Home » » MUJIZAT

MUJIZAT



Apakah mujizat itu? Menurut kamus Gering ; (sesuatu hal  yang ajaib). Sesuatu pekerjaan atau perbuatan yang ajaib dan mengandung kuasa yang tidak dapat dikerjakan menurut hukum alam, dan dalam hal ini sebagai memperlihatkan Daya Perantara daripada Allah! Mujizat diadakan dengan maksud untuk memperlihatkan Kekuasaan Allah, untuk menetapkan Keilahian Kristus, dan untuk menempelak ketidakpercayaan dan sifat sombong orang. Lebih dari 70 macam mujizat tersebut dalam Perjanjian Lama, dan hampir begitu juga tersurat dalam Perjanjian Baru. Sebagai contoh bacalah misalnya,  Bil 22:28; 1Raj 17:6; Mat 9:18; 14:25.
MUJIZAT
      Alkitab menggunakan beberapa kata Ibrani, Aram dan Yunani untuk mengartikan pekerjaan Allah yang hidup dalam alam dan sejarah. Semuanya diterjemahkan ‘tanda’ atau ‘mujizat’ (TANDA). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pekerjaan Allah itu adalah:i
1. Ganjil, ajaib; diungkapkan dengan mengasalkannya dari kata Ibrani berakar pl’, ‘berbeda’, khususnya partisipium nifla’ot (ump Kel 15:11; Yos 3:5); berasalkan kata Aram temah (Dan 4:2-3; 6:26), dan berasalkan kata Yunani teras (ump Kis 4:30; Rom 15:19).
2. Berkuasa, berkekuatan; diungkapkan dengan kata Ibrani gevura (Mzm 106:2; 145:4) dan kata Yunani dunamis (ump Mat 11:20*; 1Kor 12:10*; Gal 3:5).
3. Penuh arti, bermakna; diungkapkan dengan kata Ibrani ‘ot (ump Bil 14:11; Neh 9:10), dengan kata Aram ‘at (Dan 4:2-3; 6:26), dan dengan kata Yunani semeion (ump Yoh 2:11; 3:2; Kis 8:6).
Mujizat dan hukum alam
Hal yang paling membingungkan mengenai mujizat timbul karena kegagalan melihat, bahwa Alkitab tidak gamblang membedakan pemeliharaan Allah yang tetap dan berdaulat dari tindakan-tindakan-Nya yang khas istimewa. Kepercayaan kepada mujizat dikaitkan dengan pandangan dunia, yang memandang seluruh ciptaan tergantung pada Allah yang terus-menerus bekerja dan menopang ciptaan-Nya, dan tunduk kepada kehendak-Nya yang berdaulat (bnd Kol 1:16-17). Ketiga segi karya Allah yaitu ajaib, berkuasa, bermakna  —  terdapat bukan hanya dalam tindakan-Nya yang khusus, tapi juga dalam seluruh tatanan alam ciptaan-Nya (Rom 1:20). Tatkala pemazmur menyanyikan perbuatan-perbuatan Allah yang begitu hebat, ia bergerak dari penciptaan alam ke pelepasan dari Mesir (Mzm 135:6-12). Dalam Ayub 5:9-10; 9:9-10 kata nifla’ot menunjuk kepada apa yg sekarang ini disebut ‘peristiwa-peristiwa alam’ (bnd Yes 8:18: Yeh 12:6).


a. Mujizat-mujizat palsu
Yesus menolak tegas untuk memberi tanda dari sorga, membuat mujizat yang tak berguna dan menggemparkan, melulu untuk menjamin ajaran-Nya (TANDA). Bagaimanapun juga kemampuan membuat mujizat tak dapat memberikan jaminan demikian. Ada cerita baik dalam Alkitab maupun di luar Alkitab tentang perbuatan mujizat oleh orang-orang yang menentang tujuan-tujuan Allah (bnd Ul 13:2-3; Mat 7:22; 24:24; 2Tes 2:9; Wahy 13:13; Why 16:14; 19:20). Menolak membuat mujizat demi mujizat itu sendiri gamblang membedakan cerita-cerita mujizat dalam Alkitab dari cerita umum tentang tanda-tanda ajaib.
Mujizat palsu dapat dibedakan dari mujizat yg benar melalui fakta, bahwa mujizat yang benar sama dan selaras dengan pengetahuan yang dimiliki oleh orang percaya tentang Allah, sekaligus memperluas dan memperdalam pengetahuan itu. Maka Israel harus menolak setiap pembuat mujizat yang menyangkal Yahweh(Ul 13:2-3).
b. Mujizat dan iman
Membuat mujizat dimaksudkan untuk memperdalam pengertian orang tentang Allah. Mujizat adalah media Allah untuk berbicara secara dramatis kepada orang-orang yang mempunyai telinga untuk mendengar. Peristiwa mujizat berkaitan langsung dengan iman para pengamat atau orang-orang yang terlibat langsung (bnd Kel 14:31; 1Raj 18:39) dan dengan iman orang-orang yang akan mendengar atau membacanya kemudian (Yoh 20:30-31). Yesus mencari iman sebagai tanggapan atas kehadiran-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menyelamatkan; imanlah yang ‘membuat utuh’, dan yang membuat perbedaan antara pengungkapan yang murni ciptaan dan komunikasi yang menyelamatkan dari penyataan-Nya akan Allah.
Penting dicatat, bahwa iman pada pihak manusia yang terlibat bukanlah syarat mutlak untuk membuat mujizat, dalam arti, bahwa Allah tidak bisa sendiri melakukan mujizat tanpa iman di pihak manusia.  Mrk 6:5 sering dikutip untuk menopang pandangan yang salah itu, tapi Yesus tidak melakukan perbuatan perkasa di Nazaret, bukanlah karena ketidakpercayaan orang-orang itu membatasi kekuasaanNya  —  Markus melaporkan bahwa Dia menyembuhkan beberapa orang sakit di sana  —  tapi adalah karena Dia tidak dapat meneruskan penginjilan-Nya atau memasyhurkan Injil-Nya dalam tindak perbuatan, di mana orang tidak bersedia menerima kabar baik-Nya dan menerima diriNya sendiri. Melakukan mujizat untuk orang banyak atau orang-orang yang tak percaya tidak selaras dengan tugas pekerjaanNya: dalam arti inilah Dia tak dapat membuat mujizat di Nazaret.
c. Mujizat-mujizat dan Firman Allah
Juga penting diperhatikan  —  bahkan dalam beberapa hal adalah yg terpenting  —  bahwa mujizat sekalipun ihwalnya dapat dihisabkan kedalam bentuk biasa peristiwa alami (ump beberapa tulah di Mesir), kejadian itu sendiri diberitahukan Allah melalui hamba-Nya (bnd Yos 3:7-13;  1Raj 13:1-5) atau terjadi sesudah diperintahkan atau didoakan oleh hamba-Nya (bnd Kel 4:17; Bil 20:8; 1Raj 18:37-38); kadang-kadang baik berita pendahuluan maupun perintah dicatat (bnd Kel 14). Segi ini menekankan sekali lagi adanya hubungan mujizat dengan penyataan, dan hubungan mujizat dengan Firman Allah yang menciptakan.
d. Masa-masa krisis dalam sejarah suci
Hubungan lain antara mujizat dan penyataan ialah bahwa mujizat-mujizat itu berkelompok sekitar masa-masa krisis dalam sejarah suci. Perbuatan Allah yang paling utama dan perkasa ialah melepaskan Israel di Laut Merah dan membangkitkan Yesus Kristus; yang pertama ialah puncak pertentangan dengan Firaun bersama allah-allah Mesir (Kel 12:12; Bil 33:4), yang kedua ialah puncak karya Allah membebaskan dalam Kristus dan perang melawan semua kuasa Iblis. Beberapa mujizat juga terjadi pada zaman Elia dan Elisa, tatkala seluruh Israel nampak akan terjerumus murtad (bnd 1Raj 19:14); waktu Yerusalem dikepung pada pemerintahan Hizkia (2Raj 20:11); selama Pembuangan (Dan); dan pada permulaan misi agama Kristen.
Mujizat-mujizat dalam PB
Pendapat bahwa mujizat-mujizat PB lebih dapat dipercaya dalam terang psikologi modern atau pengobatan psikosomatis, karena mengesampingkan peri mujizat-mujizat alam. Mujizat-mujizat PB  yang lebih dapat diterima itu seperti pesta kawin di Kana, angin ribut diredakan, kesembuhan serta merta orang-orang sakit dan yang cacat, dan pembangkitan orang mati. Tidak ada alasan a priori untuk menganggap bahwa Yesus tidak menggunakan sumber-sumber kekuatan jiwa dan roh manusia, seperti yang sekarang digunakan dalam psikoterapi; tapi peristiwa-peristiwa mujizat lainnya memperhadapkan kita pada bidang-bidang yg tak dikenal oleh psikoterapi dan juga kurang ditemui oleh ‘penyembuh-penyembuh rohani’.
Tapi, ada alasan untuk memandang mujizat Yesus Kristus dan juga mujizat yang dilakukan dalam nama-Nya berbeda dari mujizat-mujizat PL. Dahulu, Allah melakukan pekerjaan perkasa dalam kuasa-Nya yang transenden dan menyatakannya kepada hamba-hamba-Nya, atau kadang-kadang menggunakan hamba-hamba-Nya sebagai pelaku perbuatan-perbuatan ajaib demikian, tapi dalam Yesus, Allah sendiri yang berinkarnasi dan berhadapan muka dengan manusia, bebas bertindak dalam kekuasaan yang berdaulat di dunia yang adalah ‘milik-Nya sendiri’. Ketika rasul-rasul melakukan pekerjaan-pekerjaan serupa dalam nama-Nya, mereka bertindak dalam kuasa Tuhan yang sudah bangkit, dengan Siapa hubungan mereka erat sekali, sehingga Kis hanya melanjutkan cerita peristiwa mujizat yang sudah Yesus lakukan dan ajarkan waktu Dia masih bekerja di bumi (bnd Kis 1:1).
Menekankan kehadiran langsung dan tindakan Allah dalam Kristus, bukanlah menyangkal kesinambungan pekerjaan-Nya dengan tahap terdahulu dalam rangka ‘pengurusan-Nya’ atas dunia ini. Pada daftar perbuatan yg diberikan Tuhan Yesus menjawab pertanyaan-pertanyaan Yohanes Pembaptis (Mat 11:5), yang paling mengherankan ialah penyembuhan orang kusta dan pembangkitan orang mati, yang mempunyai peristiwa sejajar dalam PL, terutama yg dilakukanoleh Elisa. Yang paling menonjol ialah kaitan erat antara perbuatan dan ucapan Yesus. Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, dan pada saat itu juga Injil diberitakan kepada orang miskin, dan dengan demikian diberikan penglihatan rohani, pendengaran rohani dan kekuasaan rohani untuk berjalan dalam jalan yang dikehendaki Allah, kepada`orang-orang yang haus dan lapar secara rohani.
Sekali lagi, mujizat-mujizat penyembuhan jauh lebih banyak pada zaman PB daripada zaman PL. PL mencatat mujizat-mujizat itu satu demi satu tanpa memberi tanda bahwa ada lagi yang lain yang belum dicatat. Tapi Injil dan PB umumnya mengulang-ulangi bahwa mujizat-mujizat yang diterangkan hanyalah bagian kecil dari yang sudah pernah dikerjakan. Di sini contoh-contoh tersendiri dari penyataan kuasa Allah yang berdaulat, membuka jalan bagi serangan habis-habisan atas kekuasaan setan dan penyakit.
Pekerjaan-pekerjaan Yesus tegas dibedakan dari pekerjaan-pekerjaan orang lain oleh cara atau gaya kerja mereka. Dalam cara Yesus menangani orang sakit dan yang dirasuk setan tampil berperan kekuasaan yang dimiliki-Nya. Nabi-nabi melakukan perbuatan-perbuatan mereka dalam nama Allah atau sesudah berdoa kepada-Nya. Tapi Yesus membuang setan dan menyembuhkan penyakit dengan gagah dan kuasa yang sama seperti Ia mengucapkan pengampunan dosa kepada orang berdosa; memang, Ia dengan sadar menghubungkan kedua kekuasaan itu (Mrk 2:9-11). Tapi serentak dengan itu Yesus menekankan bahwa pekerjaan-Nya dilakukan dengan terus bergantung pada Bapak-Nya (ump Yoh 5:19*). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kaitan erat pekerjaan-pekerjaan Yesus dengan tugas penyelamatan-Nya, dalam jumlahnya dan caranya yang penuh kuasa, semuanya tegas menunjukkan ke-Mesias-an Yesus.
Di atas segala-galanya, kelahiran dari anak dara, kebangkitan dari antara orang mati dan kenaikan ke sorga menunjukkan kebaharuan perbuatan Allah dalam Yesus Kristus. Dia dilahirkan oleh perempuan keturunan Abraham dan Daud, tapi seorang dara; orang lain pernah dibangkitkan dari kematian, tapi kembali mati lagi; Dia ‘hidup untuk selama-lamanya’, naik dan duduk di sebelah kanan Allah yg mahakuasa. Terlebih lagi, sejauh berkaitan dengan mujizat, tidak ada mujizat lain dalam PB atas mana didasarkan seluruh susunan imam kecuali mujizat kebangkitan Yesus (bnd 1Kor 15:17). Peristiwa ini khas sebagai kemenangan yang menentukan atas dosa dan maut.
Mujizat-mujizat yang dilakukan oleh para rasul dan pemimpin-pemimpin gereja PB timbul dari kesatuan Kristus dengan umat-Nya. Mujizat-mujizat itu dilakukan dalam nama-Nya, sebagai lanjutan dari semua yang Yesus kerjakan dan ajarkan dalam kuasa Roh Kudus yang Dia utus dari Bapak. Ada kaitan erat mujizat-mujizat ini dengan pekerjaan rasul-rasul dalam memberi kesaksian tentang ini dan pekerjaan Tuhan mereka. Mujizat-mujizat itu adalah bagian dari pemasyhuran Kerajaan Allah, dan pada dirinya bukan tujuan.
LANGKAH-LANGKAH MENERIMA MUJIZAT
Tuhan senantiasa membukakan tangan-Nya untuk menolong hamba-hamba-Nya yang setia, Tuhan senantiasa menginginkan setaip orag yang tulus ikhlas berseru pada-Nya beroleh keberkatan. Bagi Tuhan tak ada yang mustahil, dan tak ada satupun yang tak sanggup Ia kerjakan. Bahkan Ia mampu bekerja melalui mujizat disaat kita berpikir sudah tidak ada jalan lagi. Jalan Tuhan terbentang mahaluas tak berbatas tak terselami kedalamannya. Dapatkah kita memastikan dengan mutlak ujung dari arah barat, timur, utara dan barat? Dapatkah kita menunjukkan batas akhir dari lautan kepunyaan Allah? Ataukah kita dapat menunjukkan ujung daripada langit ini?. Teknologi yang kini Tuhan berikan dengan kehebatan-Nya tetap saja dengan teknologi yang kita miliki tak dapat mengukur kemaha kuasaan Tuhan yang tiada bandingnya.
Mujizat senantiasa Tuhan lakukan setiap saat namun tidak semua orang dapat menerima mujizat tersebut. Untuk dapat menerima mujizat, kita harus melakukan ketetapan-ketetapan yang Tuhan mau. Jika kita ingin kuasa Tuhan mengalir dalam kehidupan, kita harus mempelajari apa yang Firman Tuhan katakan mengenai pergumulan yang sedang di hadapi. Seperti halnya apabila kita ingin  mendapatkan segala fasilitas yang ditawarkan suatu bank dimana kita membuka rekening, tentunya kita harus menyetujui dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak bank tersebut. Dan tentunya bukan pihak bank yang mengikuti kemauan kita, walaupun kita memiliki kekayaan yang banyak dan uang yang kita simpan besar, tetaplah kita harus mematuhi aturan dari pihak bank tersebut. Begitupula denagn Tuhan yang memiliki langit dan bumi dengan segala isinya mempunyai peraturan yang telah ditetapkan dan kita wajib mengikuti peraturan dan ketetapan tersebut apabila kita “menginginkan” mendapat fasilitas dari-Nya.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan mujizat telah dicontohkan dalam Alkitab, berikut ini beberapa langkah yang harus kita lakukan. Langkah-langkah ini adalah tindakan yang sama yang Yesus tempuh untuk melakukan mujizat, langkah-langkah yang sama pula yang para Rasul lakukan dan langkah-langkah yang harus kita lakukan untuk menerima mujizat. Apabila kita melakukan sesuatu tidak seturut rencana dan kehendak Tuhan, maka mujizat itu tidak akan terjadi, mengucaplah syukur selalu saat saudara akan meminta pada Tuhan. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menerima mujizat Tuhan, yaitu:
v   Pertama, otoritas Ilahi
v   Kedua, percaya sepenuh hati kepada Tuhan
v   Ketiga, ,mengucap syukur dalam segala hal
v   Keempat, bertahan waktu diproses Tuhan
v   Kelima, komitmen dan konsisten
v   Keenam, hidup berkenan kepada Tuhan
Otoritas Ilahi
Apakah otoritas itu? Otoritas menurut arti kata adalah suatu kekusaan yang sah yang berdaulat penuh dan mutlak. Istilah Yunani exousia berarti kuasa yang adil, sungguh, dan tak terhalangi bertindak, atau memiliki, mengontrol, memakai atau menguasai sesuatu atau seseorang. Kata dunamis berarti kekuatan fisik belaka, tapi exousia berarti kuasa yang bagaimanapun juga adalah sah. Exousia dapat menekankan keabsahan otoritas yg dipegang, atau realitas kekuasaan yang sah. Exousia kadang-kadang mengandung arti duniawi yg umum (mis 1Kor 7:37, mengenai penguasaan diri, dan Kis 5:4, mengenai pengaturan penghasilan seseorang),tapi artinya biasanya bersifat teologis.
Alkitab yakin bahwa satu-satunya otoritas dan kekuasaan yang sesungguhnya adalah milik Allah Pencipta. Otoritas yang dimiliki oleh manusia adalah pemberian Allah, dan kepada Dia, manusia harus mempertanggungjawabkan penggunaan otoritas itu. Karena semua otoritas pada akhirnya terpulang kepada Tuhan, maka dalam segala bidang kehidupan, tunduk kepada otoritas yang sah adalah kewajiban religius, bagian dari pelayanan terhadap Tuhan.
I. Otoritas Allah
Otoritas Allah adalah unsur dari sifat-Nya yang tak dapat berubah, universal dan kekal atas dunia ciptaan-Nya (lih Kel 15:18; Mzm 29:10; 93:1 ; Mzm 146:10; Dan 4:34 dll). Otoritas sebagai Raja Universal ini berbeda dari (walaupun asasi bagi) hubungan-Nya dengan Israel berdasarkan perjanjian, dengan mana Israel menjadi umat dan kerajaan-Nya (bnd Kel 19:6), dan mewarisi berkat-Nya. Otoritas-Nya yang agung atas manusia mencakup hak-Nya dan kuasa-Nya yg tak dapat berubah untuk mengatur manusia menurut kehendakNya (dapat dibandingkan degan exousia pembuat barang tembikar atas tanah liat, Rm 9:21; bnd Yer 18:6), ditambah dengan tuntutan-Nya yg tak dapat disangkal agarmanusia tunduk kepada-Nya dan hidup untuk kemuliaan-Nya. Di seluruh Alkitab, realitas kedaulatan Allah dibuktikan oleh fakta, bahwa semua yg mengabaikan atau mencemoohkan tuntutan-Nya mendapat hukuman. Titah Hakim ilahi adalah ‘kata terakhir’ dan dengan demikian otoritas-Nya sahih.
Pada zaman PL Allah memberlakukan otoritas-Nya dengan perantaraan para nabi, imam dan raja. Masing-masing mengumumkan amanat-Nya (Yer 1:7), mengajarkan hukum Taurat ( Ul 31:11; Mal 2:7), dan memerintah sesuai hukum tersebut (Ul 17:18). Mereka dihormati sebagai utusan Tuhan, yang telah mendapat kuasa dari Dia. Kitab Taurat yang tertulis diakui diberikan oleh Allah dan penuh otoritas, baik sebagai ajaran (tora) untuk mengajar orang Israel tentang kehendak Allah (bnd Mzm 119) maupun sebagai kitab undang-undang yg menjadi dasar pemerintahan dan pengadilan-Nya (bnd  2Raj 22; 23).
II. Otoritas Yesus Kristus
Otoritas Yesus juga merupakan unsur kerajaan. Itu bersifat pribadi maupun resmi, karena Yesus adalah Anak Allah dan Anak Manusia, Mesias. Sebagai Manusia dan Mesias, otoritas-Nya riil karena diserahkan kepada-Nya oleh Allah yg atas perintah-Nya la lakukan pekerjaan-Nya (Yesus menghargai perwira yang melihat hal ini, Mat 8:9). Sebagai Anak Allah otoritas-Nya riil karena Ia sendiri adalah Allah. Otoritas untuk menghakimi diberikan kepada-Nya, supaya Ia dihormati sebagai Anak Allah (sebab penghakiman adalah pekerjaan Allah), dan juga karena Ia Anak Manusia (sebab penghakiman adalah pekerjaan Mesias, Yoh 5:22-27). Pendeknya, otoritas Kristus adalah kekuasaan Mesias yg ilahi: manusia Allah, yang melakukan kehendak Bapak-Nya dalam kedudukan-Nya yang rangkap
(a) sebagai pelayan manusia, yang dalam diri-Nya padu jabatan nabi, imam dan raja, dan
(b) sebagai Anak Allah, turut menciptakan segala sesuatu dan berperan dalam seluruh pekerjaan Bapak (Yoh 5:19 dst).
Otoritas Yesus yang melampaui otoritas manusiawi diungkapkan dalam ajaran-Nya yang lain dari ajaran lain (Mat 7:28-29): dalam kuasa-Nya mengusir roh-roh jahat (Mrk 1:27); pada penguasaan-Nya atas angin ribut (Luk 8:24); pada penyataan-Nya mengampuni dosa (yang hanya dapat dilakukan oleh Allah, seperti diakui oleh orang yang berdiri dekat), dan bila ditantang, Ia membenarkan pernyataan-Nya (Mrk 2:5-12; Mat 9:8). Setelah kebangkitan Yesus berkata, ‘Kepada-Ku telah diberikan segala exousia di sorga dan di bumi’, yaitu kekuasaan Mesianis meliputi alam semesta. Kekuasaan itu akan Dia gunakan untuk membawa orang yg terpilih ke dalam kerajaan keselamatan-Nya (Mat 28:18-20; Yoh 17:2; bnd Yoh 12:31; Kis 5:31; 18:9-10). PB mengelu-elukan Yesus yang dimuliakan sebagai Tuhan dan Kristus (Kis 2:36), Penguasa ilahi atas segala-galanya, Raja dan Juruselamat umat-Nya. Inti Injil adalah perintah untuk menerima penaksiran ini tentang kuasa Yesus.
III. Otoritas rasuli
Otoritas rasuli adalah otoritas Kristus yang didelegasikan pada mereka. Para rasul adalah saksi, utusan atau wakil Kristus (Mat 10:40; Yoh 17:18; 20:21; Kis 1:8; 2Kor 5:20), yang oleh Dia diberi exousia untuk mendirikan, membangun, dan mengatur gereja-Nya (2Kor 10:8; 13:10; bnd Gal 2:7). Sesuai otoritas itu atas nama Kristus, sebagai juru bicara-Nya dan dengan kuasa-Nya para rasul memberi perintah dan menetapkan disiplin (1Kor 5:4; 2Tes 3:6). Mereka memilih para diaken (Kis 6:3,6) dan penatua (Kis 14:23). Mereka menyajikan ajaran mereka sebagai kebenaran Kristus, baik isi maupun bentuknya diberikan oleh Roh kepada mereka (1Kor 2:9-13; bnd 1Tes 2:13). Ajaran itu merupakan norma iman (2Tes 2:15; bnd Gal 1:8) dan kelakuan (2Tes 3:4,6,14). Mereka mengharapkan bahwa keputusan mereka yang khusus akan diterima sebagai ‘perintah Tuhan’ (1Kor 14:37).
Otoritas mereka tergantung pada pengangkatan mereka langsung oleh Kristus sendiri, sehingga sebenarnya tak boleh terdapat penggantinya; setiap angkatan Kristen harus memperlihatkan kesinambungannya dengan angkatan sebelumnya dan kesetiaannya kepada Kristus, dengan cara mengukur iman dan kehidupan menurut ajaran para utusan Kristus yang tercatat dalam PB untuk segala zaman. Melalui PB exousia rasuli atas gereja menjadi realitas yang kekal.
IV. Otoritas insani
Selain gereja, dua bidang lain disebut dalam Alkitab, di mana manusia boleh memakai kekuasaan ilahi yang didelegasikan padanya.
a. Pernikahan dan keluarga
Kaum lelaki mempunyai kuasa atas perempuan (1Kor 11:3; bnd 1Tim 2:12) dan para orangtua atas anak-anak (1Tim 3:4,12). Karena itu, para istri harus tunduk kepada suami (Ef 5:22; 1Pet 3:1-6), dan anak-anak kepada orangtuanya (Ef 6:1). Demikianlah peraturan Allah.
b. Pemerintah sipil
Para gubernur (Romawi) yang disebut exousiai, dilukiskan sebagai pelayan Allah untuk menghukum orang jahat dan menganjurkan warganya mematuhi hukum (Rm 13:1-6). Orang Kristen harus memandang pemerintah yang ada sebagai ditetapkan Allah (bnd Yoh 19:11), dan dengan setia menaati kuasanya (Rm 13:1; 1Pet2:13-14; Mat 22:17-21) sepanjang hal itu sesuai dengan ketaatan pada perintah Allah yang langsung (Kis 4:19; 5:29).

Penggunaan kuasa oleh Iblis dan pengikutnya kadang-kadang disebut exousia juga (mis  Luk 22:53; Kol 1:13). Ini menunjukkan bahwa walaupun kuasa itu dirampas dari Allah dan bermusuhan dengan Dia, maka Iblis memegang kuasa itu hanya karena izin Allah dan sebagai alat-Nya.
 Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya. (Ams 18:21)
Kita telah dimampukan Tuhan untuk memiliki kuasa yang dapat melakukan perkara-perkara ajaib, namun otoritas Ilahi ini dapat hilang atau menjadi pasif apabila kita setelah menrima otoritas Ilahi, kita tidak dapat menjaga kehidupan untuk tetap setia dan taat kepada Tuhan. Tuhan Yesus mendelegasikan otoritas-Nya kepada kita untuk menaklukan kuasa setan, sakit-penyakit atau pekerjaan setan lainnya. Tetapi otoritas ini tidak diberikan kepada setiap orang, Dia mendelegasikan otoritas-Nya kepada orang percaya yang taat dan setia dalam seluruh kehidupanya.
Otoritas Ilahi dapat bekerja dengan sempurna pada diri orang percaya diperlukan suatu “persekutuan” yang kontinu dengan Tuhan, keintiman yang tidak pernah terputus, suatu hubungan yang sangat mesra layaknya sepasang suami-istri. Tuhan Yesus menignginkan agar setiap orang percaya memiliki keintiman yang mesra dengan-Nya. Ingatlah bahwa musuh yang utama kita yaitu setan, mengetahui otoritas Ilahi yang ada pada Tuhan Yesus tetapi setan tidak mau tunduk kepada Tuhan Yesus. Dan setan sangat menghalangi agar setiap orang percaya memilki keintiman yang mesra dengan Tuhan Yesus dan dengan berbagai cara mereka akan menghalangi hubungan kita dengan Yesus.
Sebagai contoh bagi kita, mengapa pada gereja mul-mula, orang percaya mempunyai pengalaman yang luarbiasa dalam mengusir setan, menyembuhkan dalam nama Yesus. Dan itu sangat efektif sehingga banyak ditiru oleh orang-orang yang tidak percaya, namun apa yang tejadi? : 14  Mereka yang melakukan hal itu ialah tujuh orang anak dari seorang imam kepala Yahudi yang bernama Skewa. 15  Tetapi roh jahat itu menjawab: "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapakah kamu?" 16  Dan orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa mereka dan menggagahi mereka semua dan mengalahkannya, sehingga mereka lari dari rumah orang itu dengan telanjang dan luka-luka.” (Kis 19:14-16). Dalam hal ini setan tidak bodoh dan tahu bahwa orang yang memakai nama Yesus namun tidak percaya kepada-Nya tidak mempunyai otoritas dari Yesus. Dengan terjadinya hal seperti ini adalah suatu pelajaran bagi kita harus mengerti bahwa untuk menerima mujizat, kita harus memilki hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus Kristus. Mujizat itu senantiasa tersedia setiap saat bagi orang percaya yang setia dan taat serta memilki hubungan yang intim dengan Tuhan, seperti halnya Tuhan senantiasa memberikan “nafas” setiap detik untuk manusia hidup, seperti itulah mujizat itu disediakan bagi kita orang percaya namun dapatkah kita menangkap apa yang Dia kehendaki dan apa yang Dia inginkan agar kita perbuat?

Percaya Sepenuh Hati Kepada Tuhan

Dalam pengertian bahasa “percaya” berarti kita menyakaini pada sesuatu yang diteguhkan oleh keyakinan dalam hati. Dalam hal ini Alkitab mengatakan bahwa “percaya” adalah menyakini dengan penuh kebenaran akan keberadaan Tuhan dan mengimani akan ketuhanan Yesus Kristus.




IMAN, KEPERCAYAAN

I. Dalam PL

Walaupun kata ‘iman’ (Ibrani ‘emun) sering muncul dalam PB bahasa Indonesia, dalam PL hanya dua kali yakni  Ul 32:20 (TBI menerjemahkan ‘kesetiaan’) dan Hab 2:4 (TBI menerjemahkan ‘percayanya’). Tapi ini tidak berarti bahwa gagasan iman tidak penting, banyak istilah lain, misalnya Ibrani batakh, yang dalam TBI biasanya diterjemahkan ‘percaya’.

Kita dapat mulai dengan Mzm 26:1 dan ayat-ayat yang serupa, ‘Aku telah hidup dalam ketulusan; kepada Yahweh aku percaya dengan tidak ragu-ragu’. Sering orang berkata bahwa menurut PL orang diselamatkan berdasarkan pada perbuatannya, tapi ayat tadi menempatkan soal itu dalam letaknya yang sebenarnya. Memang pemazmur menyebut ‘ketulusan hatinya’, tapi hal ini tidak berarti bahwa ia percaya kepada dirinya atau perbuatan-perbuatannya. Yang dia percayai ialah Allah. Ketulusan hatinya adalah bukti kepercayaannya kepada Allah.

PL adalah Kitab yang besar, yang menyatakan kebenaran tentang keselamatan dengan berbagai cara. Para penulis tidak selalu membuat pembedaan yang mungkin kita inginkan bila membaca PB. Tapi jika teliti disimak maka akan nyata bahwa dalam PL seperti juga dalam PB, yang dituntut ialah sikap yang benar terhadap Allah, artinya iman atau kepercayaan. Bnd Mzm 37:3, ‘Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik …  dan bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak’. Di sini jelas bahwa pemazmur berusaha supaya hidupnya benar, dan jelas juga bahwa pada dasarnya ia mengajak orang supaya berharap kepada Allah, dan ini hanya cara lain mengajak orang hidup dari iman. Kadang-kadang orang didesak supaya mempercayai Firman Allah (Mzm 119:42), tapi yang lebih biasa dicari ialah supaya mereka percaya kepada Allah sendiri. ‘Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri’ (Ams 3:5).

Bagian akhir dari ayat ini tidak memberi tempat bagi percaya kepada kekuatan sendiri: ‘Siapa percaya kepada hatinya sendiri adalah orang bebal’ (Ams 28:26), dan pikiran ini sering muncul. Manusia tidak boleh mengandalkan kebenarannya sendiri (Yeh 33:13). Efraim dihajar karena ‘mengandalkan diri pada keretamu, pada banyaknya pahlawan-mu’. Mengandalkan berhala dicela keras (Yes 42:17*; Hab 2:18). Yeremia memperingatkan supaya jangan percaya kepada apa pun yg dari manusia, ‘Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya’menjauh dari Tuhan’ (Yer 17:5).

Daftar hal-hal yang tidak boleh diandalkan masih bisa ditambah, tapi daftar ayat-ayat  yang mendesak orang supaya mengandalkan Tuhan masih lebih, panjang dan mengesankan. Jelas bahwa masyarakat PL menganggap Tuhan satu-satunya yang  layak menjadi andalan. Mereka tidak mengandalkan sesuatu apa pun yang mereka lakukan, atau yg dilakukan oleh orang lain, atau yang dilakukan oleh ilah-ilah lain. Andalan atau yang diharapkan oleh mereka hanya Tuhan. Kadang-kadang hal ini diungkapkan dengan kiasan, ‘Dia-lah bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku; Allah-ku, gunung batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku; Allah-ku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku,tanduk keselamatanku, kota bentengku’ (Mzm 18:1-2). Memang iman dapat dipautkan dengan pasti pada Allah yang seperti itu.

Di sini Abraham harus disebut secara khusus. Seluruh hidupnya membuktikan, bahwa ia sungguh-sungguh percaya kepada Allah, dengan iman yang mendalam. Mengenai dia tertulis, ‘Percayalah ia kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran’ (Kej 15:6). Ayat ini diambil oleh penulis-penulis PB dan kebenaran dasar di dalamnya dikembangkan lebih lengkap.

II. Dalam PB

a. Pemakaian umum

Iman ialah sikap yang di dalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapat keselamatan, entah itu kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh ‘keselamatan’. Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?’ Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu, ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat’ (Kis 16:30). Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Iman ialah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh keselamatan.

Kata kerja pisteuo kerap kali diikuti oleh ‘bahwa’, yang menandakan bahwa obyek iman ialah realita-realita tertentu. Hal ini penting, seperti Yesus jelaskan kepada orang Yahudi, ‘Sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Aku-lah Dia, kamu akan mati dalam dosamu’ (Yoh 8:24). Tapi Yakobus menyatakan bahwa setan-setan pun percaya hanya ada satu Allah,namun ‘iman’ ini tidak menguntungkan mereka (Yak 2:19). Pisteuo bisa disusuli keadaan ketiga (dativum), jika maksudnya ialah mempercayai atau menerima sebagai hal yang benar apa yang dikatakan seseorang. Maka Yesus mengingatkan orang Yahudi bahwa ‘Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya’ (Mat 21:32). Di sini kata ‘percaya’ tidaklah mengandung arti ‘mengandalkan diri’ kepada Yohanes: orang Yahudi tidak percaya apa yang dikatakannya.

Hal itu bisa juga kena kepada Yesus, seperti dalam Yoh 8:45, ‘Kamu tidak percaya kepada-Ku’, atau ayat berikutnya, ‘Aku mengatakan kebenaran, mengapa kamu tidak percaya kepada-Ku?’ Tapi tidak boleh kita lupakan bahwa kepercayaan mempunyai isi kognitif. Karena itu susunan kalimat ini kadang-kadang mengacu kepada iman yang menyelamatkan seperti dalam Yoh 5:24, ‘Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yg kekal’. Orang yang sungguh percaya kepada Allah, tentu akan bertindak selaras dengan iman itu, Dengan perkataan lain, kepercayaan yang sungguh bahwa apa yang dinyatakan Allah memang benar, akan nampak dalam iman yang benar pula.

Susunan tata bahasa khas untuk iman yang menyelamatkan, ialah kata kerja pisteuo disusuli kata eis. Arti harfiahnya ialah percaya ‘ke dalam’. Maksudnya ialah iman yang mengeluarkan seseorang dari dirinya sendiri, dan menaruh dirinya di dalam Kristus (bnd ungkapan yang sering dipakai Paulus mengenai orang Kristen yaitu’di dalam Kristus’). Pengalaman ini dapat juga disebut ‘kesatuan dengan Kristus melalui iman’. Maksudnya bukan melulu iman dalam arti persetujuan intelektualis, tapi iman yang melaluinya orang percaya berpaut pada Juruselamat-nya dengan segenap hatinya. Orang percaya dalam pengertian ini tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam dia (Yoh 15:4). Iman tidak berarti menerima hal-hal tertentu sebagai benar, tapi menyerahkan diri (mengandalkan diri) kepada suatu diri, yaitu diri Kristus.

Kadang-kadang pisteuo disusuli epi, ‘di atas’. Iman mempunyai dasar yang kuat dan teguh. Susunan tata bahasa ini didapati dalam Kis 9:42. Di situ, sesudah tersiar kebangkitan Tabita, ‘banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan’ (epi ton kurion). Orang-orang sudah menyaksikan sendiri apa yg dapat dilakukan oleh Kristus, maka mereka mengalaskan iman mereka ‘di atas’ Dia. Kadang-kadang iman dialaskan kepada Allah Bapak, misalnya Rm 4:24, ‘Kita percaya kepada (epi) Dia yg telah membangkitkan Yesus Tuhan kita dari antara orang mati’.
Yang sangat khas PB ialah pemakaian mutlak kata kerja itu. Sewaktu Yesus berada di daerah Samaria, banyak orang ‘menjadi percaya’ karena perkataan-Nya (Yoh 4:41). Tidak perlu ada tambahan pada apa yang mereka percayai, atau kepada siapa mereka percaya. Iman begitu khas dalam Kekristenan sehingga orang Kristen dapat disebut pendek saja ‘orang percaya’. Pemakaian ini luas di seluruh PB dan tidak terbatas hanya pada seorang penulis saja. Kita dapat menyimpulkan bahwa iman merupakan dasar Kekristenan.

b. Pemakaian khusus

(i) Dalam Injil-injil Sinoptik iman sering dihubungkan dengan penyembuhan. Yesus berkata kepada perempuan yang menjamah jubah-Nya di tengah-tengah orang banyak, ‘Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau’ (Mat 9:20). Tapi iman dalam arti yang lebih luas dilukiskan juga dalam Injil-injil ini. Markus mencatat perkataan Yesus, ‘Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!’ (Mrk 9:23). Begitu juga Dia berkata bahwa seseorang akan melakukan pekerjaan besar, sekiranya mempunyai iman kendati hanya sebesar biji sesawi (Mat 17:20; Luk17:6). Jelas, Yesus menuntut iman tertuju kepada diri-Nya sendiri. Tuntutan khas Kristen bahwa orang harus beriman kepada Yesus gamblang didasarkan pada tuntutan-Nya sendiri.

(ii) Dalam Injil Yoh iman menduduki tempat sangat mencolok, hal terpenting ialah hubungan orang percaya dengan Kristus. Justru Yohanes berulang-ulangberbicara tentang percaya kepada-Nya atau percaya dalam nama Kristus (mis Yoh 3:18). Bagi orang zaman itu’nama’ mengungkapkan seluruh kedirian seseorang, keberadaan orang itu seutuhnya. Maka ‘percaya dalam nama Kristus’ berarti mutlak percaya kepada diri Yesus seutuhnya.  Yoh3:18 berkata, ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman’. Ajaran khas Yohanes ialah, bahwa ihwal kekekalan ditentukan kini dan di sini. Iman tidak melulu menjamin hidup yang kekal pada suatu masa depan yang tidak diterangkan, tapi juga memberi hidup yang kekal sekarang ini. ‘Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh (ekhei, waktu presens, jadi sekarang sudah) hidup yang kekal’ (Yoh 3:36; bnd Yoh 5:24 dll).

(iii) Dalam Kis, yang melaporkan upaya penginjilan yang maju pesat, ungkapan khas yang dipakai ialah (waktu) aoristus dari pisteuo, yang mengacu kepada tindakan keputusan. Lukas menceritakan beberapa peristiwa yang mendampakkan orang-orang menaruh kepercayaan kepada Kristus. Susunan pengalimatan yang lain ada juga, dan baik iman yang terus menerus maupun buahnya yang menetap disebut, tapi keputusan itulah yang paling khas.

(iv) Bagi Paulus, iman adalah sikap khas Kristen. Tidak seperti Yohanes, Paulus memakai kata benda pistis lebih dua kali lipat dari kata kerja pisteuo. Kata pistis dikaitkan dengan beberapagagasannya utama. Jadi dalam Rm 1:16 ia berkata bahwa Injil ‘adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya’. Bahwa agama Kristen lebih dari sekedar pola nasihat yang baik sangat berarti bagi Paulus. Injil tidak hanya mengatakan kepada manusia apa yang wajib mereka lakukan, tapi juga memberi kekuatan kepada mereka untuk melakukannya.Beberapa kali Paulus mempertentangkan kata-kata belaka dengan kekuatan, umumnya guna menekankan bahwa kekuatan Roh Kudus harus diperlihatkan dalam hidup orang Kristen. Dan kekuatan ini dapat berperan dalam hidup seseorang hanya jika ia percaya. Tidak ada yang bisa mengganti iman.

Banyak perselisihan Paulus berkisar pada silang nalar dengan pengikut Yudaisme. Kelompok ini mempertahankan bahwa tidak cukup bagi orang Kristen hanya dibaptis  —  mereka harus disunat, dan bila mereka diterima masuk agama Yahudi dengan jalan sunat itu, mereka harus menggenapi seluruh hukum Taurat Musa.Kelompok Yudais ini membuat ketaatan kepadaTaurat prasyarat yg harus dipenuhi sebelum memperoleh keselamatan, paling tidak dalam arti keselamatan secara utuh.

Paulus menentangnya. Ia menandaskan bahwa manusia tidak dapat berbuat apa pun juga untuk mendatangkan keselamatan dirinya. Segala sesuatu telah genap seutuhnya dilakukan oleh Kristus, justru tidak seorang pun dapat menambahkan apa-apa untuk menyempurnakan pekerjaan Kristus yang sudah tuntas itu. Demikianlah Paulus menekankan bahwa manusia dibenarkan oleh iman (Rm 5:1). Doktrin pembenaran oleh iman adalah pusat pemberitaan Paulus. Apakah dengan memakai istilah ini atau tidak, gagasan itu selalu dia kemukakan. Dengan penuh semangat ia menentang setiap pemikiran yang mengajarkan dan mengandalkan perbuatan baik. ‘Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan karena melakukan hukum Taurat, tapi hanya oleh iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan karena iman dalam Kristus dan bukan karena melakukan hukum Taurat’. Sebab ‘tidak ada seorang pun yang dibenarkan karena melakukan hukum Taurat’ (Gal 2:16). Jelas bagi Paulus iman berarti melepaskan segala kepercayaan yang mengandalkan kemampuan diri untuk mendapat keselamatan sebagai imbalan dari jasa atau amal bakti. Beroleh keselamatan hanyalah dengan percaya sepenuhnya menerima karunia Allah di dalam Kristus, mengandalkan Kristus dan hanya Dia, untuk memperoleh segenap arti keselamatan.

Ciri khas lain dalam teologi Paulus ialah peranan Roh Kudus yang begitu luas dan mencolok. Paulus berpendapat bahwa semua orang Kristen didiami oleh Roh Kudus (Rm 8:9,14) dan hal ini dia hubungkan juga dengan iman. Karena itu tentang Yesus, dia tulis kepada orang Efesus, ‘Di dalam Dia kamu juga  —  karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu  —  di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita … ’ (Ef 1:13). Meterai melambangkan hak pemilikan, suatu kiasan yang dimengerti pada suatu zaman, tatkala banyak orang buta aksara. Roh Kudus yang diam dalam diri orang percaya menandakan hak milik Allah, dan tanda ini dibubuhkan kepada seseorang hanya sesudah dia percaya. Di sini Paulus memakai suatu kata yang pada abad pertama berarti panjar, yang sekaligus adalah jaminan bahwa sisa harga akan dilunasi kemudian. Jadi, jika seseorang menjadi percaya, ia menerima Roh Kudus sebagai bagian dari kehidupan di ‘dunia yg akan datang’, juga jaminan bahwa sisanya pasti menyusul.

(v) Penulis Surat Ibrani melihat bahwa iman selalu merupakan ciri khas umat Allah. Dalam ps 11, yaitu gedung lukisannya yang indah, penulis mengenang orang-orang terhormat pada masa lampau, sambil menunjukkan bagaimana masing-masing mengemukakan tema luhurnya bahwa ‘tanpa iman, tak mungkin orang berkenan kepada Allah’ (Ibr 11:6). Penulis secara khusus tertarik pada pertentangan iman dengan penglihatan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala yang  tidak kita lihat (Ibr 11:1). Ia menekankan bahwa orang yang tidak mempunyai apa pun secara lahiriah yang bisa menopangnya dalam perjalanannya, toh tetap berpegang teguh kepada janji-janji Allah. Dengan perkataan lain,mereka hidup dan berjalan di dalam iman; bukan dalam penglihatan.

(vi) Yakobus mempertahankan ‘bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, bukan hanya karena imannya’ (Yak 2:24). Tapi ini hanyalah selisih verbalisasi saja. Jenis ‘iman’ yang ditentang oleh Yakobus bukanlah kepercayaan pribadi yang membara kepada Juruselamat yang hidup seperti dibicarakan oleh Paulus. Yang dibicarakan Yakobus ialah iman, yang diterangkan Yakobus sendiri, ‘Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan gemetar’ (Yak 2:19). Maksud Yakobus ialah ihwal akal budi menyetujui kebenaran-kebenaran tertentu, tapi tidak mendukung pendapat bahwa hidup selaras dengan kebenaran-kebenaran itu akan mendampakkan keselamatan (Yak 2:15). Betapa jauhnya Yakobus dari menentang iman dalam arti seutuhnya, sehingga di mana saja dia mempradalilkannya. Pada awal suratnya secara wajar ia berbicara tentang ‘ujian terhadap imanmu’ (Yak 1:3), dan dia menasihati pembacanya supaya ‘sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia itu, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka’ (Yak 2:1). Ia mengecam iman yang salah, tapi menganggap bahwa tiap orang akan mengakui perlunya iman yang benar.

Lagipula arti ‘perbuatan’ bagi Yakobus tidaklah sama dengan arti seperti dimaksudkan Paulus. Paulus memikirkan ketaatan kepada tuntutan perintah Taurat yang dipandang sebagai sistem, yang olehnya memerdekakan’ (Yak 2:12). Yang dia sebut ‘perbuatan’ adalah sama dengan ‘buah-buah Roh’ yang dibicarakan oleh Paulus. Perbuatan-perbuatan kasih timbul sebagai dampak dari sikap yang benar terhadap Allah. Perbuatan itu adalah buah iman. Yakobus keberatan terhadap pernyataan bahwa iman ada kendati tanpa buah yang membuktikannya.

Iman jelas merupakan salah satu konsepsi penting dalam seluruh PB. Di mana-mana iman dituntut dan keutamaannya ditekankan. Iman membuang segala kepercayaan pada sumber-sumber kekuatan sendiri. Iman berarti pasrah menyerahkan diri sendiri tanpa syarat kepada rahmat Allah. Iman berarti memegang teguh janji Allah di dalam Kristus dengan memautkan seluruh kepercayaan kepada karya Kristus yang genap seutuhnya demi keselamatan,dan kepada kekuasaan Roh Kudus demi kekuatan sehari-hari. Iman mencakup kepercayaan yang utuh dan ketaatan mutlak kepada Allah.

Mengucap syukur dalam segala hal

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1Tes. 5:18)
Senantiasa mengucap syukur pada pelbagai hal yang Tuhan perhadapkan dalam kehidupan kita adalah hal yang mutlak harus kita punyai, bukan saja pada saat menghadapi hal-hal yang menyenangkan hati maka kita bersyukur kepada-Nya namun lebih dari itu pada saat kita mengalami masa suram dalam hidup wajib bagi kita untuk selalu bersyukur kepada-Nya. Ingatlah senantiasa apabila kita percaya bahwa segala sesuatu kejadian yang di perhadapkan kepada kita dalam kehidupan tak lepas dari ketetapan yang telah digariskan bagi kita dalam proses kehidupan ini. “Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun daripadanya” (Mzm. 139:16) apabila kita menyakini akan firman Tuhan maka yakinilah bahwa hari-hari hidup kita semuanya telah dirancang dan direncanakan Tuhan dengan sangat teliti. Ingatlah bahwa kita ada bukan karena suatu kebetulan, kelahiran kita bukanlah suatu yang tidak diharapkan tetapi Allah begitu mengharapkan akan kita jauh sebelum kedua orangtua kita memikirkan akan kelahiran kita, Allah telah memikirkan akan kelahiran dan kehidupan kita bahkan kematian kita pun Ia telah tetapkan.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara ” (Rm. 8:28-29). Mari kita renungkan nas tersebut dimana nas ini banyak sekali dikutip untuk memberikan motivasi dalam mengarungi kehidupan, namun pada akhirnya banyak pertanyaan yang muncul ketika apa yang terjadi dalam kehidupan ternyata jauh dari dari harapan, bahkan penderitaan dan kesuraman muncul dalam kehidupan kita yang akhirnya menimbulkan pertanyaan keluhan; Mengapa Tuhan Engkau perbuat hal ini kepadaku?
 Harus kita akui bahwa kita hidup didunia yang sudah jatuh dalam dosa, dan hanya di surge sajalah segala sesuatu dikerjakan secara sempurna seperti yang Allah inginkan. Untuk itulah Allah mengajarkan kepada kita untuk selalu berdoa dengan mengakhirinya dengan kalimat-Nya “Jadilah kehendak-Mu dibumi seperti di surga” ini adalah tanda tangan mutlak yang harus dibubuhi setiap kali kita mengakhiri ucapan doa kita dan hasilnya tentu semua diserahkan kepada kehendak-Nya yang yakin mendatangkan kebaikan bagi kita dalam segala hal.
Pengharapan kita pada masa-masa sulit tidak didasarkan pada cara berpikir positif, cara berpikir khayal, atau optimisme alamiah. Pengharapan kita adalah suatu kepastian yang berlandaskan pada kebenaran-kebenaran bahwasanya Allah dalam hal ini memegang kendali penuh atas alam semesta dengan penuh kasih. Ia adalah perancang yang agung dibalik segala sesuatu yang Ia ciptakan. Kehidupan kita bukan suatu dari probalitas acak, nasib atau bahkan keberuntungan, kehidupan kita adalah suatu rencana induk yang telah Ia gariskan menurut hakekat tujuan-Nya. Allah berkuasa penuh dan Ia tidak sekalipun membuat kesalahan dalam rancangan-Nya, kita manusia senantiasa berbuat salah sepanjang hidup kita namun akankah Allah benci kepada kita? Tidak sebab Ia melihat segala sesuatu yang Ia ciptakan adalah penuh dengan kebaikan. Rencana Allah dalam kehidupan kita meliputi segala sesuatu yang terjadi didalamnya, termasuk kesalahan, luka hati, sakit penyakit, hutang piutang, bencana, perceraian, kematiaan dari orang-orang yang kita kasihi dan berbagai segi kehidupan lainnya. Yakinlah Allah senantiasa mendatangkan kebaikan dari  segala keburukan yang terjadi.
Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita adalah satu kesatuan mata rantai dari rencana Allah, hal itu tidak berdiri sendiri-sendiri atau kejadian yang terpisah. Kejadian-kejadian tersebut adalah rangkaian suatu proses dari Allah untuk menggenapi tujuan-Nya menjadikan kita serupa dengan gambaran Anak-Nya. Sebagai ilustrasi apabila kita akan membuat kue tentunya ada bahan-bahan yang harus dicampur menjadi satu agar menjadi kue yang lezat, tentunya apabila  bahan-bahan itu kita pisah dan makan terpisah apa yang dapat kita rasakan hasilnya? Untuk itu berikanlah kepada Allah untuk mengatur dan berkuasa penuh dalam kehidupan kita. Banyak kejadian dalam dunia kita buruk dan jahat, realita hidup senantiasa kejam dan sulit untuk kita terima dengan akal mengapa Tuhan mendatangkan keburukan itu? Percayalah Ia adalah Allah yang ahli untuk mendatangkan kebaikan dari keburukan. Ingatlah bagaiamna seorang Yusuf yang telah di berikan mimpi bahwa ia kelak menjadi seorang yang berkuasa namun jalan kehidupannya tidak mengalami keindahan namun ia harus mengalami hal-hal yang buruk dalam kehidupannya walau pada akhirnya rencana Allah tergenapi dalam hidupnya. Dalam silsilah Yesus terdapat emapat wanita yang sungguh hidup dalam kesalahan dan berbuat dosa, Tamar seorang wanita yang merayu mertuanya sehingga ia hamil, Rahab adalah seorang pelacur yang bejat menurut ukuran manusia, Rut seoarng Yahudi yang melanggar hukum Taurat dengan menikah kepada laki-laki yang bukan orang Yahudi, Betsyeba melakukan perzinahan dengan Daud yang mengakibatkan suaminya mati. Bukankah semua itu adalah gambaran hidup dengan reputasi yang buruk, tetapi sungguh Allah adalah ahli dalam mendatangkan kebaikan dari kejadian yang buruk semua rencana-Nya sungguh tak terselami oleh pengetahuan manusia yang serba terbatas. Tujuan Allah adalah lebih besar daripada masalah kita, penderitaan bahkan dosa kita, kita adalah tujuan dari kasih karunia-Nya yang tak terbatas.
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaran kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaran itu menimbulkan ketekunan. Dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengaharapan” (Rm. 5:3-4). Kita adalah bagaikan sebongkah permata yang dibentuk dengan palu dan pahat, jika seorng ahli batu permata tidak cukup kuat untuk merontokkan bagian pinggir yang kasar, maka ia akan memakai palu godam untuk menyingkirkanny. Begitupula dengan Allah dalm membentuk karakter kita untuk tujuan-Nya maka Ia akan memahat kita dengan ujian demi ujian hingga kita sempurna menurut ukuran dan kehendak-Nya. Semua masalah adalah merupakan kesempatan untuk membangun karakter yang diinginan-Nya, semakin besar potensi untuk membangun otot-otot rohani dan serat rohani maka semakin besar ujian itu diperhadapkan. Namun percayalah Ia Mahaadil dan Mahatahu seberapa besar batas kemampuan kita, maka Ia dalam memberikan ujian itu tak pernah melebihi batas kemampuan kita. Sebelum kita lulus dari ujian tersebut yakinlah hal yang sama suatu saat akan terjadi lagi sampai kita lulus dari ujian itu dan menanggapi uji itu dengan proses yang benar menurut kebenaran-Nya. Ingatlah! Apa yang terjadi secara laharish di dalam kehidupan kita tidaklah sepenting apa yang terjadi secara batiniah.       
Ketika kita dalam kesusahan, kita harus senantiasa mengucap syukur, sebab hal itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Saat kita mendapatkan kesenangan seperti mendapatkan rumah baru, mobil baru, usaha yang maju, tentu akan lebih mudah bagi kita dalam mengucapkan syukur kepada-Nya. Namun bagaimanakah apabila keadaan kita dalam lembah kesukaran? Rumah kita hilang begitu saja, usaha kita hancur lebur alias gatot (gagal Total), mobil  dan hal-hal fasilaitas lainnya pun turut digerus. Masihkah kita mampu untuk tetap percaya dan bersyukur kepada-Nya? Hal ini pernah kami sekeluarga alami sebelum mempercayai Tuhan Yesus, kehidupan kami baik-baik saja. Kami memiliki rumah, kendaraan dan usaha yang berkembang namun sebaliknya setelah percaya kepada Yesus, semua fasilitas itu hilang begitu saja hingga kini kami menjadi “kontraktor” alias kontrak bulanan padahal dahulu kami memiliki tempat kontrakan, bahkan sampai-sampai kami pernah harus jalan kaki menuju tempat ibadah yang lumayan jauh jaraknya. Dan kini pun kami masih mengalami masa kesuraman itu dimana untuk kedua kalinya saya harus kehilangan pekerjaan, selaku manusia hati kami miris melihat hal ini. Namun kami yakin akan pertolongan Tuhan dan kami percaya semua ini adalah suatu proses dari-Nya menuju kehidupan yang lebih baik. Dan kami merasakan kebaikan-Nya dimana untuk uang sekolah anak kami, puji Tuhan Ia memberikan pertolongan-Nya dengan memberikan kemudahan keringanan pembayaran bahkan kepala sekolah tempat anak kami bersekolah memberikan dana bantuan berupa BOS dimana kami hanya membayar setengah dari kewajiban yang harus kami penuhi. Dan kami tetap bersyukur kepada-Nya dimana ditengah kesulitan kami, Tuhan senantiasa kami. 


Bertahan Waktu Diproses Tuhan
“Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia” (2Tim. 2:20). Ketika kita masuk didalam dapur pemrosesan Tuhan, prose situ akan sakit dan tidak enak. Setiap proses yang Tuhan ijinkan terjadi atas ijin-Nuslah kita terima dengan berserah kepada-Nya. Jangan pernah kita mengeluh, menggerutu dan menyalahkan Tuhan dan juga janganlah kita bertanya kenapa? Serahkan semuanya dalam kuasa tangan-Nya, mintalah agar kita diberikan kekuatan dalam menjalaninya. Seberat apapun  masalah itu tetaplah kita bersukacita didalam Tuhan, pasrahkan apapun itu kepadaNya namun dengan kepasrahan yang fatalisme dalam arti kita pasrah tanpa berbuat sesuatu. Lakukan apa yang menjadi bagian kita dan selanjutnya kita serahkan hasil proses itu kepadaNya dan apapun hasil yang diperoleh itulah yang terbaik bagi kehidupan kita, walaupun terkadang dalam pandangan manusia hal itu adalah keburukan namun ingatlah dalam pendangan Tuhan tidak ada yang buruk. Dan jangan pula kita memaksakan akan waktu kita biarlah waktu Tuhan yang menentukan segala sesuatu, ingatlah tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Jangan pernah kita membatasi kuasaNya karena kuasa Tuhan tidak berbatas, dalam hal ini coba kita lihat di alam sekitar tahukah kita dimanakah batas dunia ini? Manakah arah barat yang sesungguhnya atau arah timur? Adakah malam sama waktunya bagi seluruh belahan bumi? Kitakah yang menentukan segala sesuatu ataukah Tuhan?.
Sepertihalnya sebuah emas akankah ia bernilai tinggi apabila masih berupa pasir atau masih dalam bongkahan batu? Ia tidak bernilai apa-apa sebelum melalui suatu proses pembentukkan. Coba kita lihat lagi di alam sekitar, tahukah kita bahwa tanaman eceng gondok yang bagi petani ataupun peternak ikan merupakan benalu dan sampah yang mengganggu bagi tanaman maupun kelangsungan hidup ternak ikannya. Namun apabila tanaman eceng itu diolah dan diproses ia dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai tinggi.
Itulah sebabnya mengapa kita harus bertahan dalam menjalani proses pembentukkan dari Tuhan, semua ini untuk kebaikan kita dan menjadikan kita sebagai manusia yang bernilai tinggi baik dimata Tuhan maupun ditengah-tengah masyarakat kita. Dalam dunia yang jahat ini Tuhan tidak menginginkan kita sebagai orang pilihanNya malah mengikuti kejahatan demi kejahatan, Tuhan mempunyai tujuan dan rencana yang luarbiasa sungguh baik bagi kehidupan kita. Tetaplah pegang janji Tuhan dari kitab kejadian sampai kitab Wahyu, ada janji Tuhan yang pasti digenapi dalam kehidupan kita baik dimasa kini maupun masa yang akan datang. 
Proses pembentukan dari Tuhan adalah jalan menuju kedewasaan rohani, proses pembentukkan ini adalah sebagai batu loncatan bukan sebaliknya menjadi batu sandungan bagi kita. Proses dari pembentukkan ini adalah agar kita serupa dengan gambaran anakNya dan kita memiliki karakter yang Tuhan inginkan; “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damaisejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu” (Gal. 5:22-23). Kesembilan sifat ini adalah perluasan dari hukum terutama yaitu Kasih, memiliki buah Roh berarti bersifat serupa dengan Kristus. Bagaimanakah Roh Kudus menghasilkan kesembilan buah roh dalam diri kita? Apakah dengan secara instan hal itu diberikan? Sama halnya dengan proses terjadinya pematangan buah yang melalui suatu proses yang perlahan maka seperti itulah buah Roh itu terjadi dalam kehidupan kita. Dalam hal pengembangan karakter ini Allah senantiasa memproses kita melalui suatu pilihan yang mendatangkan kepada kita berbuat jauh dari kebenaranNya. Sebagai contoh manakala Allah mengembangkan damaisejahtera dalam kehidupan kita, Allah akan menempatkan suatu situasi yang diluar dari rencana kita melainkan Ia akan menempakan suatu keadaan yang kacau dan sukar kita terima dengan akal pikiran kita. Dimana Allah menempatkan suatu situasi yang mencekam, membuat kita gelisah, ketakutan dan membingungkan. Siapapun tentu dapat dengan mudah merasakan damai manakala dapat bersantai dengan tenang ditepi pantai sambil memandang keindahan matahari terbenam. Namun bagaimana yang kita rasakan apabila tiba-tiba sesuatu yang kita rencanakan tiba-tiba harus kita terima dengan kenyataan semua rencana kita gagal, apakah kita masih dapat merasakan damai sejahtera atau malahan kita menjadi kuatir? Suatu waktu Allah mengembangkan karakter sabar, Ia pasti akan menempatkan suatu situasi dimana kita akan ditempatkan pada keadaan dimana kita dapat tergoda untuk marah bahkan mengamuk dengan hebatnya.
Allah memakai situasi yang berlawanan dari setiap buah untuk memberi kepada kita sebuah pilihan, kita tidak bisa mengakui sebagi orang baik jika tidak pernah tergoda untuk bersifat buruk. Kita tidak bisa mengaku setia jika tidak pernah memiliki kesempatan untuk bersifat tidak setia. Karena kejujuran dibangun dengan mengalahkan godaan untuk bersifat tidak jujur; kerendahan hati bertumbuh apabila kita menolak untuk berlaku sombong dan bertekun berkembang manakala kita menolak untuk menyerah serta berputus asa.
Proses pembentukkan dari Tuhan adalah suatu ujian bagi kita, dimana Allah menguji kadar dari kesetiaan dan kesungguhan pertobatan kita. Ia ingin agar pertobatan kita menghasilkan buah dalam kehidupan kita dan kita menjadi terang bagi masyarakat sekitar serta tujuannya agar dalam setiap kehidupan kita mempunyai nilai dari apa yang Tuhan ajarkan. Sesungguhnya proses dari Tuhan ini adalah suatu kehormatan bagi kita karena dimana kita adalah manusia yang berdosa namun Tuhan mempercayakan kepada kita suatu tugas yang mulia untuk kita dan Tuhan ingin sebelum tugas itu dapat kita laksanakan dengan baik, Ia menginginkan agar kehidupan kita berkarakter dan bernilai seperti yang Ia kehendaki. Pastikan kita selalu bersukacita didalam Tuhan dalam mengahdapi segala macam proses kehidupan yang Tuhan berikan, yakinlah akhir dari kesudahan akan lebih baik dari awal kejadian dan akhir dari semua itu adalah damai sejahtera dan terutama menjadikan kita serupa dengan gambaran AnakNya, ingatlah upah kita di dalam kekekalan adalah kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Komitmen dan Konsisten
“Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu” (Yes. 1:19)
Komitmen adalah kita memegang teguh janji kita namun dalam melaksanakan komitmen dengan konsisten pasti akan berat kita jalankan. Akan tetapi apabila dalam hati kita teguh untuk melaksanakan secara konsisten dan terutama memohon bimbingan Tuhan maka hal itu pasti dapat dilaksanakan dengan baik. Konsisten juga membutuhkan jiwa yang disiplin dan keteguhan keyakinan yang tak mudah diombang-ambing baik oleh riak maupun badai kehidupan.
Banyak kisah tentang bagaimana orang-orang yang hidupnya komitmen dan teguh pada pendiriaan akan kebenaran dalam Tuhan senantiasa dalam hidupnya dinaungi oleh mujizat-mujizat yang adikodrati. Seperti halnya contoh tentang tiga orang yang teguh akan kebenaran dalam Tuhan yaitu, Sadrakh, Mesakh dan Abednego dimana mereka lebih rela untuk dihukum dengan dibakar hidup-hidup oleh raja Nebukadnezar. Daripada mereka mengikuti perintah raja untuk menyembah patung-patung berhala dan membuang keyakinan akan Tuhan Allah yang mereka yakini. Dalam kisah yang tersurat dalam Kitab Daniel 3:15-30, banyak terdapat beberapa pesan yang tersirat disana diantaranya dalam hidup kita harus mempunyai komitmen yang kokoh dan mejalani hal itu dengan konsisten. Tidak ada kegoyahan sedikitpun bagi ketiganya agar tergeser keyakinannya walaupun dalam hal ini mereka akan menerima siksaan yang sangat buruk dan yang pasti nyawa mereka akan melayang, tetapi mereka yakin bahwa Allah Mahasanggup dalam segala hal bahkan bagainya tiada yang mustahil.
Komitmen yang kita jalani dengan konsisten tidak pernah sia-sia, bahkan airmata yang terjatuh pun oleh Tuhan tidak pernah dipandang rendah bahkan Ia tamping airmata kita. Jatuh bangun, isak tangis bahkan jeritan batin kita manakala mempertahankan kebenaran dalam Tuhan semua oleh Tuhan diperhitungkan sebagai wujud nyata kesetiaan seorang hamba. “Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, airmataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan” (Mzm. 56:9).
Yakinlah dengan hidup komitmen dan konsisten di dalam Tuhan maka mujizat pasti tersedia bagi kita, berharaplah senantiasa kepada Tuhan dan hanya bergantung pada kuasa-Nya. Komitmen dan konsisten adalah wujud nyata dari sebuah kesetiaan, Tuhan Allah sangat menyenangi akan hamba-hamba-Nya setia dalam mengarungi badai kehidupan walaupun seluruh kehidupanya diterpa kesuraman namun tetap setia di dalam Tuhan dan kebenaran-Nya serta tak sebersit pun keraguan di dalam hatinya. Melalui kebenaran Firman-Nya kita belajar, untuk tetap konsisten pada komitmen walaupaun masa-mas sulit menerpa namun kita tetap yakin bahwa mujizat itu tetap tersedia bagi orang yang teguh kepada kebenaran-Nya. “Tetapi seperti ada tertulis:”Apa yang tidak pernah terlihat oleh mata, dan tidak pernah terdengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1Kor. 2:9).   
Hidup Berkenan Kepada Tuhan
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm. 12:2).
Banyak orang hidup selalu menuruti egonya, hidupnya hanya meminta-minta kepada Tuhan, bahkan terkadang mengatur Tuhan untuk melakukan kehendaknya dan mendikte Tuhan. Orang-orang seperti ini pastilah hidupnya tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan karena yakin sering kecewa dan marah kepada Tuhan apabila apa yang dinginkan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan tidak  pernah menjadi kenyataan. Hati yang selalu kecewa, tidak akan merasakan damai sejahtera Tuhan, sehingga kebahagiaan itu jauh dari kehidupannya. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang mempunyai hati rohani yang kerdil dan kekanak-kanakan, mereka hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan peribadahannya hanyalah sebuah kemunafikan belaka, mereka beribadah dalam kehidupan bukan untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan. “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh daripada-Ku” (Mat. 15:8).
Oleh sebab itu janganlah kita hidup seperti yang kita kehendaki saja, tetapi hiduplah berkenan kepada Tuhan sehingga mujizat pasti terjadi di dalam hidup kita. Orang yang memutuskan untuk mau hidup berkenan kepad Tuhan, pasti rela apabila kehendak Tuhan yang terjadi di dalam hidupnya dan mau berjalan di dalam kebenaran Tuhan. Tuhan pasti memberikan kemapuan untuk melakukannya. Penyertaan Tuhan senantiasa ada di dalam hidupnya sehingga kita dimampukan melihat kedasyatan dan kemuliaan Tuhan terjadi di dalam hidup kita. Untuk hidup berkenan kepada Tuhan pastilah tidak mudah namun tidak akan berat untuk dilaksanakan apabila kita memohonkan campur tangan Tuhan dalam pelbagai segi kehidupan kita, baik itu dalam skala kecil maupun skala besar mintalah agar Tuhan yang pimpin dan senantiasa campur tangan kuasaNya yang menyertai kehidupan kita. Tuhan teramat menginginkan agar Ia diikut sertakan dalam pelbagai segi kehidupan umat-Nya, Ia ingin yang terutama dan diutamakan oleh hamba-Nya yang setia, ia menginginkan suatu persekutuan yang benar-benar nyata dan berkesinambungan. Tuhan adalah seorang yang ahli dalam perencanaan dan perancangan segala sesuatu, apapun yang Ia rancangkan adalah suatu rancangan yang akan mendatangkan damai sejahtera, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11).
SUMBER KEPUSTAKAAN :
Alkitab, Buku dan modular kelas pemuridan, Buku Mujizat masih ada (Pdt. Lidya Dewi Yana), Kamus Alkitab Browning, Selamat Berpelita (Andar Ismail), The Purpose Driven Life (Rick Warren), Arndt; MM; TWNT tentang exousia (2, hlm 559 dst); ISBE dan DCG, tentang Authority; N Geldenhuys, Supreme Authority, 1953; NIDNTT 2, hlm 606-611; TDNT 2, hlm 562-575. JtP/NY WBS/HAO, J. B Mozley, Eight Lectures on Miracles, 1865; F. R Tennant, Miracle and its Philosophical Presuppositions, 1925; D. S Cairns, The Faith that Rebels, 1927; A Richardson, The Miracle Stories of the Gospels, 1941; C. S Lewis, Miracles, A Preliminary Study, 1947; E  M-L Kelley, Miracles in Dispute, 1969; C. F. D Moule (red.), Miracles: Cambridge Studies in their Philosophy and History, 1965. MHC/MHS/HAO

0 komentar:

Post a Comment

Blog Rankings

Arts Blogs - Blog Rankings