Home » » APAKAH SYARAT MENGIKUT KRISTUS

APAKAH SYARAT MENGIKUT KRISTUS


Solo Atau Simfoni?

Saat lampu-lampu auditorium diredupkan dan tirai dinaikkan, para penonton konser mengakhiri percakapan dan mengalihkan perhatian ke panggung. Sang dirigen melangkah ke podium dan memberi hormat atas sambutan hangat yang diberikan penonton.

Kemudian dirigen tersebut berbalik menghadap para pemain musik. Ia mengangkat tongkatnya dan memulai konser dengan satu gerakan isyarat yang dramatis. Namun yang terjadi kemudian benar-benar kacau. Pada menit-menit pertama, musik melantun dengan selaras. Namun setelah itu hanya beberapa pemain musik yang terus mengikuti instruksi sang dirigen.

Pemusik yang lain hanya bermain ketika mereka ingin memainkannya atau malah memainkan irama yang sangat berbeda. Seorang pemain biola berjalan di depan panggung dan memainkan karya musik ciptaannya sendiri. Sang pemain trombon tiba-tiba memainkan lagu jazz. Kekacauan semakin menjadi-jadi.

 Para penonton terdiam, tercengang selama beberapa menit, kemudian satu per satu melangkah pergi dengan keheranan atas apa yang terjadi. Untunglah situasi di atas hanya khayalan. Para musisi piawai yang bermain dalam sebuah orkestra tidak akan bertindak demikian. Mereka sepakat untuk mengikuti instruksi sang dirigen. Mereka adalah bagian dari sebuah simfoni dan bukan pemain-pemain solo yang bermain pada saat yang bersamaan. 
Sayangnya, kita yang telah menyatakan diri sebagai pengikut Kristus sering bertindak seperti anggota orkestra khayalan tersebut. Barangkali kita merasa tidak mungkin berbuat seperti itu, tetapi kita semua punya kecenderungan untuk memimpin kehidupan kita sendiri. Kita cenderung memusatkan perhatian pada kepentingan pribadi dan merasa cukup bijaksana dan cukup kuat untuk mengatur hidup. Tujuan-tujuan kita rasanya lebih berarti dan penting dibandingkan tujuan-tujuan Allah bagi kita. Walaupun enggan mengakuinya, sering kali kita bertindak seolah Allah harus memenuhi apa yang kita inginkan. Ini dapat terjadi meski kita sudah mengetahui kebenaran-kebenaran yang dinyatakan Alkitab.

Kita sangat bersyukur atas pengurbanan Kristus di atas kayu salib dan dengan sukacita menerima pengampuan serta kehidupan kekal yang ditawarkan-Nya, tetapi hal-hal lain dapat mengalihkan perhatian kita. Kita mungkin lupa bahwa sebagai bagian dari "simfoni"-Nya, yakni sebagai warga negara kerajaan-Nya dan anggota gereja-Nya, kita harus tunduk pada pimpinan-Nya atas hidup kita. Dia adalah sang Dirigen, Kepala, Raja yang harus kita layani. Seharusnya, tujuan hidup kita yang baru adalah melakukan kehendak-Nya. Dia rindu membimbing kita untuk hidup sebagai umat Allah yang dapat diteladani oleh para "penonton," yaitu orang-orang yang belum percaya di sekitar kita. Dia ingin kita memperlihatkan kesungguhan pengakuan iman percaya kita. 

Apa yang Dikehendaki Kristus dari Kita?


Apa yang dikehendaki seorang dirigen dari para pemain musik?
Apa yang dikehendaki seorang guru dari para muridnya?
Apa yang dikehendaki seorang atasan dari para bawahannya?
Apa yang dikehendaki seorang pelatih dari para pemainnya?
Apa yang dikehendaki orangtua dari anak-anaknya?
Apa yang dikehendaki seorang jenderal dari para prajuritnya?
Apa yang dikehendaki seorang penguasa dari para warga negaranya?

Semua hubungan ini mempunyai unsur yang pada dasarnya sama. Setiap pemimpin ingin para pengikut mengikuti petunjuknya, meminta pertolongannya, mengupayakan segala sesuatu untuk menyelesaikan tugas-tugas, setia kepadanya lebih dari hubungan-hubungan yang lain, dan mempraktekkan ajarannya. Tatkala memikirkan apa yang dikehendaki Kristus dalam hidup ini, mungkin kita merasa tidak nyaman. Apalagi hubungan kita dengan Kristus jauh lebih berpengaruh daripada pertunjukan musik atau pertandingan bola — karena hubungan itu mempengaruhi segala hubungan kita yang lain, kehidupan kekal kita, dan sukacita kita saat ini. Sebagian besar dari kita mungkin menganggap tuntutan-tuntutan tersebut terlalu berat.

Namun kita harus mengakui bahwa terkadang hubungan kita dengan Kristus tidak terjalin sebagaimana mestinya, karena kita takut untuk banyak berkorban bila sungguh-sungguh taat kepada-Nya. Ketika membaca kisah tentang orang-orang Kristen yang berdoa berjam-jam setiap hari, atau yang dengan sabar menanggung penganiayaan, atau yang meninggalkan segalanya untuk melayani Tuhan, kita merasa tak berarti. Dalam hati kita bertanya-tanya apa yang sebenarnya Tuhan kehendaki dari orang-orang Kristen "biasa" seperti kita. Lagi pula, ada begitu banyak orang percaya di sekitar kita yang telah kehilangan antusiasme mereka sehingga kita tidak ingin tampak menonjol seperti "ibu jari yang bengkak." Kita merasa "harus" mengikuti status quo dari komunitas kristiani tempat kita beribadah dan melayani. Padahal kita tahu bahwa sebenarnya kita harus berbuat lebih banyak dalam mengikut Kristus.

Melalui pembahasan ini kita akan menemukan kembali arti menjadi murid Kristus. Kita akan melihat bahwa yang harus mengabdi kepada-Nya bukan hanya orang-orang tertentu. Dia tidak menuntut hal-hal yang mustahil. Dia tahu dari apa kita ini diciptakan dan dengan sabar Dia akan membimbing saat kita belajar lebih dalam tentang arti ketaatan kepada-Nya. Dia juga membantu kita menjalankan perintah-Nya. Hal-hal yang Kristus kehendaki dari kita dapat diringkas dalam empat kata kunci: kebergantungan, risiko, kesetiaan, dan keserupaan dengan Dia.


KEBERGANTUNGAN

Yesus berkata, "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa… Semuanya itu kukatakan kepadamu supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh" (Yohanes 15:4,5,11).

Apa yang Anda peroleh dari pelajaran tentang pokok anggur? Yesus menggunakan analogi pokok anggur untuk menjelaskan unsur yang terpenting, yakni ketaatan kepada-Nya. Ketaatan kita akan bertumbuh jika ada hubungan yang dekat dengan Tuhan. Sebagaimana ranting pokok anggur hanya akan menghasilkan buah jika tinggal pada pokoknya dan dan mengambil sari-sari makanan dari situ, demikian pula kita dapat menghasilkan buah-buah ketaatan hanya jika kita terus melekat dan menerima sari-sari makanan serta kekuatan dari Tuhan. Kehidupan yang terus-menerus bergantung kepada Kristus, tidak hanya menyenangkan Tuhan tetapi juga memberikan sukacita besar bagi kita (Yohanes 15:11). Jadi, yang seharusnya dipertimbangkan bukanlah penyerahan diri yang tidak wajar pada kehidupan yang sengsara karena menjalankan perintah Allah, melainkan kehidupan yang akan memberikan kepenuhan. Kita akan merasa puas akan kehidupan yang berbuah tersebut saat kita "tinggal" dalam Kristus.

Bagaimana kita bisa "tinggal" dalam Kristus? Agar dapat hidup dekat dengan Kristus, kita harus bergantung kepada hikmat, kekuatan, dan petunjuk Allah dalam kehidupan. Agar dapat intim dengan Dia, kita tidak boleh membiarkan ada ketidaktaatan atau tindakan-tindakan yang semestinya kita tinggalkan. Dengan mengaku dosa-dosa kita, hubungan kita dengan Allah tidak akan terhalang dan kita akan diampuni (1Yohanes 1:5-10). "Tinggal" juga berarti mendengarkan dengan segenap hati apa yang telah difirmankan Allah dalam Alkitab — bukan cuma berusaha memenuhi kewajiban membaca Alkitab setiap hari, tetapi juga memikirkan dan mendoakan apa yang kita baca. Seperti halnya Anda menunjukkan rasa hormat dan kasih kepada lawan bicara Anda dengan mendengarkan baik-baik dan menanggapinya, kita pun perlu menjadikan kegiatan membaca Alkitab sebagai saat untuk lebih mengenal Allah.

"Tinggal" juga berarti menggunakan waktu untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran, luka hati, keinginan-keinginan, bahkan hal-hal yang terkecil dalam hidup kita, kepada Tuhan. Dia ingin kita menceritakan kepada-Nya setiap keberhasilan maupun hal-hal yang mempermalukan kita. Dia sangat mempedulikan kita. Pengajar Alkitab Warren Wiersbe menulis, "Sekali saja Anda mulai menggali hubungan yang lebih dalam dengan Kristus, maka Anda tak akan mau kembali pada kehidupan dangkal yang dimiliki orang Kristen yang sembarangan" (Be Transformed, hal. 42). Tinggal dalam Kristus sangatlah esensial jika kita ingin menyenangkan Allah. Kita tak dapat menjalani hidup kekristenan dengan kekuatan sendiri yang berasal dari dorongan kehendak sendiri. Kita harus hidup dengan terus-menerus bersandar kepada Kristus.

 Yesus berkata, "Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yohanes 15:5). Dia tidak berkata kita dapat berbuat sedikit hal atau beberapa hal, namun Dia menegaskan bahwa kita tidak dapat berbuat apa apa untuk menyenangkan Allah tanpa Dia bekerja di dalam dan melalui kita. Sebagaimana kita diselamatkan oleh kasih karunia Allah melalui iman dalam Kristus (Efesus 2:8,9), kini kita hidup bagi Allah dengan mempercayai Kristus.

Rasul Paulus menekankan hal ini dalam suratnya kepada orang-orang percaya di Galatia. Ia berkata, "Kamu telah mulai dengan Roh. Maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging?" (Galatia 3:3). Dan, kepada orang-orang Roma Paulus menulis, "Di dalamnya Injil nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: ‘Orang benar akan hidup oleh iman’" (1:17). Iman membutuhkan kebergantungan kepada Kristus, penyerahan penuh kepada-Nya. Pertama demi keselamatan, berikutnya agar kita mampu menjalani hidup kekristenan.

Apa yang terjadi bila kita berusaha hidup tanpa bergantung kepada-Nya? Jika tidak mengandalkan Kristus, kita dapat berakhir dengan salah satu atau beberapa kondisi di bawah ini. Kita akan:

dikalahkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang berdosa
dikuasai sederet peraturan dan larangan
menipu diri sendiri atau munafik
dilanda kehampaan batin
tertekan karena tidak ada sukacita
kepayahan karena sibuk berjuang dengan kekuatan sendiri
frustrasi karena merasa jauh dari Allah
terjebak dalam hal-hal duniawi.

Berbuah seperti apakah hidup mereka yang tinggal dalam Kristus? Galatia 5 menyebutkan beberapa karakteristik dari orang yang hidup bergantung kepada Kristus dan Roh Kudus. Buah Roh itu meliputi kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri (ayat 22,23). Rasul Petrus menyebutkan karakterisik-karakteristik berikut sebagai bukti dari kehidupan yang bertumbuh menuju keserupaan dengan Kristus (#/TB 2Petrus 1:5-7).

Iman
Kebajikan
Pengetahuan
Penguasaan diri
Ketekunan
Kesalehan
Kasih akan saudara-saudara
Kasih akan semua orang

Petrus berkata, "Apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita" (ayat 8).

Kita perlu mengevaluasi hidup kita berdasarkan karakteristik-karakteristik di atas. Petrus dan Paulus mengatakan bahwa semua itu harus dimiliki oleh mereka yang berjalan bersama Kristus, dengan bergantung kepada Roh Kudus yang hidup dalam diri mereka. Sudahkah kita menghasilkan buah roh? Jika belum, mengapa?

Selama Allah mengontrol kehidupan ini, satu-satunya alasan mengapa Anda terus hidup adalah untuk menghasilkan buah. — Erwin Lutzer
                                                                                                                 
Bagaimana doa dapat menunjukkan ketergantungan kita kepada Kristus? David Brainerd (1718-1747) melayani sebagai utusan Injil bagi orang-orang Indian, suku Delaware dan Seneca di Amerika Utara, dan meninggal pada usia 29 tahun. Ia meninggalkan sebuah buku harian yang di dalamnya tertulis bahwa setiap hari ia berdoa paling tidak 2 jam, dan sering melakukan doa puasa selama 48 jam. Martin Luther pernah mengatakan bahwa ia butuh waktu 3 jam untuk berdoa sebelum menghadapi hari yang begitu sibuk dan penuh tantangan. Apakah itu berarti Allah mengharapkan kita berdoa sedikitnya 3 jam setiap hari? Apakah Allah menginginkan kita menyediakan waktu 12 jam dalam sehari untuk doa puasa? Mungkin, tetapi tidak harus. Meski Dia menghendaki kita berdoa,

Dia tidak memberikan ketentuan waktu. Memang semua orang percaya yang membawa pengaruh besar bagi kemuliaan Allah tekun berdoa, tetapi tidak semua dari mereka menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk berdoa. Sebagian dari mereka justru berdoa kepada Allah dengan tenang, sederhana, singkat, dan penuh pengharapan. Dan, Allah menjawab mereka juga! Manakala Paulus menulis, "Tetaplah berdoa" (1Tesalonika 5:17), tentu ia tidak bermaksud mengatakan bahwa kita harus berdoa 24 jam sehari. Ia sadar bahwa kita juga perlu waktu untuk bekerja, makan, dan tidur. Namun kita harus peka terhadap kehadiran Allah di sepanjang waktu sehingga kita perlu terus-menerus "berada dalam sikap doa," apa pun yang kita alami. Dalam Yohanes 15, Yesus menyebutkan pentingnya tinggal di dalam Dia jika kita ingin menerima jawaban doa (ayat 7). Jika kita dekat dengan-Nya, permintaan-permintaan kita pun pasti seturut dengan kehendak-Nya.

Saran  
  dalam

                      berdoa      Empat kata kunci yang perlu Anda ingat saat berdoa: menyembah,menghargai,mengakui, memohon. Sembahlah Tuhan dengan memuji-Nya dan nyatakan hasrat untuk menghormati-Nya melalui hidup Anda. Biarkan Allah tahu seberapa besar Anda menghargai apa yang telah dilakukan-Nya. Akui dosa-dosa Anda dan terima pengampunan-Nya. Dan, memohonlah agar Dia mengabulkan doa Anda.

 Mungkin pada awalnya, waktu berdoa Anda cukup singkat. Namun saat Anda bertumbuh dalam kepekaan akan keberadaan Allah, maka Anda akan selalu menaikkan pujian dalam hati atau menaikkan permohonan sepanjang hari. Kehidupan doa Anda pun akan semakin kaya dan memuaskan.

 
Apa yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan hal-hal yang menghalangi hubungan kita dengan Tuhan?

Dalam 1Yohanes 1:9 dikatakan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan."

Ayat ini bukanlah rumus untuk memperoleh keselamatan. Tatkala kita menerima Yesus sebagai Juruselamat, berarti kita telah diampuni, di terima dalam keluarga Allah, dan menjadi warga kerajaan surga (Roma 5:1,2; Efesus 2:1-10).


Jika kita sudah diampuni, mengapa kita masih perlu mengakui dosa-dosa kita? Apa yang akan terjadi jika kita tidak mau mengakui dosa-dosa tertentu karena kita tidak ingin menghentikannya? Seberapa rincikah pengakuan itu seharusnya dilakukan? Meski kita telah diampuni saat memutuskan untuk beriman kepada Kristus sebagai Juruselamat, dosa-dosa yang diperbuat setelah saat itu tetap dapat menghalangi kita untuk menjalin hubungan yang dekat dengan-Nya. Oleh sebab itu, kita harus mengakui segala dosa kita kepada Allah, menerima pengampunan-Nya, dan memohon pertolongan-Nya supaya kita menang atas dosa.

Ketika mengaku dosa, ungkapkan kepada Allah bahwa kita telah berdosa kepada-Nya. Kita tidak perlu membela diri atau bersusah payah mengingat-ingat berbagai pelanggaran di masa lampau yang tidak kita sadari. Kita juga tidak perlu tenggelam dalam rasa bersalah. Yang perlu kita lakukan hanyalah mengakui dosa-dosa yang kita sadari dan memohon pertolongan Allah untuk mengatasinya. Sebenarnya tuntutan Allah sederhana saja. Namun bila kita memandang remeh perbuatan dosa, maka akan timbul masalah yang sangat serius. Jika kita tidak mau mengakui dosa karena tidak berniat meninggalkannya, maka kita akan dihukum. Ibrani 12:6,7 berbunyi, "karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. Jika kamu harus menanggung ganjaran; Allah memperlakukan kamu seperti anak. Di manakah terdapat anak yang tidak dihajar oleh ayahnya?"

Namun jika kita bersikeras untuk tidak taat, hajaran ini dapat diberikan dalam bentuk penyakit atau bahkan kematian (1Kor 11:29,30). Kehidupan kristiani yang penuh sukacita tidak mungkin dimiliki oleh orang yang memandang remeh terhadap dosa. Persoalan yang paling mendasar adalah kita harus mengerti bahwa untuk hidup taat kita perlu bergan tung penuh kepada Tuhan. Ketaatan yang Allah inginkan, muncul dari hubungan yang didasarkan atas kasih dan keyakinan kepada Yesus Kristus. Ketika kita bersandar kepada-Nya, ketaatan akan menjadi kerinduan hati kita.

Pikirkan Lebih Lanjut. Bagaimana Anda menggambarkan hubungan pribadi Anda dengan Kristus? Apakah Anda bertumbuh semakin dekat kepada-Nya? Apakah setiap hari Anda belajar bergantung kepada Allah, sebagai sumber kekuatan, hikmat, tuntunan, dan kesanggupan untuk melayani-Nya melalui perkataan dan perbuatan? Apakah Anda menyediakan waktu khusus untuk membaca Alkitab dan berdoa serta meminta petunjuk Allah tentang apa yang perlu Anda ketahui dan lakukan? Apakah Anda mempunyai jadual khusus untuk berdoa? Kenalilah penghalang-penghalang yang mengganggu hubungan Anda dengan Kristus dan mohonlah agar Allah membantu Anda mengatasinya.


RISIKO

Yesus berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?" (Lukas 9:23-25).

Apa yang hendak kita cari? Banyak orang bertanya demikian saat mereka dihadapkan pada risiko besar. Seorang pendaki gunung misalnya, mungkin bertanya-tanya apakah risiko pendakiannya sebanding dengan sensasi yang akan dirasakannya setelah mencapai puncak. Ketika oto-ototnya serasa akan putus, ketika angin keras menerpa, ketika keraguan akan tali penyelamat terlintas dalam pikiran, atau ketika ia merasa sulit bernapas karena kekurangan oksigen, maka ia akan tergoda untuk berhenti mendaki. Kepanikan semacam itulah yang menyerang seorang prajurit.

Selama Perang Dunia II, seorang anak muda yang berjiwa patriotik merasa dirinya adalah pejuang gagah berani yang akan ikut membebaskan Kepulauan Pasifik Selatan dari Pendudukan Jepang. Karena itu ia mendaftarkan diri dalam korps marinir. Namun ia sangat kecewa ketika tugas pertama yang diterimanya adalah bekerja di bagian administrasi. Ia mengungkapkan kekecewaannya kepada para penyelia sehingga ia dipindahkan ke unit perang. Beberapa bulan kemudian ia mendarat di Guadalcanal. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sebuah truk berisi penuh mayat para anggota marinir yang ditumpuk seperti kayu. Pada saat itulah ia berpikir, Apa yang aku cari sekarang? Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. — Yesus (Yohanes 14:21)

 Banyak pengikut Kristus juga bertanya-tanya seperti itu. Ketika membaca perkataan Kristus tentang memikul salib dan kehilangan nyawa mereka karena Dia, tiba-tiba mereka merasa telah menandatangani misi bunuh diri dan bukannya menikmati suatu perjalanan wisata seperti yang mereka harapkan. Mungkin sebelumnya mereka mendengar bahwa dengan menerima Yesus sebagai Juruselamat, Dia akan membawa damai dan sukacita saja dalam hidup mereka, sehingga sedikit pun mereka tidak mengantisipasi penderitaan yang akan muncul.

Apa artinya menyangkal diri? Penyangkalan diri bukan berarti berpantang terhadap makanan tertentu, pergaulan tertentu, atau hal-hal baik lain yang hanya akan membuat kita menderita. Bukan pula berarti membangun kepribadian yang lemah, tidak asertif. Sebaliknya menyangkal diri berarti menempatkan perintah dan pernyataan Kristus di atas kehendak kita sendiri. Jika apa yang diinginkan Kristus dari kita bertentangan dengan apa yang kita inginkan, maka kita harus berkata "tidak" pada diri sendiri dan "ya" kepada-Nya. Memang tidak mudah! Namun ini bukannya tidak berdasar atau tidak beralasan. Dengan pertolongan Allah, kita dapat menaati-Nya. Dan, kita akan merasa berbahagia ketika melakukannya.

Apa artinya memikul salib setiap hari dan mengikut Dia? Yesus bertanya apakah kita bersedia menyerahkan hidup kita kepada-Nya, mengikut jalan-Nya, dan bahkan mati untuk-Nya. Namun bukan berarti bahwa kita harus membuat diri kita menderita atau melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan penganiayaan. Memikul salib dapat berarti aniaya besar, seperti yang terjadi di banyak negara, sekalipun bisa juga berarti hanya sedikit aniaya. Dalam hal memikul salib, yang diperhitungkan di hadapan Allah adalah sikap kita, bukan banyaknya penderitaan atau rasa malu yang kita alami.

Apakah artinya kehilangan nyawa bagi Dia? Ketika Yesus berkata, "Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya" (Lukas 9:24), Dia tidak mengatakan bahwa kita harus mati sebagai martir. Yang Dia tekankan adalah bagaimana kita harus menginvestasikan hidup ini. Jika seseorang menginvestasikan hidupnya untuk mengejar kesenangan diri sendiri dan ketenaran duniawi, maka ia akan "kehilangan" hal itu. Lagi pula, segala sesuatu yang duniawi hanya bersifat sementara. Di lain pihak, seseorang yang menginvestasikan hidupnya dalam Allah akan menuai upah yang besar. Seperti halnya biji gandum yang terkubur dan mati, untuk kemudian bertumbuh dan memberikan hasil, demikian pula orang percaya yang "kehilangan nyawanya" akan diselamatkan dalam kekekalan yang mulia (Yohanes 12:24,25).

Haruskah kita menanggapi kata-kata tersebut dengan serius? Para utusan Injil seperti David Livingstone, Hudson Taylor, dan William Carey menanggapi perkataan tersebut dengan serius. Mereka meninggalkan semua kenyamanan hidup dan menanggung berbagai kesulitan yang berat dan tak terbayangkan untuk mengabarkan Injil ke banyak negara. Hal yang sama juga banyak terjadi sampai saat ini — dan bukan hanya terbatas pada para utusan Injil asing. Ada yang menerjemahkan Alkitab, melayani persekutuan-persekutuan, memprogram komputer, atau merawat anak-anak, dan mereka semua adalah utusan-utusan Tuhan yang berani.

Bagaimanakah orang-orang percaya telah dianiaya? Penulis kitab Ibrani mengatakan bahwa orang-orang saleh pada masa Perjanjian Lama "diejek dan didera," "dibelenggu dan dipenjarakan." "Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang, mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing, sambil menderita kekurangan, kesesakan, dan siksaan" (Ibrani 11:36,37). Pada masa-masa awal gereja mula-mula, Stefanus dianiaya dan dirajam batu (Kis 6; 7), Rasul Yakobus dibunuh dengan pedang (Kis 12), dan para rasul terus-menerus dipenjara karena menjadi saksi Kristus. Mengasihi Allah secara sungguh-sungguh berarti menghidupi perintah-perintah-Nya, berapa pun harga yang harus dibayar. — Charles Colson

Sejarah gereja mengungkapkan kepada kita bahwa semua rasul, kecuali Yohanes, menjalani hukuman mati. Pada abad-abad pertama orang-orang Kristen diburu seperti binatang liar, dihukum mati dengan cara dilemparkan kepada singa-singa yang kelaparan dan dibakar seperti obor. Pada abad-abad sesudahnya, berjuta-juta orang percaya telah menderita dan mati sebagai martir bagi Kristus. Banyak orang dalam sejarah masa kini telah menderita karena iman mereka dalam kamp-kamp penjara atau institusi psikiatri. Bahkan di alam demokrasi sekalipun, orang-orang Kristen yang setia sering dijadikan objek cemoohan dan mendapat perlakuan yang tidak adil.

Perlukah kita mengharapkan aniaya pada masa sekarang ini? Pada malam sebelum disalib, Yesus memperingatkan murid-murid-Nya, "Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu" (Yohanes 15:20). Kepada Timotius, Paulus menulis, "Memang setiap orang yang ingin hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya" (2Tim 3:12). Kita yang percaya kepada Yesus Kristus dan ingin menyenangkan-Nya akan mengalami penolakan dari orang-orang yang tidak ingin mengikut jalan Allah. Entah di tempat kerja, di sekolah, di lingkungan sekitar kita, atau bahkan di rumah. Ketika kita memutuskan untuk melakukan dan mengatakan apa yang menyenangkan Kristus, kita akan menghadapi pertentangan. Orang yang hidup hanya untuk mencari kesenangan diri sendiri akan marah melihat gaya hidup mereka yang berusaha mempraktekkan iman. Mereka mengadakan pertentangan dengan menyalahartikan apa yang dipercaya orang Kristen, mengolok-olok mereka, atau berusaha menyakiti hati mereka.

Bagaimana kita dapat menghindari aniaya yang tidak perlu? Meski Alkitab meminta kita siap menghadapi penderitaan dan mengajarkan bahwa ujian-ujian kehidupan dapat menjadi alat untuk membangun karakter kita (Roma 5:1-5, Yakobus 1:1-8), tetapi Alkitab tak pernah menyuruh kita mencari-cari masalah. Sebaliknya, Alkitab mendorong kita supaya menjadi warga negara yang baik dan berbuat sebaik mungkin bagi pemerintah (Roma 13:1-7, 1Petrus 2:11-25). Paulus berkata bahwa seyogyanya kita berdoa "untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan" (1Tim 2:2). Kita harus hidup berdamai dengan orang lain, dan untuk itu kita mesti memulainya lebih dulu (Roma 12:18). Namun keadaan yang sangat damai ternyata juga mengandung tantangan. Kita dapat dengan mudah menyerah pada godaan untuk berpikir secara duniawi atau hidup bagi hal-hal duniawi. Jika kita melakukannya, berarti kita adalah pecundang. Namun jika kita memfokuskan perhatian pada hal-hal yang kekal sambil menikmati masa yang dijalani sekarang, maka kita akan memperkaya diri sendiri dan orang lain. Dalam banyak segi, hal ini lebih banyak menimbulkan tantangan daripada pertentangan. Namun dengan Roh-Nya kita dapat memiliki pemikiran surgawi sementara menikmati kehidupan di dunia.

Pikirkan Lebih Lanjut. Adakah kesetiaan Anda kepada Kristus membuat Anda tampak "aneh" di mata teman-teman, rekan kerja, tetangga, dan keluarga Anda? Adakah orang-orang yang belum percaya menanggapi secara positif ketika Anda berusaha berbicara tentang iman Anda? Apakah Anda mengizinkan orang lain mengetahui bahwa Anda pengikut Kristus? Apa yang terjadi manakala Anda menolak untuk mengikuti aktivitas teman-teman yang Anda tahu akan mengecewakan Tuhan?

KESETIAAN

Ketika berbicara di hadapan orang banyak, Yesus berkata, "Jikalau seseorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku" (Lukas 14:26). Yesus memberitahu kedua belas murid-Nya, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku" (Matius 10:37).

Kesetiaan seperti apakah yang diinginkan Kristus? Para anggota korps marinir Amerika Serikat hidup dengan motto Semper Fidelis yang artinya "Tetap setia." Ia harus setia penuh kepada para komandannya dan terutama kepada komandan tertinggi, yaitu Presiden Amerika Serikat. Seorang marinir memegang sumpahnya, bahkan sampai mati, demi kepentingan negaranya. Ia tidak akan mau menjalankan perintah dari musuh, ataupun berhenti di tengah jalan saat melaksanakan misi militer. Ia berkomitmen untuk "tetap setia." Semper Fidelis dapat juga menjadi motto bagi para pengikut Kristus.

Allah menuntut kita untuk mengutamakan kesetiaan kepada-Nya lebih dari hubungan-hubungan yang lain — maksudnya lebih dari keterikatan kita dengan setiap orang, hal-hal duniawi, maupun tujuan-tujuan pribadi. Kedengarannya radikal, bukan? Kristus bahkan menggunakan kata yang keras, yakni benci, untuk menjelaskan sikap yang harus kita miliki terhadap semua orang termasuk keluarga. Istilah-istilah yang keras digunakan untuk menekankan masalah ini karena Dia menganggap kesetiaan dan ketidaksetiaan sebagai hal yang sangat serius.

Bagaimana keluarga dan teman-teman dapat menggoyahkan kesetiaan kita? Untuk menjawab hal itu, mari kita lihat kehidupan William Carey (1761-1834). Tatkala berusia 31 tahun, Carey mengatakan kepada istrinya bahwa ia merasa Allah ingin dia pergi ke India sebagai utusan Injil. Pada awalnya istrinya tidak mau pergi. Hal itu dapat dimengerti karena mereka mempunyai 3 anak yang masih kecil dan sedang menantikan kelahiran anak yang keempat. Airmata sang istri sangat menyentuh hati Carey yang begitu peka, sehingga mereka membicarakannya lagi. Akhirnya mereka sepakat untuk tetap pergi meski tidak bersamaan. Anak laki-laki mereka yang berusia 8 tahun akan pergi bersama Carey lebih dulu. Satu atau dua tahun kemudian barulah istri dan anak-anaknya yang lain akan menyusul. Ketika ayah Carey mendengar rencana tersebut, ia berkata, "Apakah William sudah gila?" Kemudian dengan segala cara ia berusaha mengurungkan niat Carey. Meski demikian, Carey percaya bahwa Allah memang mengutus dirinya ke India. Karena itu ia lebih memilih untuk menyenangkan Allah walaupun itu merenggangkan hubungannya dengan orang-orang terdekatnya.

Apa sajakah yang dapat menghalangi kesetiaan kita? Selain ketegangan yang dapat muncul dalam keluarga karena kesetiaan kita kepada Kristus, keberadaan orang lain dan aktivitas-aktivitas kita juga dapat merebut hidup kita yang seharusnya hanya layak dimiliki Kristus. Rasul Paulus memperingatkan orang-orang percaya di Roma, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna" (Roma 12:2).

Yohanes juga menasihatkan kita agar berhati-hati terhadap godaan duniawi (1Yohanes 2:15,16). Memelihara kebiasaan yang tidak berkenan kepada Allah atau dengan kata lain di luar Kristus, akan membentuk sikap dan tindakan-tindakan yang dapat memberi celah bagi Setan (1Yohanes 3:8; 5:19). Sebelum Yosua meninggal, ia menantang bangsa Israel untuk meneguhkan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Ia berkata, "Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang Sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN" (Yosua 24:15)

Yesus juga berbirara tentang sesuatu yang dapat menjauhkan kesetiaan kita dari Kristus, yakni uang. Kita semua pasti selalu berhubungan dengan uang. Ia berkata, "Tidak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mamon uang" (Matius 6:24). Paulus memperingatkan, "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman" (1Tim 6:10).

Mengapa pemusatan pada kepentingan diri sendiri dapat disebut bentuk kesetiaan yang lain? Pada bagian sebelumnya kita telah membaca bagaimana perintah untuk menyangkal diri (Lukas 9:23) diterapkan dalam keberanian kita untuk mempertaruhkan hidup dan reputasi bagi Kristus. Pada bagian ini kita akan menerapkan perintah untuk menyangkal diri dalam hal setia kepada Kristus dengan mengesampingkan cara hidup dan cara berpikir kita yang berpusat pada diri sendiri. Pengabdian pada diri sendiri untuk memenuhi kepentingan egois kita merupakan sumber dosa. Adam dan Hawa adalah pengkhianat pertama dari rencana Allah, dan sejak itu semua orang cenderung menempatkan kesetiaan kepada diri sendiri di atas kesetiaan kepada Allah. Roma 3 mengingatkan, "Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah… Rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu" (ayat 11,18).

Keputusan untuk berlaku setia melibatkan risiko juga. Sebagai contoh, Nuh memutuskan untuk hidup bagi Allah dan tidak mengikuti cara orang-orang di sekitarnya (Kejadian 7,8; Ibrani 11:7). Musa memilih untuk setia kepada Allah dan bangsanya daripada menikmati kesenangan hidup sebagai anggota keluarga Raja Firaun (Ibrani 11:24-27). Daniel dan ketiga temannya lebih memilih disebut pengkhianat raja daripada mengorbankan kesetiaan mereka kepada Tuhan (Daniel 1:8; 3:1-28; 6:1-23). Rahab menunjukkan kesetiaannya kepada Allah Israel ketika orang-orang Israel hendak menyerang Yerikho (Yosua 2:1-21; Ibrani 11:31).

 Memang, Tuhan menghendaki agar Anda mengasihi pasangan Anda, anak-anak Anda, orangtua Anda (Efesus 5:25,28; Titus 2:4). Dia ingin Anda menghormati pemerintah. Dia juga ingin Anda mengasihi diri sendiri karena kasih itu merupakan ukuran yang akan Anda gunakan untuk mengasihi sesama (Matius 22:39; Lukas 10:27). Namun kasih Anda kepada Allah harus sedemikian kuat sehingga ketaatan Anda kepada-Nya ada di atas semua keinginan Anda, keluarga, teman-teman, atasan, maupun masyarakat. Pikirkan Lebih Lanjut. Dengan melihat penggunaan waktu Anda, kepada siapa sajakah Anda menunjukkan kesetiaan? Apa yang mesti dilakukan agar pemikiran-pemikiran Anda mencerminkan kesetiaan kepada Tuhan? Apa sajakah tekanan-tekanan di rumah atau di tempat kerja yang "berisiko"? Di manakah harta Anda berada? (Matius 6:21). Apakah standar-standar perilaku Anda mencerminkan kemurnian Allah, ataukah Anda sedang dibentuk oleh dunia ini?


KESERUPAAN DENGAN DIA

Yesus berkata kepada para murid-Nya, "Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu" (Yohanes 13:13-15). Pada kesempatan yang lain, Yesus juga mendorong murid-murid-Nya untuk mengikut Dia (Lukas 9:23). Rasul Yohanes menulis, "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup" (1Yohanes 2:6). Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus menulis, "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus" (1Kor 11:1).

Apakah arti menjadi serupa dengan Kristus? Menjadi serupa dengan seseorang berarti meniru segala tindakannya semirip mungkin, dan menjadikan karakteristik-karakteristiknya sebagai model dalam hidup kita. Anak-anak meniru orangtua. Disadari atau tidak, mereka mencontoh cara-cara ayah atau ibunya berbicara, berjalan, dan berhubungan dengan orang lain. Melalui perkataan dan perbuatan orangtua, anak-anak belajar tentang cara menanggapi berbagai macam keadaan dalam hidup. Jika seorang ayah pulang ke rumah dan menendang anjingnya, anaknya mungkin berpikir bahwa tingkah laku tersebut dapat diterima sehingga ia akan melakukan hal yang sama. Jika seorang ayah selalu bersikap jujur dalam perkataan maupun perbuatannya, sering kali anak-anaknya akan melakukan juga hal tersebut. Sebagai anak-anak Allah yang beriman dalam Kristus, kita harus meniru Dia. Kita harus belajar menaati Allah dengan hidup seperti Yesus. Jika kita bergantung penuh kepada-Nya, menyediakan waktu untuk berdoa dan belajar mengenal Dia melalui Alkitab, niscaya kita akan rindu untuk meniru cara hidup-Nya. Sebagian besar dari apa yang telah kita bicarakan dapat diterapkan dalam mengikut Kristus. Karena itu, mari kita perhatikan bagaimana kita dapat menjadi serupa dengan Dia dalam 3 aspek yang telah kita diskusikan, kemudian ditambah beberapa cara tambahan yang akan membantu kita untuk mengikuti cara hidup-Nya.

Bagaimana Yesus memperlihatkan ketergantungan-Nya kepada Allah Bapa? Meski Yesus adalah Allah Anak, namun selama berada di dunia Dia dengan sukarela menyerahkan kuasa ilahi-Nya supaya menjadi sama dengan kita (Filipi 2:5-11). Dia hidup bergantung kepada Bapa dan Roh Kudus. Yesus berkata, "Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya… Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku" (Yohanes 5:19,30). Kristus hidup dalam persekutuan yang terus-menerus dengan Bapa. Dia selalu berdoa, meluangkan waktu untuk berbicara dengan Bapa-Nya, dan menerima petunjuk bagi pelayanan-Nya. Penulis kitab Ibrani menyatakan bahwa Yesus belajar taat melalui penderitaan (Ibrani 5:8). Dia menanggapi penderitaan dan pencobaan dengan cara yang benar karena Dia bersandar kepada Bapa-Nya.

Bagaimanakah Yesus memberi teladan dalam menanggung risiko? Teladan yang paling nyata adalah saat Dia bersedia menjalani hukuman karena dosa kita di atas kayu salib. Dia mempersembahkan segenap hidup-Nya untuk melakukan kehendak Bapa. Petrus menulis, "Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya" (1Petrus 2:21). Dalam berbagai peristiwa selama hidup-Nya di dunia, Yesus juga menanggung siksaan dari orang-orang yang tidak menghargai apa yang harus dikatakan-Nya. Dia melawan kemunafikan para pemimpin agama, mengutuk mereka yang tidak percaya, meluangkan waktu bersama orang-orang yang dikucilkan masyarakat untuk membawa kabar keselamatan bagi mereka, dan melakukan yang benar tanpa mempedulikan pendapat orang lain.

Bagaimana Yesus menunjukkan kesetiaan-Nya kepada Bapa? Selama Yesus dicobai di padang gurun, Setan mengatakan bahwa ia akan memberikan semua bangsa kepada Yesus jika Dia mau menyembahnya (Matius 4:8,9). Namun Yesus menunjukkan kesetiaan-Nya kepada Bapa dengan berkata, "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau ber-bakti!" (ayat 10). Pada kesempatan lain, kerumunan orang banyak berkumpul mengelilingi Yesus. Musuh-musuh-Nya menuduh Dia bekerja sama dengan Setan karena Dia dapat mengusir Setan (Mrk 3:20-30). Waktu kaum keluarganya mendengar hal itu, mereka berkata, "Ia tidak waras lagi" (ayat 21). Tatkala Yesus mendengar bahwa keluarga-Nya hendak menemui-Nya, Dia malah memandang orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya dan berkata, "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibu-Ku" (ayat 34,35). Kesetiaan-Nya kepada Bapa dan pengikut-pengikut-Nya menempati prioritas yang lebih tinggi dari keluarga-Nya sendiri. Selain teladan Yesus dalam hal bergantung kepada Bapa, menanggung risiko, dan kesetiaan, kita dapat menemukan lebih banyak lagi teladan-Nya yang patut kita ikuti. Antara lain cara Dia melayani orang lain, cara Dia menanggapi orang-orang yang membutuhkan, cara Dia mengampuni, cara Dia menanggung pencobaan, dan cara Dia menangani kekayaan.

Bagaimana cara Kristus melayani orang lain? Yesus menggambarkan kehidupan-Nya seperti ini: "Anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Matius 20:28). Rasul Paulus menekankan bahwa kehidupan Kristus merupakan teladan bagi kita ketika ia menasihati jemaat Filipi untuk melayani seorang akan yang lain dalam kasih. Ia menasihati mereka untuk tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri, sebaliknya menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri (2:3,4). Ia meneguhkan mereka untuk mengikuti sikap Kristus, yang mengambil sikap seorang hamba dan "merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati" (ayat 8). Barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. — 1Yohanes 2:6. Dalam suratnya kepada jemaat Korintus, Paulus menulis, "Jadilah pengikutku sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus" (1Kor 11:1). Paulus menginginkan agar jemaat Korintus mengikuti sikap pengurbanan diri yang ditunjukkan Kristus karena hal itu akan membantu orang-orang menemukan keselamatan (1Kor 10:33). Yesus telah memperlihatkan pelayanan yang rendah hati dengan cara yang dramatis tatkala Dia membasuh kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13). Dia berkata, "Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu" (ayat 14,15). Kita harus mencontoh kerendahan hati-Nya dan bersedia mengesampingkan "hak-hak" kita demi menolong orang lain. Pelayanan yang penuh kasih bagi sesama ini berkaitan langsung dengan kasih kita kepada Allah. Yesus berkata, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:35). Yohanes menulis, "Inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita" (1Yohanes 3:23). Pada kenyataannya, kasih seperti yang dimiliKi Kristus merangkum semua perintah yang Allah kehendaki untuk kita taati. Ketika berbicara kepada seorang pemimpin agama Yesus berkata bahwa semua perintah tersebut dapat diringkas menjadi dua: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:34-40).

Bagaimana Kristus menanggapi mereka yang membutuhkan pertolongan? Yesus memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Dia menolong orang yang sakit dan menyambut mereka yang dikucilkan oleh masyarakat seperti "pemungut cukai dan orang berdosa" (Matius 9:10). Dia digerakkan oleh belas kasihan yang besar ketika melihat begitu banyak orang yang lapar dan haus secara rohani. Dia juga merindukan lebih banyak pekerja yang mau menyebarkan kabar baik tentang keselamatan (Matius 9:36-38). Dia memberi makan ribuan orang yang lapar (Matius 15:32-39). Dia memberikan keselamatan dengan murah hati kepada seorang pencuri yang bertobat, yang disalibkan bersama-sama dengan Dia (Lukas 23:39-43). Bahkan saat berada di atas kayu salib pun, Dia masih menanggapi perhatian sang ibu (Yohanes 19:25-27). Dia bersabar dengan Tomas yang selalu ragu-ragu (Yohanes 20:24-29). Dengan lemah lembut Dia meyakinkan Petrus akan kasih-Nya, dan menguatkannya untuk tetap setia, bahkan setelah ia menyangkal Tuhan (Yohanes 21:15-23).

Bagaimana Kristus mengampuni? Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus berkata, "Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu. Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita" (Efesus 4:32-5:2). Mungkin tidak mudah bagi kita untuk meneladani Yesus dalam hal mengampuni orang lain yang telah menyakiti kita begitu dalam. Namun kita akan mengalami sukacita pengampunan dan indahnya bersekutu de ngan Allah manakala kita mengampuni mereka yang bersalah kepada kita (Matius 6:14,15). Renungkan kembali semua dosa Anda yang telah diampuni Allah. Sadarilah bahwa kesalahan orang yang telah bersalah kepada Anda tak mungkin sama besarnya dengan dosa Anda terhadap Tuhan. Lalu mulailah berdoa bagi mereka dan bersedialah untuk mengampuni mereka. Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus. — Paulus (1Kor 11:1)

Bagaimana Kristus mengalahkan pencobaan? Ketika berada di padang gurun, sebelum pelayanan-Nya di dunia, Yesus menghadapi pencobaan yang berat (Matius 4:1-11). Setan mencobai Yesus dengan menyuruh Dia menghilangkan rasa lapar dengan mengubah batu menjadi roti. Si jahat berusaha membuat Yesus menguji kepedulian Bapa dengan menyuruh Yesus melompat dari bangunan yang tinggi. Setan juga menyodorkan jalan pintas agar Yesus dapat menguasai seluruh kerajaan di muka bumi jika mau menyembahnya. Namun dalam setiap pencobaan, Yesus menanggapinya dengan kebenaran dan kuasa dari firman Allah. Penulis Mazmur 119 berkata, "Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau" (ayat 11). Rasul Paulus menyebut firman Tuhan sebagai "pedang roh" yang kita gunakan dalam peperangan melawan kuasa setan (Efesus 6:17). Firman Tuhan merupakan bekal yang diberikan Allah bagi kita agar dapat menang bahkan dari pencobaan yang paling hebat sekalipun (1Kor 10:13).

Bagaimanakah Kristus memandang kekayaan? Seorang muda kaya yang menganggap dirinya baik dan selalu memegang perintah Tuhan, bertanya apa yang harus ia lakukan untuk memperoleh hidup kekal. Kepadanya Yesus berkata, "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga" (Mrk 10:21). Kepada murid-murid-Nya, Yesus juga pernah berkata, "Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di surga yang tidak akan habis" (Lukas 12:33). John Wesley, pendiri aliran Methodis (1703-1791) memperhatikan baris-baris ayat tersebut dengan serius sehingga ia hidup sangat sederhana dan memberikan penghasilannya sesegera mungkin setelah ia menerimanya. Semboyannya ialah "Kumpulkan sebanyak mungkin, tabunglah sebanyak mungkin, berikan sebanyak mungkin." Berdasarkan standar waktu itu, John Wesley mengumpulkan uang dalam jumlah yang sangat besar, tetapi saat meninggal beberapa bulan setelah ulang tahunnya yang ke-88, ia hampir-hampir tidak meninggalkan satu sen pun. Ia benar-benar mempraktekkan apa yang dikhotbahkannya. Apakah Allah menuntut semua pengikut-Nya melakukan hal yang sama seperti orang muda kaya dalam kitab Markus tadi, yakni untuk menjual semua yang mereka miliki dan memberikannya kepada orang miskin? Tentu tidak. Buktinya, sahabat-sahabat-Nya, yakni Lazarus, Maria, dan Marta juga tetap tinggal di rumah mereka di Betania. Kalau kita membaca Kisah Para Rasul, kita juga tidak menemukan para rasul menuntut hal tersebut. Hubungan pribadi kita dengan Bapa surgawi harus teguh, tetapi bukan berarti statis. Dia ingin anak-anak-Nya terus bertumbuh dalam pengenalan akan Dia dan lebih dekat kepada-Nya. — John. R. W. Stott. Tuhan ingin kita menikmati hal-hal baik yang Dia berikan kepada kita, tetapi Dia mengingatkan supaya kita mau membagi milik kita dengan sesama, dengan mata tertuju pada tuaian yang kekal. Kita harus menyadari bahwa uang dan harta milik hanya bersifat sementara, dan kita harus lebih peduli untuk mengumpulkan harta di surga (Matius 6:19-21). Hal-hal di atas hanyalah beberapa cara yang dapat kita ikuti untuk meneladani Kristus. Saat meluangkan waktu untuk membaca Injil, kita akan menemukan cara-cara lain yang juga bisa diteladani sehingga kita dapat menyerupai Dia dalam menghadapi berbagai situasi dan berbagai macam orang.

Pikirkan Lebih Lanjut. Tujuan kita menjadi pengikut Yesus Kristus adalah untuk semakin mengenal Dia dan menjadi semakin serupa dengan-Nya. Hal itu tidak akan terjadi dalam semalam, tetapi merupakan suatu proses pertumbuhan dan pendewasaan yang tak akan pernah berakhir sampai kita bertemu Dia kelak. Jika hal itu merupakan tujuan Anda, bagaimana Anda mengatur kembali prioritas dalam kehidupan sehari-hari? Dengan cara apa Anda mengikuti teladan Kristus? Adakah aspek-aspek hidup yang dapat dijalani menurut cara Anda sendiri?


Lagi!

Pada akhir suatu pertunjukan rnusik yang memukau, para penonton mungkin akan berteriak, "Lagi! Lagi" Itulah cara penonton mengungkapkan bahwa mereka menyukai apa yang mereka dengar, dan ingin mendengarnya lagi. Di penghujung hari, setelah menyelesaikan segala pekerjaan, menikmati makanan, menanggapi berbagai macam situasi, dan berhubungan dengan berbagai orang, dapatkah kita membayangkan Yesus berkata, "Lagi! Lagi!" kepada kita? Mungkinkah Dia ingin "melihat pertunjukan kehidupan kita" diulang keesokan harinya? Anda tak perlu berpikir bahwa Dia meminta kita harus sempurna hari ini dan hari-hari berikutnya. Dia mengerti bahwa kadang kala kita gagal, bahwa kita perlu terus-menerus berusaha dalam hidup ini, bahwa kita sedang dalam proses pertumbuhan. Namun apakah Tuhan akan senang bila melihat kita bergantung kepada-Nya, rela menanggung risiko karena Dia, setia kepada-Nya, dan rindu untuk menjadi serupa dengan Dia? Mungkinkah Dia menyukai pertunjukan itu, sehingga ingin melihatnya lagi? Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia. — Matius 25:23.

Di akhir hidup kita, tatkala kita berdiri di hadapan Kristus, kata-kata paling indah yang mungkin akan kita dengar adalah, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia" (Matius 25:23). Pujian tertinggi dari-Nya akan diberikan kepada mereka yang dengan iman menerima anugerah keselamatan-Nya dan terus-menerus hidup bergantung kepada-Nya. Yesus adalah "dirigen konser" kehidupan kita. Jika kita mengikuti pimpinan-Nya, maka "musik" yang kita hasilkan akan mendapat sambutan, "Lagi!" dari-Nya untuk saat ini dan "Baik sekali," kelak di kemudian hari.

 
Definisi Istilah:

Murid: Seorang pengikut, seorang pelajar. Istilah ini ditujukan kepada mereka yang memutuskan untuk mengabdi dan taat kepada Yesus.

Bergantung: Mengandalkan, percaya, atau beriman. Dalam buku ini, istilah tersebut mengacu pada hubungan intim dengan Yesus yang harus kita miliki, yang mengungkapkan kasih kita dan menunjukkan hikmat dan kekuatan-Nya.

Iman: Keyakinan, kepercayaan, suatu ungkapan kepercayaan dan ketergantungan. Kita menerima anugerah keselamatan oleh iman, dan menaruh jiwa kita dalam pemeliharaan Kristus karena Dia menunjukkan bukti bahwa diri-Nya layak dipercaya, yakni melalui kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Kita harus hidup dalam iman, dan terus-menerus bersandar kepada pertolongan Kristus.

Keselamatan: Pengampunan atas dosa, yang dijamin oleh kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus. Kita dibebaskan dari hukuman mati dan kuasa dosa tatkala menerima anugerah pengampunan, hanya dengan percaya kepada Kristus.
Ketaatan: Menundukkan kehendak diri kita dan membiarkan kehendak orang lain yang terjadi. Sudah sepantasnya kita melakukan apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup kita.

Risiko: Bahaya akan kehilangan sesuatu. Kita harus taat kepada Kristus apa pun risiko yang harus kita tanggung; namun kelak Dia akan mengganti lebih dari kehilangan-kehilangan kita.

Memikul Salib: Bersedia menanggung segala aniaya yang mungkin datang karena kita mengenal Kristus.

Kesetiaan: Bersumpah setia kepada seseorang atau kepada suatu kepentingan. Pengikut Kristus harus berjanji untuk setia penuh kepada Tuhan dan tujuan-tujuan-Nya.

Menjadi Serupa: Sebuah salinan, model, atau replika. Sebagai orang-orang percaya, kita harus mengikuti teladan Kristus, dan menjadi semakin serupa dengan Dia dalam sikap dan perbuatan.

Sumber dari :Originally published in English under the title What Does It Take to Follow Christ? By: Herb Vander Lugt  dan Kurt De Haan


0 komentar:

Post a Comment

Blog Rankings

Arts Blogs - Blog Rankings