Alkisah suatu ketika, Kapak, Gergaji, Palu, dan Nyala
Api sedang mengadakan perjalanan bersama-sama. Di suatu tempat, perjalanan
mereka terhenti karena terdapat sepotong besi baja yang tergeletak menghalangi
jalanan. Mereka berusaha menyingkirkan baja tersebut dengan kekuatan yang
mereka miliki masing-masing.
"Itu bisa aku singkirkan," kata Kapak. Pukulan-pukulannya
keras sekali menghantam baja yang kuat dan keras juga itu. Tapi tiap bacokan
hanya membuat kapak itu lebih tumpul sendiri sampai ia berhenti.
"Sini, biar aku yang urus," kata Gergaji.
Dengan gigi-gigi yang tajam tanpa perasaan, iapun mulai menggergaji. Tapi kaget
dan kecewa ia, semua giginya jadi tumpul dan rontok.
"Apa kubilang," kata Palu, "Kan aku
sudah omong, kalian tak bisa. Sini, sini aku tunjukkan caranya." Tapi baru
sekali ia memukul, kepalanya terpental sendiri, dan baja tetap tak berubah.
"Boleh aku coba?" tanya Nyala Api. Dan iapun
melingkarkan diri, dengan lembut menggeluti, memeluk, dan mendekapnya erat-erat
tanpa mau melepaskannya. Baja yang keras itupun meleleh cair.
Ada banyak hati yang cukup keras untuk melawan
kemurkaan dan amukan kemarahan demi harga tinggi. Tapi jarang ada hati yang
tahan melawan nyala api cinta kasih yang hangat. Betapa arif bijak ada dalam
sebuah kelembutan dan kehangatan.seperti api mencairkan hati yang dingin. Ah,
tak ada yang tahan menampik nyala cinta kasih.
Cintailah orang yang kau cintai sekedarnya saja: siapa tahu. pada suatu
hari kelak, ia akan berbalik menjadi orang yang kaubenci. Dan bencilah
orang yang kau benci sekedarnya saja; siapa tahu. pada suatu hari kelak,
ia akan menjadi orang yang kaucintai.
(Imam Ali RA)
0 komentar:
Post a Comment