Sebagai orang percaya dimana setelah kita
menyatakan keimanan bahwa Yesus adalah Tuhan dan juruselamat yang dengan pernyataan
iman seperti itu maka dosa-dosa kita telah terhapuskan (ditebus), apakah
selanjutnya dalam kehidupan kita dapat berbuat semau kita?. Sebegitu murahkah
arti “penebusan” dosa itu? Tuhan yang dengan kasih karunia-Nya telah memberikan
“keselamatan” kepada manusia dengan cuma-cuma bukan berarti selanjutnya manusia
yang sudah di selamatkan itu dapat berbuat sekehendak diri, namun sebagai orang
percaya wajib bagi kita untuk mengerjakan keselamatan itu sampai akhir.
Jikalau kita lalai melakukan hal
ini, kita akan kehilangan keselamatan yang telah diberikan kepada kita. Hakekatnya
kita tidak
mengerjakan keselamatan dengan usaha manusia saja, tetapi dengan kasih karunia
Allah dan kuasa Roh yang diberikan kepada kita. Agar mengerjakan keselamatan
kita, kita harus menentang dosa dan mengikuti keinginan Roh Kudus di dalam hati
kita. Hal ini meliputi usaha yang terus-menerus untuk menggunakan setiap cara
yang ditetapkan Allah untuk mengalahkan kejahatan dan menyatakan kehidupan
Kristus. Demikianlah, mengerjakan keselamatan kita berpusat pada pentingnya
pengudusan. Kita mengerjakan keselamatan kita dengan senantiasa mendekatkan
diri kepada Kristus dan menerima kuasa-Nya untuk berkehendak dan berbuat
menurut kerelaan-Nya.
“Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat;
karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar,
bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu
aku tidak hadir” (Flp 2:12)
Penekanan yang pertama dari pengerjaan pasca diselamatkan dikatakan oleh
Rasul Paulus adalah sikap hati yang taat, artinya kita mematuhi setiap
perintah dan mengikuti akan setiap kehendak Tuhan. Alkitab telah memberikan
beberapa contoh dari orang-orang yang taat dari awal, pertengahan hingga
sampai akhir kesudahan. Begitupula orang-orang yang pada awalnya taat hingga
pertengahan namun gagal pada akhirnya karena melanggar dari ketaatan
tersebut, begitupula orang-orang yang dari awal, pertengahan dan akhirnya
tidak taat, bagaimana proses awal mereka. Bagaimana respon mereka pada awal
penerimaan perintah dan kehendak Tuhan semua itu sebagaian besar di kisahkan
dalam Alkitab sebagai pedoman bagi kita dalam menjalani kehidupan. Walaupun
apa yang disampaikan di Alkitab adalah untuk zamannya dan sesuai dengan
kebudayaan pada masanya namun prinsip-prinsipnya tetap sama dan relevan
sampai akhir zaman.
“Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa
yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah
matahari” (Pkh 1:9).
Contoh dari ketaatan ini
dapat kita lihat pada pribadi Yusuf dan Maria manakala mereka mendapatkan
perintah dari Tuhan dan bagaimana mereka melaksanakan kehendak Tuhan. “18 Kelahiran Yesus Kristus adalah
seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf,
ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami
isteri. 19 Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau
mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan
diam-diam.” (Mat 1:18-19).
Pada saat
itu lazim di kaum Yahudi sebelum sepasang suami-istri melangsungkan
perkawinan mereka melaksanakan dahulu yang namanya pertunangan, yang hukum
pertunangan itu sendiri hampir sama kuatnya dengan pernikahan, dimana calon
suami mempunyai hak atas calon istrinya namun hak itu sendiri bukanlah hak
dimana mereka boleh berhubungan badan, namun calon isrtinya itu sudah menjadi
bagian dari kehidupannya. Dan apabila akan terjadi pembatalan pertunangan
maka pihak pria harus memberikan surat cerai untuk melepaskan ikatan
perunangan itu. Dalam hal ini Yusuf, setelah mengetahui bahwa calon istrinya
telah hamil ia berkehendak menceraikannya. Namun ia hendak melakukannya
secara diam-diam sebab ia faham betul hukuman apa yang akan di terima calon
istrinya apabila tersiar kabar bahwa Maria telah hamil sebelum nikah, sebab
dalam hukum Taurat telah tertulis hukuman bagi “penzinah” yaitu di hukum
rajam (dilempar batu ) sampai mati.
Ul 22:23 “ Apabila ada seorang gadis yang
masih perawan dan yang sudah bertunangan — jika seorang laki-laki bertemu
dengan dia di kota dan tidur dengan dia,” Ul 22:24 “maka haruslah mereka
keduanya kamu bawa ke luar kepintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu,
sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak
berteriak-teriak,dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri
sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari
tengah-tengahmu”.
Namun, Yusuf
mengurungkan niatnya setelah diberitahukan oleh malaikat Tuhan bahwa anak
yang di kandung calon istrinya adalah anak dari Roh Kudus. Yusuf memberikan
respon yang di benarkan oleh Tuhan yaitu taat dan patuh akan perintah Tuhan
dan melaksanakan kehendak Tuhan. Dalam hal ini apabila kita diposisikan
menjadi Yusuf apakah kita langsung percaya akan penberitaan dari sebuah
mimpi? Dan apakah pada saat mengetahui calon istri kita telah hamil “diluar
nikah”, bagaimana sikap kta? Menanggapi ataukah bereaksi? Disinilah kita
membutuhkan kedewasaan rohani dalam menanggapi setiap masalah yang timbul,
reaksi hanya akan menimbulkan bencana baik untuk dimasa kini maupun dimasa
yang akan datang.
Begitupula kita
dapat lihat bagaimana ketaatan seorang Maria yang harus menanggung segala
resiko mengikuti kehendak Tuhan, dimana pastilah dia akan mendapatkan
cemoohan, hinaan bahkan mungkin intimidasi dimana mungkin orang akan sulit
mempercayai dengan akal pikiran dan logika manusia diamana ada seorang
perawan hamil tanpa “persetubuhan”. Ia pasti akan di cap pembohong besar dan
pastinya ia bakal di cap penzinah, dapatkah kita tangkap bagaimana
penderitaan yang akan diterima oleh seorang Maria?.
Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah
hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu
meninggalkan dia.(Luk
1:38).
Inilah
sebuah jawaban yang sangat luarbiasa, Maria menyerahkan diri
sepenuhnya kepada kehendak Allah dan mempercayai berita-Nya. Dengan sukarela
ia menerima baik kehormatan maupun celaan yang akan dialaminya karena menjadi
ibu dari Anak yang kudus ini. Para wanita muda di dalam gereja seharusnya mengikuti
teladan Maria dalam hal kesucian seksual, kasih pada Allah, iman kepada
Firman-Nya, dan kesediaan untuk taat kepada Roh Kudus.
|
||
Yang kedua, kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar. Semua anak Tuhan harus mempunyai
ketakutan kudus yang gentar di hadapan Firman Allah dan menyebabkan mereka
berpaling dari segala kejahatan. Ketakutan
(Yun. _phobos_) akan Tuhan bukanlah sekadar "kepercayaan yang disertai
rasa hormat," seperti yang sering kali ditegaskan, tetapi meliputi rasa
hormat terhadap kuasa, kekudusan, dan pembalasan yang adil dari Allah, dan
rasa takut akan berbuat dosa terhadap Dia lalu menghadapi akibat-akibatnya. Ini bukanlah ketakutan yang bersifat
membinasakan, melainkan ketakutan yang mengendalikan dan memulihkan yang
menuntun kepada berkat Allah dan hidup dekat dengan Dia, kepada kesucian
moral, dan kepada hidup dan keselamatan.
Yes 66:2 “ Bukankah tangan-Ku yang
membuat semuanya ini, sehingga semuanya ini terjadi? demikianlah firman
TUHAN. Tetapi kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas
dan patah semangatnya dan yang gentar kepada firman-Ku”.
Tuhan tidak
membutuhkan kekayaan kita ataupun kita bangunkan rumah untuk-Nya dengan
segala kemegahannya dan Ia pun tidak membutuhkan pertolongan kita bahkan
sebenarnya Ia tidak membutuhkan kita namun sebaliknya kita-lah yang
membutuhkan-Nya. Tuhan begitu mengasihi kepada orang-orang yang hatinya
senantiasa merendah baik kepada Tuhan maupun kepada sesama manusia. Orang-orang
yang rendah hati dan dengan kesungguhan hati mengikuti firman Tuhan dan
senantiasa dalam hatinya mempunyai rasa takut dan gentar kepada Tuhan, ibarat
petir dan guruh yang pertanda turunnya hujan tentunya petir dan guruh itu
membuat hati manusia takut dan gentar padahal petir dan guruh itu
mendatangkan rahmat berupa hujan.
Seperti itulah kita berpengharapan akan
kasih karunia Tuhan dan kita senantiasa “berharap” pengabulan permohonan
dengan hati yang takut dan gentar akan hasil dari permohonan kita. Selaku
orang percaya kita harus menanamkan perasaan takut dan gentar ini, lhatlah
bagaimana Daud mempraktekan sikap penghormatan kepada Tuhan diman ia takut
dan gentar akan Tuhan walaupun ia pada akhirnya berbuat dosa juga namun ia
tetap mempunyai integritas kepada Tuhan karena dengan jujur ia akui semua
kesalahannya kepada Tuhan dengan penyesalan yang begitu dalam dan tentunya
dengan takut dan gentar. Dan bagaimana pula Ayub yang tadinya kurang percaya,
namun ahirnya ia dapat menyaksikan keajaiban dan keperkasaan Tuhan dan ia
nyatakan ungkapan hatinya kepada Tuhan dengan takut dan gentar.
Ams 3:7 “Janganlah engkau menganggap
dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan; Ams 8:13
“Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan,
kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat”.
|
||
Ketiga pengudusan, makna dasar dari akar kata Ibrani gdsy
antara lain: (i)’menyendirikan’, (ii)’cemerlang’. Arti pertama mungkin
menekankan kekudusan atau pengudusan dalam arti posisi, status, nisbah, dalam
mana kata itu diterjemahkan ‘terpotong’, ‘dipisahkan’, ‘disendirikan untuk
penggunaan khusus’, ‘diserahkan untuk’, atau’disucikan’, ‘dianggap keramat
atau suci lawan dari yg biasa, tercemar atau sekuler’.Arti kedua mungkin
menekankan penggunaannya berkaitan dengan keadaan, atau proses, yang mengarah
ke pemikiran tentang perubahan batin yg terjadi berangsur-angsur, yang
menghasilkan kemurnian, kebenaran moral, dan pemikiran-pemikiran suci yang
menyatakan diri dalam perbuatan-perbuatan lahiriah yang baik dan menurut
kehendak Tuhan.
Pengudusan
menurut Paulus, menyangkut ihwal perubahan moral dan spiritual orang percaya
yang sudah dibenarkan, yang sudah dilahirkan kembali, dikaruniai hidup baru
oleh Tuhan. Kehendak Tuhan ialah pengudusan kita (1Tes 4:3). Dan mengalami
dikuduskan secara keseluruhan ialah menjadi serupa dengan citra Kristus, dan
dengan demikian merasakan dalam pengalaman arti menjadi citra Allah. Kristus
adalah isi dan norma hidup yg dikuduskan: hidup kebangkitan-Nya diciptakan
kembali dalam diri orang percaya sementara ia bertumbuh di dalam anugerah dan
mencerminkan kemuliaan Tuhannya. Dalam pengalaman yg terus-menerus perihal
pembebasan dari hukum secara harfiah, jiwa manusia dibebaskan oleh Roh Kudus
(2Kor 3:17,18). Roh Kudus adalah penggerak dalam pengudusan manusia, tapi Ia
bekerja melalui firman kebenaran dan doa iman, dan melalui persekutuan orang
percaya (Ef 5:26) sementara mereka menguji diri sendiri dalam terang kasih
Roh dan kekudusan yg tidak boleh tidak harus ada (Ibr 12:14). Iman, yang
dilahirkan oleh Roh, menggenggam sarana pengudusan itu.
Sebagaimana
pembenaran berarti pembebasan dari hukuman dosa, demikian pula pengudusan
berartipembebasan dari pencemaran, kekurangan dan kuasa dosa. Tapi dalamnya
dan luasnya pembebasan dalam arti yang terakhir itu masih dipersoalkan. Doa
permohonan supaya Tuhan menguduskan orang percaya sepenuhnya, sehingga jiwa,
roh dan tubuh mereka terpelihara tanpa cacat sampai kedatangan Kristus,
diikuti oleh pernyataan bahwa ‘Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga
akan menggenapinya’ (1Tes 5:23,24). Ini menimbulkan tiga pertanyaan penting.
a.
Apakah
Tuhan melakukan pengudusan menyeluruh seketika?
Apakah pengudusan
oleh iman berarti menerima pengudusan menyeluruh sebagai anugerah sama
seperti pembenaran, sehingga orang percaya itu sekarang juga telah dibuat
menjadi kudus, masuk untuk selama-lamanya ke dalam kekudusan yang nyata dan
praktis adalah suatu keadaan? Beberapa orang mengemukakan bahwa dalam
pengalaman krisis yang mengikuti pertobatan, kemanusiaan yang lama disalibkan
sekali untuk selamanya, dan akar dosa dicabut atau prinsip dosa ditiadakan.
Beberapa orang melangkah lebih jauh dan menekankan kebutuhan akan penerimaan
dan perbuatan karunia-karunia Roh (terutama karunia lidah) sebagai bukti
pekerjaan Roh itu.
b.
Apakah
Tuhan melakukan pengudusan pada masa hidup orang percaya?
Di kalangan
mereka yang menekankan ciri krisis dari pengalaman pengudusan maupun mereka
yang memandangnya lebih sebagai suatu proses, terdapat orang-orang yang
menyatakan diri sudah mencapai derajat tinggi dari hidup yang dikuduskan itu.
Dengan menggarisbawahi perintah seperti ‘haruslah kamu sempurna’ (Mat 5:48),
dan tidak menafsirkan ‘kesempurnaan’ di sini dalam arti ‘kedewasaan’, maka
mereka mengatakan bahwa kasih yang sempurna dapat dicapai dalam kehidupan
kini di dunia ini.
Tapi
tuntutan-tuntutan yang tinggi dalam arti ‘kesempurnaan tanpa dosa’, biasanya
mengecilkan baik bobot dosa maupun standar kehidupan moral yg dituntut. Dosa
dirumuskan sebagai ‘pelanggaran sukarela terhadap suatu hukum yang diketahui’
(Wesley) ketimbang ‘setiap kekurangan dalam penyesuaian dengan atau
pelanggaran atas hukum Tuhan’ (Westminster Shorter Catechism). Rumusan
terakhir mencakup keadaan kita dan dosa-dosa akibat kelalaian maupun yang
dilakukan terbuka dan sengaja. Pendapat lain, dengan menyetujui bahwa
kekudusan yang tak terputuskan dan kesempurnaantanpa cela itu tidaklah mungkin,
menyatakan bahwa kendatipun demikian adalah mungkin mempunyai dengan sempurna
motivasi yang sempurna, ialah kasih.
c.
Apakah
Tuhan akan melakukan pengudusan tanpa aktivitas orang percaya?
Mereka yang
mengecilkan bobot dosa dan standar kekudusan yang dituntut Tuhan, berada
dalam bahaya memberi penekanan yang tidak tepat pada usaha manusia dalam
pengudusan. Tapi ada ekstrim yang berlawanan juga, yaitu yang meletakkan
keseluruhan tugas pengudusan melulu pada Tuhan. Tuhan diharapkan akan
menghasilkan orang kudus dengan segera, atau mengisi seorang Kristen secara
berangsur-angsur dengan anugerah atau Roh. Ini memerosotkan manusia menjadi
hanya robot tanpa sikap moral, sehingga sebenarnya hanya melahirkan
pengudusan tak bermoral, suatu gagasan yang kontradiktif. Mereka yang membela
watak manusia menyangkal cara kerja Roh Kudus yang tidak berharkat pribadi
sedemikian itu. Mereka juga hati-hati terhadap tuntutan bahwa Roh bekerja
langsung melalui proses pikiran manusia secara tak disadari, ketimbang disadari.
Orang percaya
tidak tahu betapa susahnya perjuangan melawan dosa ( Rm 7; 8; Gal 5), tapi
harus sadar bahwa pengudusan terjadi tidak hanya oleh usahanya sendiri
melawan kecenderungan-kecenderungan jahat yang ada pada dirinya sendiri. Ada
perkembangan dalam penggenapan moral, tapi ada juga sesuatu yang secara
misterius melakukan pengudusan di dalam dirinya. Bahkan hal itu bukanlah
kerjasama belaka, dalam mana Roh dan orang percaya masing-masing menyumbang
sesuatu. Tindakan itu dapat disebut baik karya Roh maupun karya orang percaya
dalam rahasia anugerah. T
uhan, Roh itu,
bekerja melalui pengakuan yg setia akan hukum kebenaran dan tanggapan orang
percaya dalam kasih. Dan semuanya menghasilkan kedewasaan spiritual yang
terungkap dalam menerapkan hukum kasih terhadap sesama. Penggenapan
pengudusan bagi orang percaya, yang oleh anugerah iman dalam karya Kristus,
oleh Roh ‘menguduskan diri sendiri’ (1Yoh 3:3), dinyatakan dengan jaminan
kepastian: ‘Kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan
menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang
sebenarnya’ (1Yoh 3:2).
|
||
Keempat kerjakan keselamatan dengan tidak
bersungut-sungut dan berbantah-bantah, dalam menjalani kehidupan ini
kebanyakan dari kita baik secara disadari maupun tidak terkadang senantiasa
mengeluh pada berbagai hal yang sedang terjadi. Kita terkadang tanpa sadar berkata
mengapa hari panas sekali begitu terik atau mengapa hari ini hujan atau coba
saja angin tidak kenacang tentu hari begitu indah untuk dinikmati.
Secara tidak langsung kita sedang menggerutu
dan berkeluh kesah kepada Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu yang
baik bagi manusia, namun kita manusia selalu saja mengeluh, mengapa? Karena
apa yang ada dalam pikiran kita tidak akan menjangkau apa yang Tuhan
pikirkan. Apa yang kita lihat tidak akan pernah dapat menyelami begitu besar
dan dalamnya pengetahuan Tuhan, namun apabila kita lihat dengan manusia batin
yang suci maka akan tampak segala kebaikan Tuhan. Artinya kita harus
mempunyai kedewasaan dalam rohani agar dapat melihat wujud karya Tuhan yang
penuh kebaikan, bertumbuh dalam kedewasaan rohani ini memerlukan kedisiplinan
dalam diri kita dan ketaatan pada diri kita untuk mematuhi akan pengajaran
dari Tuhan.
“Mereka
itu orang-orang yang menggerutu dan mengeluh tentang nasibnya, hidup menuruti
hawa nafsunya, tetapi mulut mereka mengeluarkan perkataan-perkataan yang
bukan-bukan dan mereka menjilat orang untuk mendapat keuntungan”. (Yud 1:16).
Waspadalah akan
diri kita agar tidak terjaTUH dalam dosa hanya karena mengeluh dan
menggerutu, hati dan pikiran kita harus senantiasa focus pada Tuhan dan jangan
biarkan condong pada hal-hal yang fana dan pada akhirnya membuat diri kita
tergelincir. Seperti halnya contoh dalam Alkitab dimana bangsa Israel dibawah
naungan Tuhan, dipimpin langsung keluar dari tanah mesir menuju tanah
perjanjian. Namun karena kebanyakan dari mereka selalu mengeluh dan
menggerutu pada akhirnya membuat perjalanan mereka menjadi sangat lama hingga
mencapai 40 tahun padahal apabila mereka tidak mengeluh dan menggerutu
perjalanan itu akan cepat sampai dan mereka dapat menikmati kehidupan yang
baik di tanah perjanjian.
Dan apa yang mereka lakukan akhirnya
memberikan hasil yang buruk pada masa depan mereka, penggerutu itupun tidak
mendapatkan hasil yang baik dan mereka tidak pernah sampai di tanah
perjanjian. Oleh karena itu bagi kita orang percaya yang ingin kehidupan masa
depan kta lebih baik maka lakukan hidup yang penuh dengan kebenaran dari
Tuhan dan kerjakan segala seuatu dengan tulus ikhlas, jangan pernah
menggerutu apalagi berbantahan dengan Tuhan.
Hari esok kita
adalah ditentukan oleh pekerjaan kita di masa kini, ingin hari esok menjadi
hari yang terbaik bagi kehidupan kita maka hiduplah senantias intim dengan
Tuhan, dengarkan suara-Nya dan ikuti apa kehendak-Nya. Hidup kita akan lebih
baik dan indah apabila senantiasa dekan dengan-Nya dan kasihilah Tuhan kita
dengan segenap jiwa, akal budi dan kekuatan kita. Dalam hal ini hiduplah kita
dengan penuh kebaikan dan kebenaran-Nya, dan hiduplah kita dengan baik secara
vertikal maupun horisontal, artinya hiduplah penuh kebenaran dan integritas
baik dengan Tuhan maupun dengan sesama kita.
|
||
===TUHAN
MEMBERKATI====
By: Arsy
Imanuel, in april 2013
0 komentar:
Post a Comment