Apakah mujizat itu? Menurut kamus
Gering ; (sesuatu hal yang ajaib). Sesuatu pekerjaan atau perbuatan yang
ajaib dan mengandung kuasa yang tidak dapat dikerjakan menurut hukum alam, dan
dalam hal ini sebagai memperlihatkan Daya
Perantara daripada Allah! Mujizat diadakan dengan maksud untuk
memperlihatkan Kekuasaan Allah,
untuk menetapkan Keilahian Kristus,
dan untuk menempelak ketidakpercayaan dan sifat sombong orang. Lebih dari 70
macam mujizat tersebut dalam Perjanjian Lama, dan hampir begitu juga tersurat
dalam Perjanjian Baru. Sebagai contoh bacalah misalnya, Bil 22:28; 1Raj 17:6; Mat 9:18; 14:25.
MUJIZAT
Alkitab menggunakan beberapa
kata Ibrani, Aram dan Yunani untuk mengartikan pekerjaan Allah yang hidup dalam
alam dan sejarah. Semuanya diterjemahkan ‘tanda’ atau ‘mujizat’ (TANDA). Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa pekerjaan Allah itu adalah:i
1. Ganjil, ajaib; diungkapkan dengan mengasalkannya dari kata Ibrani
berakar pl’, ‘berbeda’, khususnya partisipium nifla’ot (ump Kel 15:11; Yos 3:5);
berasalkan kata Aram temah (Dan 4:2-3; 6:26), dan berasalkan kata Yunani teras
(ump Kis 4:30; Rom 15:19).
2. Berkuasa, berkekuatan; diungkapkan dengan kata Ibrani gevura (Mzm 106:2;
145:4) dan kata Yunani dunamis (ump Mat 11:20*; 1Kor 12:10*; Gal 3:5).
3. Penuh arti, bermakna; diungkapkan dengan kata Ibrani ‘ot (ump Bil 14:11;
Neh 9:10), dengan kata Aram ‘at (Dan 4:2-3; 6:26), dan dengan kata Yunani
semeion (ump Yoh 2:11; 3:2; Kis 8:6).
Mujizat dan hukum alam
Hal yang paling membingungkan mengenai mujizat timbul karena kegagalan
melihat, bahwa Alkitab tidak gamblang membedakan pemeliharaan Allah yang tetap
dan berdaulat dari tindakan-tindakan-Nya yang khas istimewa. Kepercayaan kepada
mujizat dikaitkan dengan pandangan dunia, yang memandang seluruh ciptaan tergantung
pada Allah yang terus-menerus
bekerja dan menopang ciptaan-Nya, dan tunduk kepada kehendak-Nya yang berdaulat
(bnd Kol 1:16-17). Ketiga segi karya Allah yaitu ajaib, berkuasa, bermakna
— terdapat bukan hanya dalam tindakan-Nya yang khusus, tapi juga
dalam seluruh tatanan alam ciptaan-Nya (Rom 1:20). Tatkala pemazmur menyanyikan
perbuatan-perbuatan Allah yang begitu hebat, ia bergerak dari penciptaan alam ke pelepasan dari Mesir
(Mzm 135:6-12). Dalam Ayub 5:9-10; 9:9-10 kata nifla’ot menunjuk kepada apa yg
sekarang ini disebut ‘peristiwa-peristiwa alam’ (bnd Yes 8:18: Yeh 12:6).
a. Mujizat-mujizat palsu
Yesus menolak tegas untuk memberi tanda dari sorga, membuat mujizat yang
tak berguna dan menggemparkan, melulu untuk menjamin ajaran-Nya (TANDA).
Bagaimanapun juga kemampuan membuat mujizat tak dapat memberikan jaminan
demikian. Ada cerita baik dalam Alkitab maupun di luar Alkitab tentang
perbuatan mujizat oleh orang-orang yang menentang tujuan-tujuan Allah (bnd Ul
13:2-3; Mat 7:22; 24:24; 2Tes 2:9; Wahy 13:13; Why 16:14; 19:20). Menolak
membuat mujizat demi mujizat itu sendiri gamblang membedakan cerita-cerita
mujizat dalam Alkitab dari cerita umum tentang tanda-tanda ajaib.
Mujizat palsu dapat dibedakan dari mujizat yg benar melalui fakta, bahwa
mujizat yang benar sama dan selaras dengan pengetahuan yang dimiliki oleh orang
percaya tentang Allah, sekaligus memperluas dan memperdalam pengetahuan itu.
Maka Israel harus menolak setiap pembuat mujizat yang menyangkal Yahweh(Ul
13:2-3).
b. Mujizat dan iman
Membuat mujizat dimaksudkan untuk memperdalam pengertian orang tentang
Allah. Mujizat adalah media Allah untuk berbicara secara dramatis kepada
orang-orang yang mempunyai telinga untuk mendengar. Peristiwa mujizat berkaitan
langsung dengan iman para pengamat atau orang-orang yang terlibat langsung (bnd
Kel 14:31; 1Raj 18:39) dan dengan iman orang-orang yang akan mendengar atau
membacanya kemudian (Yoh 20:30-31). Yesus mencari iman sebagai tanggapan atas
kehadiran-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya yang menyelamatkan; imanlah yang
‘membuat utuh’, dan yang membuat perbedaan antara pengungkapan yang murni
ciptaan dan komunikasi yang menyelamatkan dari penyataan-Nya akan Allah.
Penting dicatat, bahwa iman pada pihak manusia yang terlibat bukanlah
syarat mutlak untuk membuat mujizat, dalam arti, bahwa Allah tidak bisa sendiri
melakukan mujizat tanpa iman di pihak manusia. Mrk 6:5 sering dikutip untuk menopang
pandangan yang salah itu, tapi Yesus tidak melakukan perbuatan perkasa di
Nazaret, bukanlah karena ketidakpercayaan orang-orang itu membatasi
kekuasaanNya — Markus melaporkan bahwa Dia menyembuhkan beberapa
orang sakit di sana — tapi adalah karena Dia tidak dapat meneruskan
penginjilan-Nya atau memasyhurkan Injil-Nya dalam tindak perbuatan, di mana
orang tidak bersedia menerima kabar baik-Nya dan menerima diriNya sendiri. Melakukan
mujizat untuk orang banyak atau orang-orang yang tak percaya tidak selaras dengan tugas
pekerjaanNya: dalam arti inilah Dia tak dapat membuat mujizat di Nazaret.
c. Mujizat-mujizat dan Firman Allah
Juga penting diperhatikan — bahkan dalam beberapa hal adalah yg
terpenting — bahwa mujizat sekalipun ihwalnya dapat dihisabkan
kedalam bentuk biasa peristiwa alami (ump beberapa tulah di Mesir), kejadian
itu sendiri diberitahukan Allah melalui hamba-Nya (bnd Yos 3:7-13; 1Raj 13:1-5) atau terjadi sesudah
diperintahkan atau didoakan oleh hamba-Nya (bnd Kel 4:17; Bil 20:8; 1Raj
18:37-38); kadang-kadang baik berita pendahuluan maupun perintah dicatat (bnd
Kel 14). Segi ini menekankan sekali lagi adanya hubungan mujizat dengan
penyataan, dan hubungan mujizat dengan Firman Allah yang menciptakan.
d. Masa-masa krisis dalam sejarah suci
Hubungan lain antara mujizat dan penyataan ialah bahwa mujizat-mujizat itu
berkelompok sekitar masa-masa krisis dalam sejarah suci. Perbuatan Allah yang paling utama dan perkasa ialah
melepaskan Israel di Laut Merah dan membangkitkan Yesus Kristus; yang pertama ialah puncak pertentangan dengan
Firaun bersama allah-allah Mesir (Kel 12:12; Bil 33:4), yang kedua ialah puncak
karya Allah membebaskan dalam Kristus dan perang melawan semua kuasa Iblis.
Beberapa mujizat juga terjadi pada zaman Elia dan Elisa, tatkala seluruh Israel
nampak akan terjerumus murtad (bnd 1Raj 19:14); waktu Yerusalem dikepung pada
pemerintahan Hizkia (2Raj 20:11); selama Pembuangan (Dan); dan pada permulaan
misi agama Kristen.
Mujizat-mujizat dalam PB
Pendapat bahwa mujizat-mujizat PB lebih dapat dipercaya dalam terang
psikologi modern atau pengobatan psikosomatis, karena mengesampingkan peri
mujizat-mujizat alam. Mujizat-mujizat PB yang lebih dapat diterima itu seperti pesta
kawin di Kana, angin ribut diredakan, kesembuhan serta merta orang-orang sakit
dan yang cacat, dan pembangkitan orang mati. Tidak ada alasan a priori untuk
menganggap bahwa Yesus tidak menggunakan sumber-sumber kekuatan jiwa dan roh
manusia, seperti yang sekarang digunakan dalam psikoterapi; tapi
peristiwa-peristiwa mujizat lainnya memperhadapkan kita pada bidang-bidang yg
tak dikenal oleh psikoterapi dan juga kurang ditemui oleh ‘penyembuh-penyembuh
rohani’.
Tapi, ada alasan untuk memandang mujizat Yesus Kristus dan juga mujizat yang
dilakukan dalam nama-Nya berbeda dari mujizat-mujizat PL. Dahulu, Allah
melakukan pekerjaan perkasa dalam kuasa-Nya yang transenden dan menyatakannya
kepada hamba-hamba-Nya, atau kadang-kadang menggunakan hamba-hamba-Nya sebagai
pelaku perbuatan-perbuatan ajaib demikian, tapi dalam Yesus, Allah sendiri yang
berinkarnasi dan berhadapan muka dengan manusia, bebas bertindak dalam
kekuasaan yang berdaulat di dunia yang adalah ‘milik-Nya sendiri’. Ketika
rasul-rasul melakukan pekerjaan-pekerjaan serupa dalam nama-Nya, mereka
bertindak dalam kuasa Tuhan yang sudah bangkit, dengan Siapa hubungan mereka
erat sekali, sehingga Kis hanya melanjutkan cerita peristiwa mujizat yang sudah
Yesus lakukan dan ajarkan waktu Dia masih bekerja di bumi (bnd Kis 1:1).
Menekankan kehadiran langsung dan tindakan Allah dalam Kristus, bukanlah
menyangkal kesinambungan pekerjaan-Nya dengan tahap terdahulu dalam rangka
‘pengurusan-Nya’ atas dunia ini. Pada daftar perbuatan yg diberikan Tuhan Yesus
menjawab pertanyaan-pertanyaan Yohanes Pembaptis (Mat 11:5), yang paling
mengherankan ialah penyembuhan orang kusta dan pembangkitan orang mati, yang
mempunyai peristiwa sejajar dalam PL, terutama yg dilakukanoleh Elisa. Yang
paling menonjol ialah kaitan erat antara perbuatan dan ucapan Yesus. Orang buta
melihat, orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, dan pada saat itu juga
Injil diberitakan kepada orang miskin, dan dengan demikian diberikan
penglihatan rohani, pendengaran rohani dan kekuasaan rohani untuk berjalan
dalam jalan yang dikehendaki Allah, kepada`orang-orang yang haus dan lapar
secara rohani.
Sekali lagi, mujizat-mujizat penyembuhan jauh lebih banyak pada zaman PB
daripada zaman PL. PL mencatat mujizat-mujizat itu satu demi satu tanpa memberi
tanda bahwa ada lagi yang lain yang belum dicatat. Tapi Injil dan PB umumnya
mengulang-ulangi bahwa mujizat-mujizat yang diterangkan hanyalah bagian kecil
dari yang sudah pernah dikerjakan. Di sini contoh-contoh tersendiri dari
penyataan kuasa Allah yang berdaulat, membuka jalan bagi serangan habis-habisan
atas kekuasaan setan dan penyakit.
Pekerjaan-pekerjaan Yesus tegas dibedakan dari pekerjaan-pekerjaan orang
lain oleh cara atau gaya kerja mereka. Dalam cara Yesus menangani orang sakit
dan yang dirasuk setan tampil berperan kekuasaan yang dimiliki-Nya. Nabi-nabi
melakukan perbuatan-perbuatan mereka dalam nama Allah atau sesudah berdoa
kepada-Nya. Tapi Yesus membuang setan dan menyembuhkan penyakit dengan gagah
dan kuasa yang sama seperti Ia mengucapkan pengampunan dosa kepada orang
berdosa; memang, Ia dengan sadar menghubungkan kedua kekuasaan itu (Mrk 2:9-11).
Tapi serentak dengan itu Yesus menekankan bahwa pekerjaan-Nya dilakukan dengan
terus bergantung pada Bapak-Nya (ump Yoh 5:19*). Pada umumnya dapat dikatakan
bahwa kaitan erat pekerjaan-pekerjaan Yesus dengan tugas penyelamatan-Nya,
dalam jumlahnya dan caranya yang penuh kuasa, semuanya tegas menunjukkan
ke-Mesias-an Yesus.
Di atas segala-galanya, kelahiran dari anak dara, kebangkitan dari antara
orang mati dan kenaikan ke sorga menunjukkan kebaharuan perbuatan Allah dalam
Yesus Kristus. Dia dilahirkan oleh perempuan keturunan Abraham dan Daud, tapi
seorang dara; orang lain pernah dibangkitkan dari kematian, tapi kembali mati
lagi; Dia ‘hidup untuk selama-lamanya’, naik dan duduk di sebelah kanan Allah
yg mahakuasa. Terlebih lagi, sejauh berkaitan dengan mujizat, tidak ada mujizat
lain dalam PB atas mana didasarkan seluruh susunan imam kecuali mujizat kebangkitan
Yesus (bnd 1Kor 15:17). Peristiwa ini khas sebagai kemenangan yang menentukan
atas dosa dan maut.
Mujizat-mujizat yang dilakukan oleh para rasul dan pemimpin-pemimpin gereja
PB timbul dari kesatuan Kristus dengan umat-Nya. Mujizat-mujizat itu dilakukan
dalam nama-Nya, sebagai lanjutan dari semua yang Yesus kerjakan dan ajarkan
dalam kuasa Roh Kudus yang Dia utus dari Bapak. Ada kaitan erat mujizat-mujizat
ini dengan pekerjaan rasul-rasul dalam memberi kesaksian tentang ini dan
pekerjaan Tuhan mereka. Mujizat-mujizat itu adalah bagian dari pemasyhuran
Kerajaan Allah, dan pada dirinya bukan tujuan.
LANGKAH-LANGKAH MENERIMA MUJIZAT
Tuhan senantiasa membukakan tangan-Nya untuk menolong hamba-hamba-Nya yang
setia, Tuhan senantiasa menginginkan setaip orag yang tulus ikhlas berseru
pada-Nya beroleh keberkatan. Bagi Tuhan tak ada yang mustahil, dan tak ada
satupun yang tak sanggup Ia kerjakan. Bahkan Ia mampu bekerja melalui mujizat
disaat kita berpikir sudah tidak ada jalan lagi. Jalan Tuhan terbentang mahaluas
tak berbatas tak terselami kedalamannya. Dapatkah kita memastikan dengan mutlak
ujung dari arah barat, timur, utara dan barat? Dapatkah kita menunjukkan batas
akhir dari lautan kepunyaan Allah? Ataukah kita dapat menunjukkan ujung
daripada langit ini?. Teknologi yang kini Tuhan berikan dengan kehebatan-Nya
tetap saja dengan teknologi yang kita miliki tak dapat mengukur kemaha kuasaan
Tuhan yang tiada bandingnya.
Mujizat senantiasa Tuhan lakukan setiap saat namun tidak semua orang dapat
menerima mujizat tersebut. Untuk dapat menerima mujizat, kita harus melakukan
ketetapan-ketetapan yang Tuhan mau. Jika kita ingin kuasa Tuhan mengalir dalam
kehidupan, kita harus mempelajari apa yang Firman Tuhan katakan mengenai
pergumulan yang sedang di hadapi. Seperti halnya apabila kita ingin mendapatkan segala fasilitas yang ditawarkan
suatu bank dimana kita
membuka rekening, tentunya kita harus menyetujui dan mengikuti peraturan yang
telah ditetapkan oleh pihak bank tersebut. Dan tentunya bukan pihak bank yang
mengikuti kemauan kita, walaupun kita memiliki kekayaan yang banyak dan uang
yang kita simpan besar, tetaplah kita harus mematuhi aturan dari pihak
bank tersebut. Begitupula denagn
Tuhan yang memiliki langit dan bumi dengan segala isinya mempunyai peraturan
yang telah ditetapkan dan kita wajib mengikuti peraturan dan ketetapan tersebut
apabila kita “menginginkan” mendapat fasilitas dari-Nya.
Adapun langkah-langkah untuk melakukan mujizat telah dicontohkan dalam
Alkitab, berikut ini beberapa langkah yang harus kita lakukan. Langkah-langkah
ini adalah tindakan yang sama yang Yesus tempuh untuk melakukan mujizat,
langkah-langkah yang sama pula yang para Rasul lakukan dan langkah-langkah yang
harus kita lakukan untuk menerima mujizat. Apabila kita melakukan sesuatu tidak
seturut rencana dan kehendak Tuhan, maka mujizat itu tidak akan terjadi,
mengucaplah syukur selalu saat saudara akan meminta pada Tuhan. Adapun
langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menerima mujizat Tuhan, yaitu:
v Pertama, otoritas Ilahi
v Kedua, percaya sepenuh hati kepada Tuhan
v Ketiga, ,mengucap syukur dalam segala hal
v Keempat, bertahan waktu diproses Tuhan
v Kelima, komitmen dan konsisten
v Keenam, hidup berkenan kepada Tuhan
Otoritas Ilahi
Apakah otoritas itu? Otoritas menurut arti kata adalah suatu kekusaan yang
sah yang berdaulat penuh dan mutlak. Istilah Yunani exousia berarti kuasa yang
adil, sungguh, dan tak terhalangi bertindak, atau memiliki, mengontrol, memakai
atau menguasai sesuatu atau seseorang. Kata dunamis berarti kekuatan fisik
belaka, tapi exousia berarti kuasa yang bagaimanapun juga adalah sah. Exousia
dapat menekankan keabsahan otoritas yg dipegang, atau realitas kekuasaan yang
sah. Exousia kadang-kadang mengandung arti duniawi yg umum (mis 1Kor 7:37, mengenai
penguasaan diri, dan Kis 5:4, mengenai pengaturan penghasilan seseorang),tapi
artinya biasanya bersifat teologis.
Alkitab yakin bahwa satu-satunya otoritas dan kekuasaan yang sesungguhnya
adalah milik Allah Pencipta. Otoritas yang dimiliki oleh manusia adalah
pemberian Allah, dan kepada Dia, manusia harus mempertanggungjawabkan
penggunaan otoritas itu. Karena semua otoritas pada akhirnya terpulang kepada
Tuhan, maka dalam segala bidang kehidupan, tunduk kepada otoritas yang sah adalah
kewajiban religius, bagian dari pelayanan terhadap Tuhan.
I. Otoritas Allah
Otoritas Allah adalah unsur dari sifat-Nya yang tak dapat berubah,
universal dan kekal atas dunia ciptaan-Nya (lih Kel 15:18; Mzm 29:10; 93:1 ;
Mzm 146:10; Dan 4:34 dll). Otoritas sebagai Raja Universal ini berbeda dari
(walaupun asasi bagi) hubungan-Nya dengan Israel berdasarkan perjanjian, dengan
mana Israel menjadi umat dan kerajaan-Nya (bnd Kel 19:6), dan mewarisi
berkat-Nya. Otoritas-Nya yang agung atas manusia mencakup hak-Nya dan kuasa-Nya
yg tak dapat berubah untuk mengatur manusia menurut kehendakNya (dapat
dibandingkan degan exousia pembuat barang tembikar atas tanah liat, Rm 9:21;
bnd Yer 18:6), ditambah dengan tuntutan-Nya yg tak dapat disangkal agarmanusia
tunduk kepada-Nya dan hidup untuk kemuliaan-Nya. Di seluruh Alkitab, realitas
kedaulatan Allah dibuktikan oleh fakta, bahwa semua yg mengabaikan atau
mencemoohkan tuntutan-Nya mendapat hukuman. Titah Hakim ilahi adalah ‘kata
terakhir’ dan dengan demikian otoritas-Nya sahih.
Pada zaman PL Allah memberlakukan otoritas-Nya dengan perantaraan para
nabi, imam dan raja. Masing-masing mengumumkan amanat-Nya (Yer 1:7),
mengajarkan hukum Taurat ( Ul 31:11; Mal 2:7), dan memerintah sesuai hukum
tersebut (Ul 17:18). Mereka dihormati sebagai utusan Tuhan, yang telah mendapat
kuasa dari Dia. Kitab Taurat yang tertulis diakui diberikan oleh Allah dan
penuh otoritas, baik sebagai ajaran (tora) untuk mengajar orang Israel tentang
kehendak Allah (bnd Mzm 119) maupun sebagai kitab undang-undang yg menjadi
dasar pemerintahan dan pengadilan-Nya (bnd
2Raj 22; 23).
II. Otoritas Yesus Kristus
Otoritas Yesus juga merupakan unsur kerajaan. Itu bersifat pribadi maupun
resmi, karena Yesus adalah Anak Allah dan Anak Manusia, Mesias. Sebagai Manusia
dan Mesias, otoritas-Nya riil karena diserahkan kepada-Nya oleh Allah yg atas
perintah-Nya la lakukan pekerjaan-Nya (Yesus menghargai perwira yang melihat
hal ini, Mat 8:9). Sebagai Anak Allah otoritas-Nya riil karena Ia sendiri
adalah Allah. Otoritas untuk menghakimi diberikan kepada-Nya, supaya Ia
dihormati sebagai Anak Allah (sebab penghakiman adalah pekerjaan Allah), dan juga karena
Ia Anak Manusia (sebab penghakiman adalah pekerjaan Mesias, Yoh 5:22-27).
Pendeknya, otoritas Kristus adalah kekuasaan Mesias yg ilahi: manusia Allah, yang
melakukan kehendak Bapak-Nya dalam kedudukan-Nya yang rangkap
(a) sebagai pelayan manusia, yang dalam diri-Nya padu jabatan nabi, imam
dan raja, dan
(b) sebagai Anak Allah, turut menciptakan segala sesuatu dan berperan dalam
seluruh pekerjaan Bapak (Yoh 5:19 dst).
Otoritas Yesus yang melampaui otoritas manusiawi diungkapkan dalam
ajaran-Nya yang lain dari ajaran lain (Mat 7:28-29): dalam kuasa-Nya mengusir
roh-roh jahat (Mrk 1:27); pada penguasaan-Nya atas angin ribut (Luk 8:24); pada
penyataan-Nya mengampuni dosa (yang hanya dapat dilakukan oleh Allah, seperti
diakui oleh orang yang berdiri dekat), dan bila ditantang, Ia membenarkan
pernyataan-Nya (Mrk 2:5-12; Mat 9:8). Setelah kebangkitan Yesus berkata, ‘Kepada-Ku
telah diberikan segala exousia di sorga dan di bumi’, yaitu kekuasaan Mesianis
meliputi alam semesta. Kekuasaan itu akan Dia gunakan untuk membawa orang yg
terpilih ke dalam kerajaan keselamatan-Nya (Mat 28:18-20; Yoh 17:2; bnd Yoh
12:31; Kis 5:31; 18:9-10). PB mengelu-elukan Yesus yang dimuliakan sebagai
Tuhan dan Kristus (Kis 2:36), Penguasa ilahi atas segala-galanya, Raja dan
Juruselamat umat-Nya. Inti Injil adalah perintah untuk menerima penaksiran ini
tentang kuasa Yesus.
III. Otoritas rasuli
Otoritas rasuli adalah otoritas Kristus yang didelegasikan pada mereka.
Para rasul adalah saksi, utusan atau wakil Kristus (Mat 10:40; Yoh 17:18; 20:21;
Kis 1:8; 2Kor 5:20), yang oleh Dia diberi exousia untuk mendirikan, membangun,
dan mengatur gereja-Nya (2Kor 10:8; 13:10; bnd Gal 2:7). Sesuai otoritas itu
atas nama Kristus, sebagai juru bicara-Nya dan dengan kuasa-Nya para rasul
memberi perintah dan menetapkan disiplin (1Kor 5:4; 2Tes 3:6). Mereka memilih
para diaken (Kis 6:3,6) dan penatua (Kis 14:23). Mereka menyajikan ajaran
mereka sebagai kebenaran Kristus, baik isi maupun bentuknya diberikan oleh Roh
kepada mereka (1Kor 2:9-13; bnd 1Tes 2:13). Ajaran itu merupakan norma iman
(2Tes 2:15; bnd Gal 1:8) dan kelakuan (2Tes 3:4,6,14). Mereka mengharapkan
bahwa keputusan mereka yang khusus akan diterima sebagai ‘perintah Tuhan’ (1Kor
14:37).
Otoritas mereka tergantung pada pengangkatan mereka langsung oleh Kristus
sendiri, sehingga sebenarnya tak boleh terdapat penggantinya; setiap angkatan
Kristen harus memperlihatkan kesinambungannya dengan angkatan sebelumnya dan
kesetiaannya kepada Kristus, dengan cara mengukur iman dan kehidupan menurut
ajaran para utusan Kristus yang tercatat dalam PB untuk segala zaman. Melalui
PB exousia rasuli atas gereja menjadi realitas yang kekal.
IV. Otoritas insani
Selain gereja, dua bidang lain disebut dalam Alkitab, di mana manusia boleh
memakai kekuasaan ilahi yang didelegasikan padanya.
a. Pernikahan dan keluarga
Kaum lelaki mempunyai kuasa atas perempuan (1Kor 11:3; bnd 1Tim 2:12) dan
para orangtua atas anak-anak (1Tim 3:4,12). Karena itu, para istri harus tunduk
kepada suami (Ef 5:22; 1Pet 3:1-6), dan anak-anak kepada orangtuanya (Ef 6:1).
Demikianlah peraturan Allah.
b. Pemerintah sipil
Para gubernur (Romawi) yang disebut exousiai, dilukiskan sebagai pelayan
Allah untuk menghukum orang jahat dan menganjurkan warganya mematuhi hukum (Rm
13:1-6). Orang Kristen harus memandang pemerintah yang ada sebagai ditetapkan
Allah (bnd Yoh 19:11), dan dengan setia menaati kuasanya (Rm 13:1; 1Pet2:13-14;
Mat 22:17-21) sepanjang hal itu sesuai dengan ketaatan pada perintah Allah yang
langsung (Kis 4:19; 5:29).
Penggunaan kuasa oleh Iblis dan pengikutnya kadang-kadang disebut exousia juga
(mis Luk 22:53; Kol 1:13). Ini menunjukkan
bahwa walaupun kuasa itu dirampas dari Allah dan bermusuhan dengan Dia, maka
Iblis memegang kuasa itu hanya karena izin Allah dan sebagai alat-Nya.
“Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan
memakan buahnya”. (Ams 18:21)
Kita telah dimampukan Tuhan untuk memiliki kuasa yang dapat melakukan
perkara-perkara ajaib, namun otoritas Ilahi ini dapat hilang atau menjadi pasif
apabila kita setelah menrima otoritas Ilahi, kita tidak dapat menjaga kehidupan
untuk tetap setia dan taat kepada Tuhan. Tuhan Yesus mendelegasikan
otoritas-Nya kepada kita untuk menaklukan kuasa setan, sakit-penyakit atau
pekerjaan setan lainnya. Tetapi otoritas ini tidak diberikan kepada setiap
orang, Dia mendelegasikan otoritas-Nya kepada orang percaya yang taat dan setia
dalam seluruh kehidupanya.
Otoritas Ilahi dapat bekerja dengan sempurna pada diri orang percaya
diperlukan suatu “persekutuan” yang kontinu dengan Tuhan, keintiman yang tidak
pernah terputus, suatu hubungan yang sangat mesra layaknya sepasang
suami-istri. Tuhan Yesus menignginkan agar setiap orang percaya memiliki keintiman yang
mesra dengan-Nya. Ingatlah bahwa musuh yang utama kita yaitu setan, mengetahui
otoritas Ilahi yang ada pada Tuhan Yesus tetapi setan tidak mau tunduk kepada
Tuhan Yesus. Dan setan sangat menghalangi agar setiap orang percaya memilki
keintiman yang mesra dengan Tuhan Yesus dan dengan berbagai cara mereka akan
menghalangi hubungan kita dengan Yesus.
Sebagai contoh bagi kita, mengapa pada
gereja mul-mula, orang percaya mempunyai pengalaman yang luarbiasa dalam
mengusir setan, menyembuhkan dalam nama Yesus. Dan itu sangat efektif sehingga
banyak ditiru oleh orang-orang yang tidak percaya, namun apa yang tejadi? : “14 Mereka yang melakukan hal itu ialah tujuh
orang anak dari seorang imam kepala Yahudi yang bernama Skewa. 15 Tetapi roh jahat itu menjawab: "Yesus
aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapakah kamu?" 16 Dan orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa
mereka dan menggagahi mereka semua dan mengalahkannya, sehingga mereka lari
dari rumah orang itu dengan telanjang dan luka-luka.” (Kis 19:14-16). Dalam hal
ini setan tidak bodoh dan tahu bahwa orang yang memakai nama Yesus namun tidak
percaya kepada-Nya tidak mempunyai otoritas dari Yesus. Dengan terjadinya hal
seperti ini adalah suatu pelajaran bagi kita harus mengerti bahwa untuk
menerima mujizat, kita harus memilki hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus
Kristus. Mujizat itu senantiasa tersedia setiap saat bagi orang percaya yang
setia dan taat serta memilki hubungan yang intim dengan Tuhan, seperti halnya
Tuhan senantiasa memberikan “nafas” setiap detik untuk manusia hidup, seperti
itulah mujizat itu disediakan bagi kita orang percaya namun dapatkah kita
menangkap apa yang Dia kehendaki dan apa yang Dia inginkan agar kita perbuat?
Percaya Sepenuh
Hati Kepada Tuhan
Dalam
pengertian bahasa “percaya” berarti kita menyakaini pada sesuatu yang
diteguhkan oleh keyakinan dalam hati. Dalam hal ini Alkitab mengatakan bahwa
“percaya” adalah menyakini dengan penuh kebenaran akan keberadaan Tuhan dan
mengimani akan ketuhanan Yesus Kristus.
IMAN,
KEPERCAYAAN
I.
Dalam PL
Walaupun
kata ‘iman’ (Ibrani ‘emun) sering muncul dalam PB bahasa Indonesia, dalam PL
hanya dua kali yakni Ul 32:20 (TBI
menerjemahkan ‘kesetiaan’) dan Hab 2:4 (TBI menerjemahkan ‘percayanya’). Tapi
ini tidak berarti bahwa gagasan iman tidak penting, banyak istilah lain,
misalnya Ibrani batakh, yang dalam TBI biasanya diterjemahkan ‘percaya’.
Kita
dapat mulai dengan Mzm 26:1 dan ayat-ayat yang serupa, ‘Aku telah hidup dalam
ketulusan; kepada Yahweh aku percaya dengan tidak ragu-ragu’. Sering orang
berkata bahwa menurut PL orang diselamatkan berdasarkan pada perbuatannya, tapi
ayat tadi menempatkan soal itu dalam letaknya yang sebenarnya. Memang pemazmur
menyebut ‘ketulusan hatinya’, tapi hal ini tidak berarti bahwa ia percaya
kepada dirinya atau perbuatan-perbuatannya. Yang dia percayai ialah Allah.
Ketulusan hatinya adalah bukti kepercayaannya kepada Allah.
PL
adalah Kitab yang besar, yang menyatakan kebenaran tentang keselamatan dengan
berbagai cara. Para penulis tidak selalu membuat pembedaan yang mungkin kita
inginkan bila membaca PB. Tapi jika teliti disimak maka akan nyata bahwa dalam
PL seperti juga dalam PB, yang dituntut ialah sikap yang benar terhadap Allah,
artinya iman atau kepercayaan. Bnd Mzm 37:3, ‘Percayalah kepada Tuhan dan
lakukanlah yang baik … dan bergembiralah karena Tuhan; maka Ia akan
memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada
Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak’. Di sini jelas bahwa
pemazmur berusaha supaya hidupnya benar, dan jelas juga bahwa pada dasarnya ia
mengajak orang supaya berharap kepada Allah, dan ini hanya cara lain mengajak
orang hidup dari iman. Kadang-kadang orang didesak supaya mempercayai Firman
Allah (Mzm 119:42), tapi yang lebih biasa dicari ialah supaya mereka percaya
kepada Allah sendiri. ‘Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri’ (Ams 3:5).
Bagian
akhir dari ayat ini tidak memberi tempat bagi percaya kepada kekuatan sendiri:
‘Siapa percaya kepada hatinya sendiri adalah orang bebal’ (Ams 28:26), dan
pikiran ini sering muncul. Manusia tidak boleh mengandalkan kebenarannya sendiri
(Yeh 33:13). Efraim dihajar karena ‘mengandalkan diri pada keretamu, pada
banyaknya pahlawan-mu’. Mengandalkan berhala dicela keras (Yes 42:17*; Hab 2:18).
Yeremia memperingatkan supaya jangan percaya kepada apa pun yg dari manusia,
‘Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya
sendiri, dan yang hatinya’menjauh dari Tuhan’ (Yer 17:5).
Daftar
hal-hal yang
tidak boleh diandalkan masih bisa ditambah, tapi daftar ayat-ayat yang mendesak orang supaya mengandalkan Tuhan
masih lebih, panjang dan mengesankan. Jelas bahwa masyarakat PL menganggap
Tuhan satu-satunya yang layak menjadi
andalan. Mereka tidak mengandalkan sesuatu apa pun yang mereka lakukan, atau yg
dilakukan oleh orang lain, atau yang dilakukan oleh ilah-ilah lain. Andalan
atau yang diharapkan oleh mereka hanya Tuhan. Kadang-kadang hal ini diungkapkan
dengan kiasan, ‘Dia-lah bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku;
Allah-ku, gunung batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku; Allah-ku, gunung
batuku, tempat aku berlindung, perisaiku,tanduk keselamatanku, kota bentengku’
(Mzm 18:1-2). Memang iman dapat dipautkan dengan pasti pada Allah yang seperti
itu.
Di
sini Abraham harus disebut secara khusus. Seluruh hidupnya membuktikan, bahwa
ia sungguh-sungguh percaya kepada Allah, dengan iman yang mendalam. Mengenai
dia tertulis, ‘Percayalah ia kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran’ (Kej 15:6). Ayat ini diambil oleh penulis-penulis
PB dan kebenaran dasar di dalamnya dikembangkan lebih lengkap.
II.
Dalam PB
a.
Pemakaian umum
Iman
ialah sikap yang di dalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya
sendiri untuk mendapat keselamatan, entah itu kebajikan,
kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus,
dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh ‘keselamatan’.
Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, ‘Tuan-tuan, apakah yang harus aku
perbuat supaya aku selamat?’ Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu,
‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat’ (Kis 16:30).
Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal (Yoh 3:16). Iman ialah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh
keselamatan.
Kata
kerja pisteuo kerap kali diikuti oleh ‘bahwa’, yang menandakan bahwa obyek iman
ialah realita-realita tertentu. Hal ini penting, seperti Yesus jelaskan kepada
orang Yahudi, ‘Sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Aku-lah Dia, kamu akan
mati dalam dosamu’ (Yoh 8:24). Tapi Yakobus menyatakan bahwa setan-setan pun
percaya hanya ada satu Allah,namun ‘iman’ ini tidak menguntungkan mereka (Yak
2:19). Pisteuo bisa disusuli keadaan ketiga (dativum), jika maksudnya ialah
mempercayai atau menerima sebagai hal yang benar apa yang dikatakan seseorang.
Maka Yesus mengingatkan orang Yahudi bahwa ‘Yohanes datang untuk menunjukkan
jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya’ (Mat 21:32). Di
sini kata ‘percaya’ tidaklah mengandung arti ‘mengandalkan diri’ kepada
Yohanes: orang Yahudi tidak percaya apa yang dikatakannya.
Hal
itu bisa juga kena kepada Yesus, seperti dalam Yoh 8:45, ‘Kamu tidak percaya
kepada-Ku’, atau ayat berikutnya, ‘Aku mengatakan kebenaran, mengapa kamu tidak
percaya kepada-Ku?’ Tapi tidak boleh kita lupakan bahwa kepercayaan mempunyai
isi kognitif. Karena itu susunan kalimat ini kadang-kadang mengacu kepada iman
yang menyelamatkan seperti dalam Yoh 5:24, ‘Sesungguhnya barangsiapa mendengar
perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yg
kekal’. Orang yang sungguh percaya kepada Allah, tentu akan bertindak selaras
dengan iman itu, Dengan perkataan lain, kepercayaan yang sungguh bahwa apa yang
dinyatakan Allah memang benar, akan nampak dalam iman yang benar pula.
Susunan
tata bahasa khas untuk iman yang menyelamatkan, ialah kata kerja pisteuo
disusuli kata eis. Arti harfiahnya ialah percaya ‘ke dalam’. Maksudnya ialah
iman yang mengeluarkan seseorang dari dirinya sendiri, dan menaruh dirinya di
dalam Kristus (bnd ungkapan yang sering dipakai Paulus mengenai orang Kristen
yaitu’di dalam Kristus’). Pengalaman ini dapat juga disebut ‘kesatuan dengan
Kristus melalui iman’. Maksudnya bukan melulu iman dalam arti persetujuan
intelektualis, tapi iman yang melaluinya orang percaya berpaut pada Juruselamat-nya
dengan segenap hatinya. Orang percaya dalam pengertian ini tinggal di dalam
Kristus dan Kristus di dalam dia (Yoh 15:4). Iman tidak berarti menerima
hal-hal tertentu sebagai benar, tapi menyerahkan diri (mengandalkan diri) kepada
suatu diri, yaitu diri Kristus.
Kadang-kadang
pisteuo disusuli epi, ‘di atas’. Iman mempunyai dasar yang kuat dan teguh.
Susunan tata bahasa ini didapati dalam Kis 9:42. Di situ, sesudah tersiar
kebangkitan Tabita, ‘banyak orang menjadi percaya kepada Tuhan’ (epi ton
kurion). Orang-orang sudah menyaksikan sendiri apa yg dapat dilakukan oleh
Kristus, maka mereka mengalaskan iman mereka ‘di atas’ Dia. Kadang-kadang iman
dialaskan kepada Allah Bapak, misalnya Rm 4:24, ‘Kita percaya kepada (epi) Dia
yg telah membangkitkan Yesus Tuhan kita dari antara orang mati’.
Yang
sangat khas PB ialah pemakaian mutlak kata kerja itu. Sewaktu Yesus berada di
daerah Samaria, banyak orang ‘menjadi percaya’ karena perkataan-Nya (Yoh 4:41).
Tidak perlu ada tambahan pada apa yang mereka percayai, atau kepada siapa
mereka percaya. Iman begitu khas dalam Kekristenan sehingga orang Kristen dapat
disebut pendek saja ‘orang percaya’. Pemakaian ini luas di seluruh PB dan tidak
terbatas hanya pada seorang penulis saja. Kita dapat menyimpulkan bahwa iman
merupakan dasar Kekristenan.
b.
Pemakaian khusus
(i)
Dalam Injil-injil Sinoptik iman sering dihubungkan dengan penyembuhan. Yesus
berkata kepada perempuan yang menjamah jubah-Nya di tengah-tengah orang banyak,
‘Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau’ (Mat 9:20).
Tapi iman dalam arti yang lebih luas dilukiskan juga dalam Injil-injil ini.
Markus mencatat perkataan Yesus, ‘Tidak ada yang mustahil bagi orang yang
percaya!’ (Mrk 9:23). Begitu juga Dia berkata bahwa seseorang akan melakukan
pekerjaan besar, sekiranya mempunyai iman kendati hanya sebesar biji sesawi
(Mat 17:20; Luk17:6). Jelas, Yesus menuntut iman tertuju kepada diri-Nya
sendiri. Tuntutan khas Kristen bahwa orang harus beriman kepada Yesus gamblang didasarkan
pada tuntutan-Nya sendiri.
(ii)
Dalam Injil Yoh iman menduduki tempat sangat mencolok, hal terpenting ialah
hubungan orang percaya dengan Kristus. Justru Yohanes berulang-ulangberbicara
tentang percaya kepada-Nya atau percaya dalam nama Kristus (mis Yoh 3:18). Bagi
orang zaman itu’nama’ mengungkapkan seluruh kedirian seseorang, keberadaan
orang itu seutuhnya. Maka ‘percaya dalam nama Kristus’ berarti mutlak percaya kepada
diri Yesus seutuhnya. Yoh3:18 berkata,
‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak
percaya, ia telah berada di bawah hukuman’. Ajaran khas Yohanes ialah, bahwa
ihwal kekekalan ditentukan kini dan di sini. Iman tidak melulu menjamin hidup yang
kekal pada suatu masa depan yang tidak diterangkan, tapi juga memberi hidup yang
kekal sekarang ini. ‘Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh (ekhei, waktu
presens, jadi sekarang sudah) hidup yang kekal’ (Yoh 3:36; bnd Yoh 5:24 dll).
(iii)
Dalam Kis, yang melaporkan upaya penginjilan yang maju pesat, ungkapan khas yang
dipakai ialah (waktu) aoristus dari pisteuo, yang mengacu kepada tindakan
keputusan. Lukas menceritakan beberapa peristiwa yang mendampakkan orang-orang
menaruh kepercayaan kepada Kristus. Susunan pengalimatan yang lain ada juga,
dan baik iman yang terus menerus maupun buahnya yang menetap disebut, tapi
keputusan itulah yang paling khas.
(iv)
Bagi Paulus, iman adalah sikap khas Kristen. Tidak seperti Yohanes, Paulus
memakai kata benda pistis lebih dua kali lipat dari kata kerja pisteuo. Kata pistis
dikaitkan dengan beberapagagasannya utama. Jadi dalam Rm 1:16 ia berkata bahwa
Injil ‘adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya’.
Bahwa agama Kristen lebih dari sekedar pola nasihat yang baik sangat berarti
bagi Paulus. Injil tidak hanya mengatakan kepada manusia apa yang wajib mereka
lakukan, tapi juga memberi kekuatan kepada mereka untuk melakukannya.Beberapa
kali Paulus mempertentangkan kata-kata belaka dengan kekuatan, umumnya guna
menekankan bahwa kekuatan Roh Kudus harus diperlihatkan dalam hidup orang
Kristen. Dan kekuatan ini dapat berperan dalam hidup seseorang hanya jika ia
percaya. Tidak ada yang bisa mengganti iman.
Banyak
perselisihan Paulus berkisar pada silang nalar dengan pengikut Yudaisme.
Kelompok ini mempertahankan bahwa tidak cukup bagi orang Kristen hanya dibaptis
— mereka harus disunat, dan bila mereka diterima masuk agama Yahudi
dengan jalan sunat itu, mereka harus menggenapi seluruh hukum Taurat
Musa.Kelompok Yudais ini membuat ketaatan kepadaTaurat prasyarat yg harus
dipenuhi sebelum memperoleh keselamatan, paling tidak dalam arti keselamatan
secara utuh.
Paulus
menentangnya. Ia menandaskan bahwa manusia tidak dapat berbuat apa pun juga
untuk mendatangkan keselamatan dirinya. Segala sesuatu telah genap seutuhnya
dilakukan oleh Kristus, justru tidak seorang pun dapat menambahkan apa-apa
untuk menyempurnakan pekerjaan Kristus yang sudah tuntas itu. Demikianlah
Paulus menekankan bahwa manusia dibenarkan oleh iman (Rm 5:1). Doktrin
pembenaran oleh iman adalah pusat pemberitaan Paulus. Apakah dengan memakai
istilah ini atau tidak, gagasan itu selalu dia kemukakan. Dengan penuh semangat
ia menentang setiap pemikiran yang mengajarkan dan mengandalkan perbuatan baik.
‘Kamu tahu, bahwa tidak seorang pun yang dibenarkan karena melakukan hukum
Taurat, tapi hanya oleh iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kami pun telah
percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan karena iman dalam Kristus
dan bukan karena melakukan hukum Taurat’. Sebab ‘tidak ada seorang pun yang
dibenarkan karena melakukan hukum Taurat’ (Gal 2:16). Jelas bagi Paulus iman
berarti melepaskan segala kepercayaan yang mengandalkan kemampuan diri untuk
mendapat keselamatan sebagai imbalan dari jasa atau amal bakti. Beroleh
keselamatan hanyalah dengan percaya sepenuhnya menerima karunia Allah di dalam
Kristus, mengandalkan Kristus dan hanya Dia, untuk memperoleh segenap arti
keselamatan.
Ciri
khas lain dalam teologi Paulus ialah peranan Roh Kudus yang begitu luas dan
mencolok. Paulus berpendapat bahwa semua orang Kristen didiami oleh Roh Kudus (Rm
8:9,14) dan hal ini dia hubungkan juga dengan iman. Karena itu tentang Yesus,
dia tulis kepada orang Efesus, ‘Di dalam Dia kamu juga — karena
kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu —
di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang
dijanjikan-Nya itu. Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita … ’
(Ef 1:13). Meterai melambangkan hak pemilikan, suatu kiasan yang dimengerti
pada suatu zaman, tatkala banyak orang buta aksara. Roh Kudus yang diam dalam
diri orang percaya menandakan hak milik Allah, dan tanda ini dibubuhkan kepada
seseorang hanya sesudah dia percaya. Di sini Paulus memakai suatu kata yang
pada abad pertama berarti panjar, yang sekaligus adalah jaminan bahwa sisa
harga akan dilunasi kemudian. Jadi, jika seseorang menjadi percaya, ia menerima
Roh Kudus sebagai bagian dari kehidupan di ‘dunia yg akan datang’, juga jaminan
bahwa sisanya pasti menyusul.
(v)
Penulis Surat Ibrani melihat bahwa iman selalu merupakan ciri khas umat Allah.
Dalam ps 11, yaitu gedung lukisannya yang indah, penulis mengenang orang-orang
terhormat pada masa lampau, sambil menunjukkan bagaimana masing-masing
mengemukakan tema luhurnya bahwa ‘tanpa iman, tak mungkin orang berkenan kepada
Allah’ (Ibr 11:6). Penulis secara khusus tertarik pada pertentangan iman dengan
penglihatan. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti
dari segala yang tidak kita lihat (Ibr
11:1). Ia menekankan bahwa orang yang tidak mempunyai apa pun secara lahiriah yang
bisa menopangnya dalam perjalanannya, toh tetap berpegang teguh kepada janji-janji
Allah. Dengan perkataan lain,mereka hidup dan berjalan di dalam iman; bukan
dalam penglihatan.
(vi)
Yakobus mempertahankan ‘bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya,
bukan hanya karena imannya’ (Yak 2:24). Tapi ini hanyalah selisih verbalisasi
saja. Jenis ‘iman’ yang ditentang oleh Yakobus bukanlah kepercayaan pribadi yang
membara kepada Juruselamat yang hidup seperti dibicarakan oleh Paulus. Yang
dibicarakan Yakobus ialah iman, yang diterangkan Yakobus sendiri, ‘Engkau
percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga
percaya akan hal itu dan gemetar’ (Yak 2:19). Maksud Yakobus ialah ihwal akal
budi menyetujui kebenaran-kebenaran tertentu, tapi tidak mendukung pendapat
bahwa hidup selaras dengan kebenaran-kebenaran itu akan mendampakkan
keselamatan (Yak 2:15). Betapa jauhnya Yakobus dari menentang iman dalam arti
seutuhnya, sehingga di mana saja dia mempradalilkannya. Pada awal suratnya
secara wajar ia berbicara tentang ‘ujian terhadap imanmu’ (Yak 1:3), dan dia
menasihati pembacanya supaya ‘sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus,
Tuhan kita yang mulia itu, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang
muka’ (Yak 2:1). Ia mengecam iman yang salah, tapi menganggap bahwa tiap orang
akan mengakui perlunya iman yang benar.
Lagipula
arti ‘perbuatan’ bagi Yakobus tidaklah sama dengan arti seperti dimaksudkan
Paulus. Paulus memikirkan ketaatan kepada tuntutan perintah Taurat yang
dipandang sebagai sistem, yang olehnya memerdekakan’ (Yak 2:12). Yang dia sebut
‘perbuatan’ adalah sama dengan ‘buah-buah Roh’ yang dibicarakan oleh Paulus.
Perbuatan-perbuatan kasih timbul sebagai dampak dari sikap yang benar terhadap
Allah. Perbuatan itu adalah buah iman. Yakobus keberatan terhadap pernyataan
bahwa iman ada kendati tanpa buah yang membuktikannya.
Iman
jelas merupakan salah satu konsepsi penting dalam seluruh PB. Di mana-mana iman
dituntut dan keutamaannya ditekankan. Iman membuang segala kepercayaan pada
sumber-sumber kekuatan sendiri. Iman berarti pasrah menyerahkan diri sendiri
tanpa syarat kepada rahmat Allah. Iman berarti memegang teguh janji Allah di
dalam Kristus dengan memautkan seluruh kepercayaan kepada karya Kristus yang
genap seutuhnya demi keselamatan,dan kepada kekuasaan Roh Kudus demi kekuatan
sehari-hari. Iman mencakup kepercayaan yang utuh dan ketaatan mutlak kepada
Allah.
Mengucap syukur dalam segala hal
“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu” (1Tes. 5:18)
Senantiasa mengucap syukur pada pelbagai hal yang Tuhan
perhadapkan dalam kehidupan kita adalah hal yang mutlak harus kita punyai, bukan
saja pada saat menghadapi hal-hal yang menyenangkan hati maka kita bersyukur
kepada-Nya namun lebih dari itu pada saat kita mengalami masa suram dalam hidup
wajib bagi kita untuk selalu bersyukur kepada-Nya. Ingatlah senantiasa apabila
kita percaya bahwa segala sesuatu kejadian yang di perhadapkan kepada kita
dalam kehidupan tak lepas dari ketetapan yang telah digariskan bagi kita dalam
proses kehidupan ini. “Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak dan dalam kitab-Mu
semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun
daripadanya” (Mzm. 139:16) apabila kita menyakini akan firman Tuhan maka
yakinilah bahwa hari-hari hidup kita semuanya telah dirancang dan direncanakan
Tuhan dengan sangat teliti. Ingatlah bahwa kita ada bukan karena suatu kebetulan,
kelahiran kita bukanlah suatu yang tidak diharapkan tetapi Allah begitu
mengharapkan akan kita jauh sebelum kedua orangtua kita memikirkan akan
kelahiran kita, Allah telah memikirkan akan kelahiran dan kehidupan kita bahkan
kematian kita pun Ia telah tetapkan.
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut dalam segala sesuatu
untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya
dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan
gambaran Anak-Nya, supaya Ia Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak
saudara ” (Rm. 8:28-29). Mari kita renungkan nas tersebut dimana nas ini banyak
sekali dikutip untuk memberikan motivasi dalam mengarungi kehidupan, namun pada
akhirnya banyak pertanyaan yang muncul ketika apa yang terjadi dalam kehidupan
ternyata jauh dari dari harapan, bahkan penderitaan dan kesuraman muncul dalam
kehidupan kita yang akhirnya menimbulkan pertanyaan keluhan; Mengapa Tuhan
Engkau perbuat hal ini kepadaku?
Harus kita akui bahwa
kita hidup didunia yang sudah jatuh dalam dosa, dan hanya di surge sajalah
segala sesuatu dikerjakan secara sempurna seperti yang Allah inginkan. Untuk
itulah Allah mengajarkan kepada kita untuk selalu berdoa dengan mengakhirinya
dengan kalimat-Nya “Jadilah kehendak-Mu dibumi seperti di surga” ini adalah
tanda tangan mutlak yang harus dibubuhi setiap kali kita mengakhiri ucapan doa
kita dan hasilnya tentu semua diserahkan kepada kehendak-Nya yang yakin
mendatangkan kebaikan bagi kita dalam segala hal.
Pengharapan kita pada masa-masa sulit tidak didasarkan pada
cara berpikir positif, cara berpikir khayal, atau optimisme alamiah.
Pengharapan kita adalah suatu kepastian yang berlandaskan pada
kebenaran-kebenaran bahwasanya Allah dalam hal ini memegang kendali penuh atas
alam semesta dengan penuh kasih. Ia adalah perancang yang agung dibalik segala
sesuatu yang Ia ciptakan. Kehidupan kita bukan suatu dari probalitas acak,
nasib atau bahkan keberuntungan, kehidupan kita adalah suatu rencana induk yang
telah Ia gariskan menurut hakekat tujuan-Nya. Allah berkuasa penuh dan Ia tidak
sekalipun membuat kesalahan dalam rancangan-Nya, kita manusia senantiasa
berbuat salah sepanjang hidup kita namun akankah Allah benci kepada kita? Tidak
sebab Ia melihat segala sesuatu yang Ia ciptakan adalah penuh dengan kebaikan.
Rencana Allah dalam kehidupan kita meliputi segala sesuatu yang terjadi
didalamnya, termasuk kesalahan, luka hati, sakit penyakit, hutang piutang,
bencana, perceraian, kematiaan dari orang-orang yang kita kasihi dan berbagai
segi kehidupan lainnya. Yakinlah Allah senantiasa mendatangkan kebaikan
dari segala keburukan yang terjadi.
Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita adalah
satu kesatuan mata rantai dari rencana Allah, hal itu tidak berdiri
sendiri-sendiri atau kejadian yang terpisah. Kejadian-kejadian tersebut adalah
rangkaian suatu proses dari Allah untuk menggenapi tujuan-Nya menjadikan kita
serupa dengan gambaran Anak-Nya. Sebagai ilustrasi apabila kita akan membuat
kue tentunya ada bahan-bahan yang harus dicampur menjadi satu agar menjadi kue
yang lezat, tentunya apabila bahan-bahan
itu kita pisah dan makan terpisah apa yang dapat kita rasakan hasilnya? Untuk
itu berikanlah kepada Allah untuk mengatur dan berkuasa penuh dalam kehidupan
kita. Banyak kejadian dalam dunia kita buruk dan jahat, realita hidup
senantiasa kejam dan sulit untuk kita terima dengan akal mengapa Tuhan
mendatangkan keburukan itu? Percayalah Ia adalah Allah yang ahli untuk
mendatangkan kebaikan dari keburukan. Ingatlah bagaiamna seorang Yusuf yang
telah di berikan mimpi bahwa ia kelak menjadi seorang yang berkuasa namun jalan
kehidupannya tidak mengalami keindahan namun ia harus mengalami hal-hal yang
buruk dalam kehidupannya walau pada akhirnya rencana Allah tergenapi dalam
hidupnya. Dalam silsilah Yesus terdapat emapat wanita yang sungguh hidup dalam
kesalahan dan berbuat dosa, Tamar seorang wanita yang merayu mertuanya sehingga
ia hamil, Rahab adalah seorang pelacur yang bejat menurut ukuran manusia, Rut
seoarng Yahudi yang melanggar hukum Taurat dengan menikah kepada laki-laki yang
bukan orang Yahudi, Betsyeba melakukan perzinahan dengan Daud yang
mengakibatkan suaminya mati. Bukankah semua itu adalah gambaran hidup dengan
reputasi yang buruk, tetapi sungguh Allah adalah ahli dalam mendatangkan
kebaikan dari kejadian yang buruk semua rencana-Nya sungguh tak terselami oleh
pengetahuan manusia yang serba terbatas. Tujuan Allah adalah lebih besar
daripada masalah kita, penderitaan bahkan dosa kita, kita adalah tujuan dari
kasih karunia-Nya yang tak terbatas.
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam
kesengsaran kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaran itu menimbulkan
ketekunan. Dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan
pengaharapan” (Rm. 5:3-4). Kita adalah bagaikan sebongkah permata yang dibentuk
dengan palu dan pahat, jika seorng ahli batu permata tidak cukup kuat untuk
merontokkan bagian pinggir yang kasar, maka ia akan memakai palu godam untuk
menyingkirkanny. Begitupula dengan Allah dalm membentuk karakter kita untuk
tujuan-Nya maka Ia akan memahat kita dengan ujian demi ujian hingga kita
sempurna menurut ukuran dan kehendak-Nya. Semua masalah adalah merupakan
kesempatan untuk membangun karakter yang diinginan-Nya, semakin besar potensi
untuk membangun otot-otot rohani dan serat rohani maka semakin besar ujian itu
diperhadapkan. Namun percayalah Ia Mahaadil dan Mahatahu seberapa besar batas
kemampuan kita, maka Ia dalam memberikan ujian itu tak pernah melebihi batas
kemampuan kita. Sebelum kita lulus dari ujian tersebut yakinlah hal yang sama
suatu saat akan terjadi lagi sampai kita lulus dari ujian itu dan menanggapi
uji itu dengan proses yang benar menurut kebenaran-Nya. Ingatlah! Apa yang
terjadi secara laharish di dalam kehidupan kita tidaklah sepenting apa yang
terjadi secara batiniah.
Ketika kita dalam kesusahan, kita harus senantiasa mengucap
syukur, sebab hal itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus Tuhan
kita. Saat kita mendapatkan kesenangan seperti mendapatkan rumah baru, mobil
baru, usaha yang maju, tentu akan lebih mudah bagi kita dalam mengucapkan
syukur kepada-Nya. Namun bagaimanakah apabila keadaan kita dalam lembah
kesukaran? Rumah kita hilang begitu saja, usaha kita hancur lebur alias gatot
(gagal Total), mobil dan hal-hal
fasilaitas lainnya pun turut digerus. Masihkah kita mampu untuk tetap percaya
dan bersyukur kepada-Nya? Hal ini pernah kami sekeluarga alami sebelum
mempercayai Tuhan Yesus, kehidupan kami baik-baik saja. Kami memiliki rumah,
kendaraan dan usaha yang berkembang namun sebaliknya setelah percaya kepada
Yesus, semua fasilitas itu hilang begitu saja hingga kini kami menjadi
“kontraktor” alias kontrak bulanan padahal dahulu kami memiliki tempat
kontrakan, bahkan sampai-sampai kami pernah harus jalan kaki menuju tempat
ibadah yang lumayan jauh jaraknya. Dan kini pun kami masih mengalami masa
kesuraman itu dimana untuk kedua kalinya saya harus kehilangan pekerjaan,
selaku manusia hati kami miris melihat hal ini. Namun kami yakin akan
pertolongan Tuhan dan kami percaya semua ini adalah suatu proses dari-Nya
menuju kehidupan yang lebih baik. Dan kami merasakan kebaikan-Nya dimana untuk
uang sekolah anak kami, puji Tuhan Ia memberikan pertolongan-Nya dengan
memberikan kemudahan keringanan pembayaran bahkan kepala sekolah tempat anak
kami bersekolah memberikan dana bantuan berupa BOS dimana kami hanya membayar
setengah dari kewajiban yang harus kami penuhi. Dan kami tetap bersyukur kepada-Nya
dimana ditengah kesulitan kami, Tuhan senantiasa kami.
Bertahan
Waktu Diproses Tuhan
“Dalam rumah
yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga
dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang
terakhir untuk maksud yang kurang mulia” (2Tim. 2:20). Ketika kita masuk
didalam dapur pemrosesan Tuhan, prose situ akan sakit dan tidak enak. Setiap
proses yang Tuhan ijinkan terjadi atas ijin-Nuslah kita terima dengan berserah
kepada-Nya. Jangan pernah kita mengeluh, menggerutu dan menyalahkan Tuhan dan
juga janganlah kita bertanya kenapa? Serahkan semuanya dalam kuasa tangan-Nya,
mintalah agar kita diberikan kekuatan dalam menjalaninya. Seberat apapun masalah itu tetaplah kita bersukacita didalam
Tuhan, pasrahkan apapun itu kepadaNya namun dengan kepasrahan yang fatalisme
dalam arti kita pasrah tanpa berbuat sesuatu. Lakukan apa yang menjadi bagian
kita dan selanjutnya kita serahkan hasil proses itu kepadaNya dan apapun hasil
yang diperoleh itulah yang terbaik bagi kehidupan kita, walaupun terkadang
dalam pandangan manusia hal itu adalah keburukan namun ingatlah dalam pendangan
Tuhan tidak ada yang buruk. Dan jangan pula kita memaksakan akan waktu kita
biarlah waktu Tuhan yang menentukan segala sesuatu, ingatlah tidak ada yang
mustahil bagi Tuhan. Jangan pernah kita membatasi kuasaNya karena kuasa Tuhan
tidak berbatas, dalam hal ini coba kita lihat di alam sekitar tahukah kita
dimanakah batas dunia ini? Manakah arah barat yang sesungguhnya atau arah timur?
Adakah malam sama waktunya bagi seluruh belahan bumi? Kitakah yang menentukan
segala sesuatu ataukah Tuhan?.
Sepertihalnya
sebuah emas akankah ia bernilai tinggi apabila masih berupa pasir atau masih
dalam bongkahan batu? Ia tidak bernilai apa-apa sebelum melalui suatu proses
pembentukkan. Coba kita lihat lagi di alam sekitar, tahukah kita bahwa tanaman
eceng gondok yang bagi petani ataupun peternak ikan merupakan benalu dan sampah
yang mengganggu bagi tanaman maupun kelangsungan hidup ternak ikannya. Namun
apabila tanaman eceng itu diolah dan diproses ia dapat menjadi sesuatu yang
bermanfaat dan bernilai tinggi.
Itulah
sebabnya mengapa kita harus bertahan dalam menjalani proses pembentukkan dari
Tuhan, semua ini untuk kebaikan kita dan menjadikan kita sebagai manusia yang
bernilai tinggi baik dimata Tuhan maupun ditengah-tengah masyarakat kita. Dalam
dunia yang jahat ini Tuhan tidak menginginkan kita sebagai orang pilihanNya
malah mengikuti kejahatan demi kejahatan, Tuhan mempunyai tujuan dan rencana
yang luarbiasa sungguh baik bagi kehidupan kita. Tetaplah pegang janji Tuhan
dari kitab kejadian sampai kitab Wahyu, ada janji Tuhan yang pasti digenapi
dalam kehidupan kita baik dimasa kini maupun masa yang akan datang.
Proses
pembentukan dari Tuhan adalah jalan menuju kedewasaan rohani, proses
pembentukkan ini adalah sebagai batu loncatan bukan sebaliknya menjadi batu
sandungan bagi kita. Proses dari pembentukkan ini adalah agar kita serupa
dengan gambaran anakNya dan kita memiliki karakter yang Tuhan inginkan; “Tetapi
buah Roh ialah: kasih, sukacita, damaisejahtera, kesabaran, kemurahan,
kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang
menentang hal-hal itu” (Gal. 5:22-23). Kesembilan sifat ini adalah perluasan
dari hukum terutama yaitu Kasih, memiliki buah Roh berarti bersifat serupa
dengan Kristus. Bagaimanakah Roh Kudus menghasilkan kesembilan buah roh dalam
diri kita? Apakah dengan secara instan hal itu diberikan? Sama halnya dengan
proses terjadinya pematangan buah yang melalui suatu proses yang perlahan maka
seperti itulah buah Roh itu terjadi dalam kehidupan kita. Dalam hal
pengembangan karakter ini Allah senantiasa memproses kita melalui suatu pilihan
yang mendatangkan kepada kita berbuat jauh dari kebenaranNya. Sebagai contoh
manakala Allah mengembangkan damaisejahtera dalam kehidupan kita, Allah akan
menempatkan suatu situasi yang diluar dari rencana kita melainkan Ia akan
menempakan suatu keadaan yang kacau dan sukar kita terima dengan akal pikiran
kita. Dimana Allah menempatkan suatu situasi yang mencekam, membuat kita
gelisah, ketakutan dan membingungkan. Siapapun tentu dapat dengan mudah
merasakan damai manakala dapat bersantai dengan tenang ditepi pantai sambil
memandang keindahan matahari terbenam. Namun bagaimana yang kita rasakan
apabila tiba-tiba sesuatu yang kita rencanakan tiba-tiba harus kita terima
dengan kenyataan semua rencana kita gagal, apakah kita masih dapat merasakan
damai sejahtera atau malahan kita menjadi kuatir? Suatu waktu Allah
mengembangkan karakter sabar, Ia pasti akan menempatkan suatu situasi dimana
kita akan ditempatkan pada keadaan dimana kita dapat tergoda untuk marah bahkan
mengamuk dengan hebatnya.
Allah
memakai situasi yang berlawanan dari setiap buah untuk memberi kepada kita
sebuah pilihan, kita tidak bisa mengakui sebagi orang baik jika tidak pernah
tergoda untuk bersifat buruk. Kita tidak bisa mengaku setia jika tidak pernah
memiliki kesempatan untuk bersifat tidak setia. Karena kejujuran dibangun
dengan mengalahkan godaan untuk bersifat tidak jujur; kerendahan hati bertumbuh
apabila kita menolak untuk berlaku sombong dan bertekun berkembang manakala
kita menolak untuk menyerah serta berputus asa.
Proses
pembentukkan dari Tuhan adalah suatu ujian bagi kita, dimana Allah menguji
kadar dari kesetiaan dan kesungguhan pertobatan kita. Ia ingin agar pertobatan
kita menghasilkan buah dalam kehidupan kita dan kita menjadi terang bagi
masyarakat sekitar serta tujuannya agar dalam setiap kehidupan kita mempunyai
nilai dari apa yang Tuhan ajarkan. Sesungguhnya proses dari Tuhan ini adalah
suatu kehormatan bagi kita karena dimana kita adalah manusia yang berdosa namun
Tuhan mempercayakan kepada kita suatu tugas yang mulia untuk kita dan Tuhan
ingin sebelum tugas itu dapat kita laksanakan dengan baik, Ia menginginkan agar
kehidupan kita berkarakter dan bernilai seperti yang Ia kehendaki. Pastikan
kita selalu bersukacita didalam Tuhan dalam mengahdapi segala macam proses
kehidupan yang Tuhan berikan, yakinlah akhir dari kesudahan akan lebih baik dari
awal kejadian dan akhir dari semua itu adalah damai sejahtera dan terutama
menjadikan kita serupa dengan gambaran AnakNya, ingatlah upah kita di dalam
kekekalan adalah kebahagiaan yang hakiki dan abadi.
Komitmen dan Konsisten
“Jika kamu
menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu”
(Yes. 1:19)
Komitmen
adalah kita memegang teguh janji kita namun dalam melaksanakan komitmen dengan
konsisten pasti akan berat kita jalankan. Akan tetapi apabila dalam hati kita
teguh untuk melaksanakan secara konsisten dan terutama memohon bimbingan Tuhan
maka hal itu pasti dapat dilaksanakan dengan baik. Konsisten juga membutuhkan
jiwa yang disiplin dan keteguhan keyakinan yang tak mudah diombang-ambing baik
oleh riak maupun badai kehidupan.
Banyak kisah
tentang bagaimana orang-orang yang hidupnya komitmen dan teguh pada pendiriaan
akan kebenaran dalam Tuhan senantiasa dalam hidupnya dinaungi oleh
mujizat-mujizat yang adikodrati. Seperti halnya contoh tentang tiga orang yang
teguh akan kebenaran dalam Tuhan yaitu, Sadrakh, Mesakh dan Abednego dimana
mereka lebih rela untuk dihukum dengan dibakar hidup-hidup oleh raja
Nebukadnezar. Daripada mereka mengikuti perintah raja untuk menyembah
patung-patung berhala dan membuang keyakinan akan Tuhan Allah yang mereka
yakini. Dalam kisah yang tersurat dalam Kitab Daniel 3:15-30, banyak terdapat
beberapa pesan yang tersirat disana diantaranya dalam hidup kita harus
mempunyai komitmen yang kokoh dan mejalani hal itu dengan konsisten. Tidak ada
kegoyahan sedikitpun bagi ketiganya agar tergeser keyakinannya walaupun dalam
hal ini mereka akan menerima siksaan yang sangat buruk dan yang pasti nyawa
mereka akan melayang, tetapi mereka yakin bahwa Allah Mahasanggup dalam segala
hal bahkan bagainya tiada yang mustahil.
Komitmen
yang kita jalani dengan konsisten tidak pernah sia-sia, bahkan airmata yang
terjatuh pun oleh Tuhan tidak pernah dipandang rendah bahkan Ia tamping airmata
kita. Jatuh bangun, isak tangis bahkan jeritan batin kita manakala
mempertahankan kebenaran dalam Tuhan semua oleh Tuhan diperhitungkan sebagai
wujud nyata kesetiaan seorang hamba. “Sengsaraku Engkaulah yang
menghitung-hitung, airmataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya
telah Kaudaftarkan” (Mzm. 56:9).
Yakinlah
dengan hidup komitmen dan konsisten di dalam Tuhan maka mujizat pasti tersedia
bagi kita, berharaplah senantiasa kepada Tuhan dan hanya bergantung pada
kuasa-Nya. Komitmen dan konsisten adalah wujud nyata dari sebuah kesetiaan,
Tuhan Allah sangat menyenangi akan hamba-hamba-Nya setia dalam mengarungi badai
kehidupan walaupun seluruh kehidupanya diterpa kesuraman namun tetap setia di
dalam Tuhan dan kebenaran-Nya serta tak sebersit pun keraguan di dalam hatinya.
Melalui kebenaran Firman-Nya kita belajar, untuk tetap konsisten pada komitmen
walaupaun masa-mas sulit menerpa namun kita tetap yakin bahwa mujizat itu tetap
tersedia bagi orang yang teguh kepada kebenaran-Nya. “Tetapi seperti ada
tertulis:”Apa yang tidak pernah terlihat oleh mata, dan tidak pernah terdengar
oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang
disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1Kor. 2:9).
Hidup
Berkenan Kepada Tuhan
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi
berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”
(Rm. 12:2).
Banyak orang hidup selalu menuruti egonya, hidupnya hanya
meminta-minta kepada Tuhan, bahkan terkadang mengatur Tuhan untuk melakukan
kehendaknya dan mendikte Tuhan. Orang-orang seperti ini pastilah hidupnya tidak
akan pernah mendapatkan kebahagiaan karena yakin sering kecewa dan marah kepada
Tuhan apabila apa yang dinginkan tidak sesuai dengan yang diharapkan bahkan
tidak pernah menjadi kenyataan. Hati
yang selalu kecewa, tidak akan merasakan damai sejahtera Tuhan, sehingga
kebahagiaan itu jauh dari kehidupannya. Orang-orang seperti ini adalah
orang-orang yang mempunyai hati rohani yang kerdil dan kekanak-kanakan, mereka
hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan peribadahannya hanyalah sebuah
kemunafikan belaka, mereka beribadah dalam kehidupan bukan untuk memuji dan
memuliakan nama Tuhan. “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal
hatinya jauh daripada-Ku” (Mat. 15:8).
Oleh sebab
itu janganlah kita hidup seperti yang kita kehendaki saja, tetapi hiduplah
berkenan kepada Tuhan sehingga mujizat pasti terjadi di dalam hidup kita. Orang
yang memutuskan untuk mau hidup berkenan kepad Tuhan, pasti rela apabila
kehendak Tuhan yang terjadi di dalam hidupnya dan mau berjalan di dalam
kebenaran Tuhan. Tuhan pasti memberikan kemapuan untuk melakukannya. Penyertaan
Tuhan senantiasa ada di dalam hidupnya sehingga kita dimampukan melihat
kedasyatan dan kemuliaan Tuhan terjadi di dalam hidup kita. Untuk hidup
berkenan kepada Tuhan pastilah tidak mudah namun tidak akan berat untuk
dilaksanakan apabila kita memohonkan campur tangan Tuhan dalam pelbagai segi
kehidupan kita, baik itu dalam skala kecil maupun skala besar mintalah agar
Tuhan yang pimpin dan senantiasa campur tangan kuasaNya yang menyertai
kehidupan kita. Tuhan teramat menginginkan agar Ia diikut sertakan dalam
pelbagai segi kehidupan umat-Nya, Ia ingin yang terutama dan diutamakan oleh
hamba-Nya yang setia, ia menginginkan suatu persekutuan yang benar-benar nyata
dan berkesinambungan. Tuhan adalah seorang yang ahli dalam perencanaan dan
perancangan segala sesuatu, apapun yang Ia rancangkan adalah suatu rancangan
yang akan mendatangkan damai sejahtera, “Sebab Aku ini mengetahui
rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman
TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk
memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan” (Yer. 29:11).
SUMBER
KEPUSTAKAAN :
Alkitab, Buku dan modular kelas pemuridan, Buku Mujizat masih ada (Pdt.
Lidya Dewi Yana), Kamus Alkitab Browning, Selamat Berpelita (Andar Ismail), The
Purpose Driven Life (Rick
Warren), Arndt; MM; TWNT tentang exousia (2, hlm 559 dst);
ISBE dan DCG, tentang Authority; N Geldenhuys, Supreme Authority, 1953; NIDNTT
2, hlm 606-611; TDNT 2, hlm 562-575. JtP/NY WBS/HAO, J. B Mozley, Eight Lectures on Miracles, 1865; F.
R Tennant, Miracle and its Philosophical Presuppositions, 1925; D. S Cairns,
The Faith that Rebels, 1927; A Richardson, The Miracle Stories of the Gospels,
1941; C. S Lewis, Miracles, A Preliminary Study, 1947; E M-L Kelley, Miracles in Dispute, 1969; C. F.
D Moule (red.), Miracles: Cambridge Studies in their Philosophy and History,
1965. MHC/MHS/HAO
0 komentar:
Post a Comment