusia telah menyangkali kebergantungannya secara mutlak kepada Allah. Untuk dapat mengerti akan kondisi manusia yang seperti ini, pertama pelajaran ini akan mendiskusikan awal mula dari kejatuhan manusia dan kemudian tahap-tahap selanjutnya setelah kejatuhan itu.




A. Kejatuhan Umat Manusia

Allah telah membuat laki-laki dan perempuan menurut gambar-Nya dan telah menempatkan mereka di taman Eden. Pada waktu Adam dan Hawa menyadari akan keberadaan mereka sebagai makhluk ciptaan Allah, mereka dengan senang hati telah mendedikasikan diri mereka untuk melayani Allah. Waktupun berlalu dan kesetiaan manusia kepada Allah pun diuji. Allah telah menempatkan pohon pengetahuan baik dan jahat di tengah-tengah taman dan berkata:

      tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati. (Kej 2:17)

Dalam hal ini banyak hal yang perlu dipertaruhkan oleh manusia daripada hanya sekedar suatu penahanan diri untuk tidak makan buah tertentu. "Pada mulanya Adam telah menyangkali pohon pengetahuan baik dan jahat untuk menguji ketaatannya dan membuktikan bahwa ia dengan sukarela berada di bawah perintah Allah."{2} Allah telah berkata dan mewahyukan kehendak-Nya dalam hubungan dengan pohon yang terlarang itu. Adam dan Hawa ditempatkan pada posisi pengujian kesadaran mereka untuk mengakui atau menyangkali otoritas Allah dan kebergantungan mereka akan Dia.

Pasal ketiga dari kitab Kejadian berpusat pada kejatuhan manusia. Ular, yang dijelaskan dalam bagian lain dari Alkitab adalah si Iblis (lihat Kej 3:15; Rom 16:20), menghampiri Hawa dan mencobai dia untuk mengabaikan perintah Allah. Dengan memperhadapkan Hawa kepada pilihan yang paling penting dalam hidupnya, Iblis berkata:

      Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat. (Kej 3:4-5)

Perkataan Iblis jelas bertolak-belakang dengan wahyu Allah. Hawa diperhadapkan pada suatu pilihan: siapakah yang dapat dipercaya? Allah mengatakan "kamu akan mati" dan ular itu mengatakan, "kamu tidak akan mati." Perempuan itu harus percaya pada salah satu dari dua pernyataan yang berlawanan itu. Kemudian ular yang licik itu tidak puas hanya dengan mengatakan bahwa Allah membuat kesalahan. Dia bahkan menyarankan Hawa bahwa apabila ia memakan buah itu maka perbedaan akan Pencipta dengan ciptaan akan hilang. "Kamu akan menjadi seperti Allah," (Kej 3:5) Iblis mengatakan dengan penuh kesombongan.

Hawa telah tertipu oleh tipuan dari ular yang licik. Kita dapat mengatakan bahwa tindakan Hawa ini merupakan tindakan yang sangat bodoh, tetapi rupanya pencobaan untuk menjadi seperti Allah terlalu besar untuk dihindari. Setelah semua penghormatan Hawa kepada Penciptanya digoncangkan, Hawa memutuskan bahwa dia tidak perlu lagi untuk bergantung kepada Allah untuk mengetahui pengetahuan yang benar demikian juga untuk petunjuk yang berkenaan dengan moralitas.

Ular telah mempertanyakan akan keabsahan dan kemampuan Allah dalam hal-hal ini dan Hawa telah termakan oleh saran-sarannya. Sebelumnya, Hawa telah menerima wahyu Allah dengan pengakuan akan kebergantungannya secara mutlak kepada Allah namun sekarang dia telah memutuskan bahwa kebergantungan kepada Allah merupakan suatu pilihan. Pembacaan yang teliti dari Kej 3:6 memperlihatkan inti dari kesalahan Hawa.

      Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.

Hawa tidak secara langsung menolak Firman Allah dan juga tidak secara langsung menerima perkataan dari si ular. Melainkan dia mengamati pohon itu sendiri dan kemudian memutuskan karakter dari pohon itu berdasarkan pengertiannya sendiri. Dia berkata kepada dirinya sendiri, "Mengapa mendengarkan kepada orang lain? Saya akan membuat hukum bagi diri saya sendiri; Saya akan memutuskan sendiri!" Dengan melakukan ini, maka Hawa menolak perbedaan antara Pencipta dan ciptaan. Dia menyamaratakan wahyu dari Allah yang berdiri sendiri dengan perkataan si ular dan menempatkan dirinya di atas mereka berdua sebagai hakim.

Hawa lalu memberikan buah itu kepada Adam. Adam memakannya dan umat manusia jatuh di bawah kuasa dosa. Ini kemudian merupakan inti dari dosa; manusia memberontak melawan kebergantungannya kepada Allah dalam segala sesuatu dan manusia berasumsi bahwa dia mampu untuk berdiri sendiri tanpa Allah.

Sangat penting untuk diingat bahwa perbedaan Pencipta dan ciptaan tetap berlangsung meskipun manusia memilih untuk mengakuinya atau tidak. Adam dan Hawa tidak menjadi lebih kurang dalam kebergantungan mereka kepada Allah setelah kejatuhannya, dibandingkan dengan keberadaan mereka sebelum jatuh dalam dosa. Mereka hanya menolak untuk mengakui kebergantungan mereka. Seorang anak balita dapat menipu dirinya sendiri untuk berpikir bahwa dia tidak memerlukan orang tuanya tetapi penyangkalannya ini tidak membedakan dia dengan seorang anak yang bergantung kepada orang tuanya.

Sama juga halnya dengan Adam dan Hawa yang berpikir mereka berdiri sendiri terlepas dari Allah, tetapi kenyataannya mereka tetap membutuhkan Allah dalam segala sesuatu, bahkan untuk kemampuan menolak Allah. Persyaratan Allah bagi Adam dan Hawa adalah supaya mereka mengakui kebergantungan mereka dan hidup sesuai dengan kebenaran ini. Mereka telah gagal untuk memenuhi tuntutan Allah dan jatuh ke dalam dosa. Mereka berpikir dirinya cukup bijak, mereka telah menjadi bodoh, sebab Firman Allah ternyata benar; dan mereka mati.

B. Akibat Kejatuhan Manusia dalam Dosa

Kejatuhan manusia ke dalam dosa di taman Eden bukan merupakan kejadian masa lalu yang terpisah dari masa kini dalam arti hanya mempunyai akibat yang sedikit bagi manusia yang hidup pada masa kini; peristiwa kejatuhan telah membuat semua manusia berada di bawah keterikatan dosa.

      Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa. (Rm 5:12)

Sejak kelahiran semua manusia telah dicemarkan oleh dosa (lihat Mzm 51:5; Ef 2:3). Sebagaimana Adam dan Hawa yang telah menolak perbedaan antara Pencipta dengan ciptaan, semua manusia pun telah menyangkal wahyu Allah baik melalui semua ciptaan maupun melalui wahyu khusus (Firman Tuhan).

Paulus menjelaskan mengenai penolakan manusia akan wahyu melalui penciptaan dalam Rm 1:18-32. Di mana Paulus mengatakan bahwa meskipun ciptaan dengan jelas menyatakan karakter Allah dan kehendak-Nya, namun manusia yang tidak percaya telah menindas "kebenaran dengan kelaliman" (ay. 18). Mereka menolak untuk mengakui Allah yang telah mewahyukan diri-Nya melalui ciptaan, sebab "pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap" (ay. 21). "Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh" (ay. 22) sebab mereka memilih untuk menyembah "makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin" (ay. 25). Oleh karena "mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, …" (ay. 28). Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa menolak untuk mengakui penyataan Allah dalam semua aspek ciptaan.

Orang-orang tidak percaya juga tidak memberikan tempat yang sewajarnya pada wahyu khusus Allah. Tuhan Yesus menggambarkan bagaimana Israel menolak kebergantungannya pada wahyu khusus Allah dalam perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur (lihat Mat 21:33-44). Penggarap-penggarap kebun anggur memperoleh mata pencaharian mereka dari kemurahan hati yang mempunyai tanah tetapi mereka menolak untuk menghormati dia. Sebagai akibatnya si pemilik tanah mengutus utusan-utusan khusus kepada si petani. Bahkan, Ia telah mengutus Anak-Nya. Namun si petani membenci mereka dan membunuh mereka semua. Sama halnya dengan semua manusia yang seharusnya tunduk kepada wahyu khusus Allah melalui Firman Tuhan, sebaliknya mereka telah menolaknya. Dosa telah mencengkeram manusia sedemikian rupa sehingga manusia tidak mampu lagi untuk menundukkan dirinya kepada Firman Allah.

      Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (Rm 8:7)

Oleh karena itu manusia dalam keberadaannya sebagai manusia yang berdosa tidak mampu lagi untuk memahami wahyu Allah.

      ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. (1Kor 2:14)

Manusia tidak menundukkan diri mereka kepada Wahyu Allah. Manusia telah mengikuti teladan dari Adam dan Hawa yang mengira bahwa segala sesuatu harus diukur oleh "garis pengukur dari kebodohan kedagingan mereka"{3}.

Kegagalan manusia untuk mengakui wahyu Allah dalam alam semesta dan untuk menerima Firman Tuhan sebagai alat untuk mengenal Allah dan mengetahui kehendak-Nya telah membuat manusia dalam posisi yang sulit. Yeremia menyerukan pada jamannya sebagai berikut:

      Sesungguhnya, mereka telah menolak Firman Tuhan, maka kebijaksanaan apakah yang masih ada pada mereka? (Yer 8:9)

Apa yang dapat kita lihat apabila mata kita tertutup? Apa yang dapat memuaskan kedahagaan kita apabila sumur kita kering? Tidak ada! Sama halnya dengan hikmat dan pengetahuan. Allah sendiri "mengajar manusia akan pengetahuan" (Mzm 97:4) melalui Wahyu-Nya. Apabila kita menolak Firman-Nya, itu berarti kita menolak semua kebenaran dan secara prinsipil kita tidak mengetahui apa-apa selain ketidakbenaran.

      Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. (Ams 1:7)

Mereka yang percaya akan hati nuraninya sendiri (Ams 28:26) dan tidak mempunyai kerinduan untuk pengertian yang benar (Ams 18:2) adalah bodoh. Dia membenci pengetahuan (Ams 1:29) dan perkataan yang berpengetahuan tidak akan dapat ditemukan pada bibirnya (Ams 10:18; 14:7; 19:1). Oleh karena penolakan mereka akan wahyu Allah, maka manusia:

      hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. (Ef 4:17-18)

Atas dasar ini dikatakan bahwa:

      Tuhan mengetahui rancangan-rancangan orang berhikmat; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka. (1Kor 3:20)

Selama manusia terus menerus berpaling daripada Wahyu Allah akan diri-Nya sendiri dan kehendak-Nya, manusia tidak akan mampu untuk tiba pada pengetahuan yang benar akan diri mereka sendiri, dunia, dan Allah.

C. Ketidakkonsistenan dan Permukaan Kebenaran

Akibat dari dosa dalam kehidupan orang-orang yang tidak percaya sangat jelas dapat terlihat dari penolakan akan kebenaran yang diwahyukan melalui Firman Tuhan atau secara sembarangan menyalahtafsirkan dunia di sekelilingnya. Namun tidak semua pemikiran dan pernyataan dari orang-orang tidak percaya dapat diartikan demikian. Bagaimana orang-orang tidak percaya dapat berpikir dan mengekspresikan ide-ide yang benar? Orang-orang percaya dan orang-orang tidak percaya kedua-duanya menyatakan bahwa dua tambah dua adalah empat. Sangat sedikit, apabila ada, orang yang menyangkali bahwa ada kata-kata yang tercetak pada halaman ini. Bahkan ada beberapa peristiwa di Alkitab yang menyatakan bahwa orang-orang yang telah jatuh ke dalam dosa dapat memiliki kebenaran (lihat Mat 23:1 dan seterusnya: Kis 17:28). Bagaimana kita dapat mengerti hal-hal ini dalam hubungan dengan penolakan manusia yang berdosa akan Allah sebagai sumber kebenaran?

Pemecahan masalah ini terletak pada pengamatan lebih dekat pada kondisi manusia yang telah jatuh dan dua aspek dari pengetahuannya.
Pertama, meskipun orang-orang tidak percaya menolak wahyu Allah mengenai diri-Nya, mereka tidak dapat secara terus menerus konsisten dalam penolakan ini. Dasar dari ketidakkonsistenan dalam taraf tertentu dari orang-orang yang telah jatuh ke dalam dosa ini adalah karena manusia berdosa tetap merupakan gambar Allah dan tetap memiliki banyak kemampuan-kemampuan yang ada sejak pada mulanya. (lihat Kej 9:6; Yak 3:9). Manusia tetap dapat berpikir dan mengembangkan pemikirannya dan berargumentasi; dia tetap dapat mengerti mengenai dunia. Oleh karena anugerah umum Allah telah menahan akibat dosa dan pencemaran, sehingga orang-orang non Kristen tetap dapat berpikir dan bertindak/bereaksi sesuai dengan peninggalan akibat-akibat dari keberadaan mereka sebagai gambar Allah tanpa mengakui Allah sebagai Pencipta mereka.

   Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. (Rm 2:14, 15)

Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa memulai dengan pendapatnya akan ketidakbergantungan dirinya pada Allah dan kemampuan untuk mengetahui kebenaran terpisah dari Allah. Apabila ia mengembangkan asumsi ini secara terus menerus dengan konsisten, maka dia tidak akan menemukan pengetahuan yang benar sebab kebergantungan kepada Allah adalah jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebenaran. Namun orang-orang tidak percaya tidak berhasil dan telah gagal untuk konsisten dan sering kali berbalik pada sisa pengetahuannya akan Allah dan dunia. Oleh karena itu mereka sering kali berpikir dan berkata hal-hal yang dalam pengertian tertentu dapat kita katakan sebagai kebenaran.

Sejalan dengan ketidaksinambungan usaha orang-orang tidak percaya untuk menahan dan menyangkali wahyu Allah, maka kita dapat mengerti kemampuan mereka untuk mengetahui kebenaran pada saat kita melihat karakter dari pemahaman mereka akan kebenaran. "Kapasitas dari manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk mengerti … merupakan sesuatu yang tidak stabil dan transisi dalam pandangan Allah …"{4} Orang-orang tidak percaya mampu untuk mengetahui kebenaran hanya oleh karena ketidaksinambungan mereka dalam prinsip-prinsip berpikir mereka yang berdosa dan hal ini menyebabkan pengetahuan mereka hanya secara permukaan terlihat benar.

Berikut ini adalah analogi yang akan menolong kita untuk lebih mengerti. Perkataan Tuhan Yesus kepada orang Farisi yang sering kali ditujukan kepada perbedaan antara perilaku mereka secara luar dengan motivasi mereka dari dalam hati. Nilai dari tugas rohani yang sangat besar telah dicemari oleh motivasi mereka yang merasa diri paling benar dan sombong. Amsal mengatakan bahwa:

   Korban orang fasik adalah kekejian bagi Tuhan. tetapi doa orang jujur dikenan-Nya. (Ams 15:8)

Orang-orang Farisi memiliki kerohanian yang hanya terlihat dari luar saja namun kesucian mereka atau kerohanian mereka telah dicemari oleh apa yang ada di belakang tindakan yang terlihat dari luar.

Perbedaan yang serupa itu dapat kita terapkan dalam area pengetahuan secara umum. Kita tidak boleh pernah merasa puas dengan penampilan yang kelihatannya merupakan pernyataan yang benar dari manusia yang berdosa. Kita harus berhati-hati akan apa yang terletak di balik ide-ide yang dipertunjukkan. Misalnya, Saksi Yehova dengan jujur dapat mengatakan, "Yesus adalah Tuhan." Kita semua akan setuju dengan pernyataan ini sebagai hal yang benar secara permukaan. Namun, Saksi Yehova menolak ke-Tuhanan dari Kristus dan berpendapat bahwa ke-Tuhanan dari Kristus merupakan keberadaan-Nya sebagai malaikat yang khusus. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan dan menyatakan bahwa pernyataan mereka tidak benar.

Alasan kita dapat menyetujui dan pada saat yang sama menyangkali suatu pernyataan disebabkan oleh perbedaan antara permukaan pernyataan dengan apa yang ada di balik pernyataan itu. Pemisahan ini dapat dinyatakan dalam pengertian apa yang dikatakan oleh seseorang dibedakan dengan apa yang dimaksudkan oleh seseorang dengan apa yang dikatakannya, atau pernyataan akan sesuatu sebagai suatu fakta dibedakan dengan fakta yang sebenarnya.

Salah satu cara untuk menyelidiki suatu pernyataan adalah dengan cara selalu menanyakan apa yang dimaksudkan dengan apa yang dikatakan atau apa yang dipikirkan. Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa dapat mengatakan bahwa dunia ini bulat namun apa yang dimaksudkan "dunia" oleh mereka? Apakah merupakan hasil ciptaan Allah yang dinyatakan oleh Firman Tuhan atau sebagai hasil dari proses evolusi yang berlangsung sangat lama? Mereka dapat mengatakan bahwa kejujuran adalah baik dan pembunuhan adalah jahat. Namun apa yang mereka maksudkan dengan "baik dan jahat?" Apakah baik dan jahat yang didefinisikan oleh hukum Allah atau hukum-hukum yang lain? Sama halnya dengan pohon yang indah yang baru saja di tanam di tanah yang beracun, demikian juga dengan orang tidak percaya yang tidak stabil dalam penyangkalan akan kebenaran dan kembali kepada wahyu Allah yang tidak dapat disangkali. Tanah kemandirian mereka yang terpisah dari Allah dapat terlihat benar dari permukaan. Kadang-kadang kita harus melihat jauh ke dalam sebelum kita dapat menemukan pengertian yang salah.

Akar dari setiap ide dan pernyataan yang dikemukakan oleh orang tidak percaya adalah berdasarkan asumsi bahwa "Saya tidak bergantung kepada Allah dan mengetahui hal ini dari diri saya sendiri terpisah dari Allah dan pertimbangan kehendak-Nya".

Untuk menyimpulkan pandangan yang tepat dari pernyataan yang benar yang dibuat oleh orang tidak percaya, dapat dikatakan bahwa mereka benar dan juga salah. Orang-orang tidak percaya mungkin dapat berpikir dan berbicara tentang kebenaran dalam pengertian bahwa pemikiran mereka kadang-kadang sebenarnya berasal dari wahyu Allah yang tidak dapat dihindari dan dihasilkan dari anugerah umum Allah melalui kualitas manusia sebagai gambar Allah yang tidak dapat disangkali. Lebih daripada itu, mereka benar dalam pengertian bahwa wahyu Allah memang sebenarnya mengiyakan pernyataan mereka dari permukaan. Diharapkan melalui kebenaran yang mereka dapatkan secara permukaan, kebenaran permukaan ini dapat memimpin mereka kepada pengakuan akan Allah dan ketaatan kepada Dia.

Bersamaan dengan pernyataan bahwa orang tidak percaya itu benar, kita dapat juga mengatakan pernyataan-pernyataan orang-orang tidak percaya adalah tidak benar. Oleh karena pernyataan-pernyataan itu bukan merupakan hasil dari kerelaan untuk taat kepada wahyu Allah melainkan sebagai hasil dari penyangkalan akan fakta perbedaan Pencipta dengan ciptaan.

Pernyataan-pernyataan orang tidak percaya itu dinyatakan tidak benar oleh karena struktur pemikiran mereka, memimpin mereka kepada pengertian yang salah, dan membawa mereka jauh dari penyembahan kepada Allah. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa komitmen kepada kemandirian manusia menyalahkan semua pernyataan orang tidak percaya.

Pengertian akan kondisi manusia setelah kejatuhannya ke dalam dosa dan keberadaan orang-orang yang tetap dalam ketidakpercayaan merupakan hal yang sangat penting bagi pembelaan kekristenan. Kesadaran akan ketidakadaan harapan dan keterbatasan pemikiran orang-orang tidak percaya menyediakan petunjuk dan memberikan keyakinan kepada orang-orang percaya dalam mempertahankan imannya.

0 komentar:

Post a Comment

Blog Rankings

Arts Blogs - Blog Rankings